MOON
Vers 1.0
Story on wattpad by dylist & avrahayu
Akan banyak rahasia yang kau singkap bukan dengan pertanyaan ataupun dugaan.
Urfan, Moon.
______________________________________________________________________________
Jantungku berdetak-detak. Di kamar kecil cafe ini aku menarik nafas dan menghembuskannya pelan-pelan. Adam kan hanya bilang seperti itu. Jadi, jangan terbawa perasaan. Kumainkan logika agar perasaan tak begitu mendominasi.
Aku keluar kamar mandi dan menuju cermin lebar yang berada di samping jejeran pintu kamar mandi. Aku membenarkan kerudungku dan mencuci tanganku.
Aku menghembuskan napas pelan dan menarik bibirku ke atas. Senyum."Hai Mbak bella" sapa Jessica yang yang datang dari arah belakang tanpa kusadari.
"Eh Mbak jessica. Kita ketemu lagi" Aku menoleh seraya tersenyum pada Jessica. Dia mengambil posisi di sampingku sehingga berada dalam satu cermin.Jessica membasuh tangannya dan merapihkan anak rambutnya, "Tadi aku sama Mbak Irma ke mejanya Mbak Bella lho. Tapi katanya Mbak Bella kesini"
Aku tersenyum, "Iya.. Udah ngobrolnya sama Mba Irma?"
"Udah Mbak, sebentaran aja kok. Nanti dilanjut lagi, kan satu proyek jadi nanti sering ketemu" Ucap Jessica lalu memoleskan lipstiknya di bibir."Ah, benar juga" Aku menyalakan kran lalu membasuh telapak tanganku. "Aku duluan, Mbak" Aku beranjak meninggalkan Jessica sendiri setelah ku dapati respon darinya.
Sejak dulu memang aku tak pernah merasa nyaman dengan orang baru. Tak bisa banyak basa-basi dan memulai komunikasi dengan baik, terkecuali dengan orang-orang tertentu. Mungkin ini yang dinamakan setiap orang memiliki frekuensinya yang berbeda-beda.
Aku mendapati Mbak Irma yang tengah menikmatii brownies dengan ponsel berada di genggamannya,
"Eh Bell, sudah kembali?" Tanya Mbak Irma menyadari kehadiranku.
"Iya Mbak. Lho, Adam dimana?" Tanyaku melihat kursinya yang kosong.
"Lagi sholat Isya dulu dia" Jawab Mbak Irma, "Kamu sholat ngga Bell?" Mbak Irma mencari--cari sesuatu di dalam tasnya.
"Aku lagi engga sholat, Mbak" Jawabku.
"Yaudah aku tinggal dulu engga apa-apa ya. Tadi aku nungguin kamu keluar. Nanti barang-barangnya ngga ada yang jagain lagi" Ucap Mbak Irma berlalu dengan pouch hitam dan mukena parasit di genggamannya.
Ada perasaan aneh yang menghinggapi hatiku. Perasaan senang, sejuk, terharu mendengar Adam segera melakukan ibadah wajibnya. Aku tersenyum kotak memori di alam bawah sadarku terbuka dengan sendirinya, memunculkan potret seorang Adam di desa bencana kala itu.
Drrrttttt... pesan masuk
Mas Urfan: Dimana Bell?
Di e-coffee, Mas. Gimana?. Send
Mas Urfan: Sama sapa aja?
Mbak Irma, Mas Adam, Mbak Jessica
Mas Urfan: seru nih, aku gabung ya!
Siap Mas, sini aja.
"Emm.. Mbak Bella kayaknya lagi digosipim sama Mas Urfan ya" Celetuk Jessica dari arah yang entah darimana. Aku meletakkan ponselku dan membenarkan posisi duduk.
"Gosip?" Aku menaikkan alis mataku, "Mas Urfan? Aku?" Aku tersenyum dan hampir tertawa mendengar pertanyaan Jessica yang tiba-tiba.
"Yaaa..." Jessica mengibaskan anak rambutnya ke belakang bahunya lalu duduk dan mengambil segelas kopi.
"Emmm.. Kenapa Mbak tiba-tiba tanya begitu?" tanyaku. Aku tak menyangka Jessica akan bertanya seperti itu. Padahal dia baru kenal aku tetapi sudah tau? Atau jangan--jangan gosipnya sudah menyebar dan tanpa kusadari aku sudah banyak dikenal orang?, aku tertawa dalam hati, lucu sekali. Gosip memang selalu menyebar dengan mudah, meski belum tentu berita benar.
"Pengin mengkonfirmasi Mbak Bella aja sih apa benar seperti itu?" Tanya Jessica, "Mbak, aku kenal baik dia lho" lanjutnya.
"Oh ya? Memang dia orang yang seperti apa?" Tanyaku menyelidik seperti apa Mas Urfan di mata Jessica.
"Dia itu ganteng, aku akui itu. Tapi suka cari perhatian, ngga banyak gombal sih" ucapnya, "Aku dulu pernah dideketin sama dia, tapi aku udah tahu sebelumnya kalau dia sedikit playboy."
Aku mengangguk, "Memang cari perhatiannya kaya gimana?"
"Suka nganterin cewe-cewe pulang ke rumah gitu, bayarin jajanlah, makanan lah. Pantesan Citra ngga kuat sama kelakuannya"
Begitukah Mas Urfan? Aku bertanya-tanya dalam hati. Sejauh yang kukenal, dia orang yang humble dan mudah bergaul dengan siapa saja. Tapi, entah kenapa aku tak begitu saja percaya, apa benar Mas Urfan orang yang seperti itu.
"Lho, Mas Urfan kan baik banget sama kamu Mbak." Lanjut Jessica lagi. "Hati-hati aja ya Mbak. Aku juga hampir terperangkap. Untung pas itu aku masih punya pacar jadi ngga terperangkap deh"
"Iyaa.." jawabku.
Mbak Irma, Adam, Mas Urfan datang dari balik pintu depan. Terlihat ada sedikit candaan dari Mbak Irma yang membuat kedua lelaki itu tertawa lebar. Aku senang melihat mereka bersama, merasa beruntung diantara orang--orang baik. Entah di kerjaan ataupun di komunitas volunteer.
"Lho! Jessica juga disini?" Tanya Mas Urfan kaget sesampainya di meja kami.
"Iya dong Mas, kaget yaa.." jawabnya. Kupikir Jessica yang lebih kaget melihat Mas Urfan disini setelah membicarakannya, terlihat dari matanya yang sering melirik ke arahku.
Mas Urfan mengepalkan kellima jarinya tanda highfive ke arahku, aku menyambutnya dengan tos kepal lima jari pula. Dia tertawa kecil dan duduk di samping Adam.
"Fan! Lu tu ya ngapain ngasih applikasi yang susah-susah itu ke Bella?" Semprot Mbak Irma tanpa basa-basi.
"Lho Mbak, bagus dong. Applikasi susah itu sama aja memiliki kualitas bagus" timpal Mas Urfan. "Lagian aku yakin banget Bella pasti bisa" Dia melirik ke arahku, aku hanya gigit jari.
"Oh ya ngga giitu dong, Mas. Projek ini kan punya target waktu. Jadi mau ngga mau pekerjaannya juga harus cepat"
"Gimana sih lu, Fan, ah" tambah Mbak Irma
"Yowes yowes.. Aku serahkan sama tim pengembangan saja"
Lalu, kita menghabiskan malam pertama setelah rapat projek besar perdana di cafe ini. Dengan banyak candaan dan curhatan dari suasana ramai sampai haru biru. Hingga pada akhinya kita pulang dengan arah yang berlawanan, aku dan Mas Urfan ke arah selatan, Jessica dan Mbak Irma ke Utara, sedangkan Adam tetap tinggal di cafe, masih ada urusan katanya.
Menelusuri Yogya dengan berjalan kaki adalah hal terbaik, sebab di kanan dan kiri trotoar masih terpajang jajakan makanan, ataupun barang-barang khas lainnya.
"Betah disini, Bell?" Tanya Mas Urfan.
"Alhamdulillah, untuk saat ini masih betah Mas. Nggatau nanti"
"Untuk saat ini? Hmmm, biasanya kalau yang begini nih ada seseorang yang bisa bikin betah" pernyataannya hampir membuatku menelan ludah.
"Ngga juga Mas, enjoy aja sama pekerjaanya" jawabku sekenanya.
"Begitu??" ucapnya dengan nada ragu dan sedikit menganggukangguk kan kepala.
"Gimana dengan kamu Mas? Betah disini juga kan?"
"Iya.. betah dong" jawabnya. "Dan harus betah"
"Kok kaya maksa, ya?" tanyaku menyelidik.
"Haha.." Dia tertawa. Ku dengar nadanya seperti sedang menertawakan hidup. Ah, sok tahu sekali aku..
"Ini hidup, Bell. Akan ada banyak rahasia yang tak bisa kau buka hanya dengan pertanyaan dan dugaan" jawabnya dengan masih melihat lurus ke depan, dan sesekali memperhatikan trotoar.
Aku terdiam, rahasia seperti apa sebenarnya yang dimaksud Mas Urfan(?)

KAMU SEDANG MEMBACA
MOON
SpiritualPada akhirnya, aku hanya menghabiskan waktu tanpa guna. Dan ceritaku pun berakhir tanpa ada kelanjutannya.