09. NP : A Rocket To The Moon - Like We Used To

49 6 0
                                    

Here I present you full chapter of Bagas and Amada.

Enjoy!💛

Kindly tap the star below✨

P.s typo alert.

•••••

"Does he watch your favorite movies? Does he hold you when you cry? Does he let you tell him all your favorite parts, when you've seen it a million times..." Bagas ikut bernyanyi mengikuti lagu yang tengah mengalun di telinga kanan dan kirinya sambil berjalan menuju parkiran ke tempat motornya berada.

"Bagas!" Amada yang saat itu tengah berjalan di selasar kampus berlari kecil menghampiri Bagas yang terlihat berjalan sendirian sambil menunduk meneliti paper di tangannya dengan earpods di telinganya.

"Kebetulan lo disini, ayok temenin gue makan. Gue laper belom makan dari tadi pagi." Ucap Bagas sumringah saat melihat Amada berjalan menghampirinya.

"Mau makan dimana?" Tanya Amada saat menyadari Bagas yang berjalan menuju tempat parkir alih-alih ke kantin. "Gue kira lo ngajak makan di kantin. Kantin ajalah ya? Bokek gue, Gas."

"Di rumah gue. Gue disuruh makan di rumah sama Bunda."

"Gila lo. Gak ah belom siap gue ketemu Bunda lo." Tolak Amada dengan cepat.

"Santai kali, Mad. Makan doang ini, bukan lamaran." Gurau Bagas menanggapi penolakan Amada. "Mulut lo ya. Kalau lamaran ya lo lah yang ke rumah gue. Bukan gue yang ke rumah lo." Gadis itu tertawa setelah menanggapi gurauan Bagas dengan respon kelewat santai. Indeed, Amada with her easy going personality.

"Gampang lah itu. Entar kalau lo udah klepek-klepek ama gue."

"Terus berusaha ya, Mas. Jangan kasih kendor Mbaknya biar nggak lirik kanan kiri lagi." Amada menepuk pundak Bagas dengan ekspresi serius yang dibuat-buat.

"Jangan gemes-gemes napa sih, Mad? Pusing nih guenya." Ucap Bagas sambil mengacak rambut Amada gemas. "Udah ah, ayo. Udah ditunggu Bunda."

Hal pertama yang Amada rasakan saat menginjakkan kaki di rumah Bagas adalah; hangat. Ya, rumah Bagas memang tidak terlalu besar. Hanya rumah dengan halaman luas yang hampir sepertiga halamannya berisi dengan pot dan berbagai jenis tanaman hias lainnya. Namun kesan hangat dan kekeluargaan benar-benar terasa kental di rumah itu.

"Gue suka rumah lo."

"Gue tau kalau lo bakal suka sama rumah gue." Bagas menarik tangan Amada untuk mengajaknya bergegas masuk menemui Bundanya.

"Dih, sok tau banget lo." Amada memandang Bagas dengan tatapan sinis yang dibuat-buat.

"Emang gue tau kali." Bagas meraup wajah Amada gemas. Lalu membuka pintu cokelat di hadapannya.

"Assalamualaikum," Bagas membuka lebar pintu itu, mempersilahkan Amada untuk masuk. "Bunda, Mas pulang." Amada menahan tawa saat mendengar Bagas memanggil dirinya dengan sebutan 'Mas'.

Bagas mendelik memperingati Amada dengan tatapan 'jangan ketawain gue'. Yang lalu dibalas Amada dengan jari membentuk 'ok'.

"Walaikumussalam." Jawab seorang wanita berparas ayu dengan aura keibuan yang menguar kuat dari arah dapur, berjalan tergesa lalu memeluk anak sulungnya hangat.

"Mas Bagas bawa siapa ini?" Tanya Bunda Bagas saat melihat anak laki-lakinya pulang dengan seorang gadis cantik bersamanya.

"Saya Amada, Tante." Amada mencium tangan Bunda Bagas. "Aduuh cantik sekali namanya, cocok sama orangnya."

U N T I T L E D [[On Hold]]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang