6 : the other side

775 227 378
                                    

"Tuan Jimin?" Sapa salah satu penjaga mension Park.

"Ah, paman Yujin"

"Biar saya bukakan gerbangnya, Tuan Jimin ingin masuk kan?" Jimin hanya mengangguk, kemudian masuk lagi ke dalam mobilnya disusul gerbang mension Park terbuka.

"Syukurlah Tuan Jimin baik-baik saja." Paman Yujin adalah salah satu orang yang sudah bekerja di mesion Park sewaktu Jimin lahir dulu. Makanya pria yang umurnya setengah abad lebih itu sudah sangat akrab dan kenal dekat sekali dengan Jimin. Ia dan istrinya bekerja disini, ia sudah anggap Jimin seperti anaknya sendiri.

Jimin melangkahkan kaki memasuki mension itu, hening. Jimin sudah duga setelah ibunya pergi rumah ini menjadi sangat sepi seperti tak berpenghuni. Kalau tidak ada yang menjaga didepan gerbang, mungkin saja orang-orang yang melihat akan berfikir kalau rumah ini terbengkalai.

"Jim, akhirnya kau datang juga. Ayah merindukanmu." Jiyoung menyambut anaknya dengan pelukan, tapi Jimin segera menepisnya.

"Singkirkan tanganmu dari tubuhku." Ucapnya datar, sama datarnya dengan wajahnya. Tapi matanya tak bisa disembunyikan, sorot kebencian tergambar jelas di matanya.

Jiyoung tidak terkejut, sudah menebak kalau Jimin tak akan mau ia peluk.

"Aku kesini hanya karena aku kasihan padamu. Bukan berarti aku mau." Jimin hanya tidak ingin ayahnya salah sangka dan berfikir kalau dirinya sudah memaafkan semuanya.

"Tidak apa-apa. Ayah senang kau menuruti keinginan ayah."

"Segeralah, aku tidak ingin berdiam lama-lama di rumah kotor ini."

Jiyoung hanya tersenyum miring, lalu mengajak Jimin untuk duduk di meja makan. Disana sudah banyak makanan khas korea yang disiapkan untuk dirinya dan ayahnya makan malam. Terlihat lezat, tapi Jimin biasa saja karena dia sudah sering, terlampau sering malah memakan makanan seperti itu.

"Duduklah!" titah Jiyoung, jimin menurut dan langsung duduk di hadapan Jiyoung.

"Bagus, kau mendengarkanku ternyata. Kau tidak membawa jalang itu."

"Jimin! Dia ibumu! Jaga mulutmu!" Murka Jiyoung, dia selama ini sudah cukup sabar dengan ucapan anaknya yang tidak tahu tempat dan tidak tahu orang.

"Untuk apa aku menjaga mulutku, demi wanita yang sudah mengambil kebahagiaanku!?" Jimin masih santai, berbicara sedatar mungkin. Khasnya.

"Dia bukan jalang Jim!"

Jimin terkekeh pelan "Lalu apa? Wanita binal? Wanita murahan yang hanya bisa merusak hubungan orang, begitu?"

"Kau-"

Jiyoung hendak menampar Jimin, tapi Liesa dari arah belakang langsung segera mencegahnya.

"Jiyoung, sudah! Dia anakmu!"

"Kenapa? Dari dulu memang kau lebih menyayangi wanita murahan itu kan dibanding darah dagingmu sendiri?"

"Sepertinya benar, berada disini hanya membuang-buang waktuku." Jimin berjalan pergi,

"JIMIN! KAU AKAN MENYESAL KARENA TAU CERITA SEBENARNYA!" teriak Jiyoung, Jimin tak memperdulikannya dan langsung berjalan cepat keluar dari rumah terlarang itu. Baginya, ini adalah terakhir kalinya pergi kesini.

Jimin tidak akan mau lagi!

Jimin mengendarai mobilnya keluar dari pekarangan mension Park.

Ia akan pergi ke sanggar tinju, perkiraan Jimin selalu benarkan. Tidak pernah berjalan mulus kalau bertemu dengan ayahnya.

Jimin mengingat ketika ayahnya ingin menamparnya dan Liesa tiba-tiba saja menahan ayahnya, jimin mendengus "dia bahkan tidak bisa jauh-jauh dari wanita itu."

SCINTILLA ; MINYOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang