9 : What should I do?

612 165 179
                                    

Dua bulan sudah berlalu, Yoongi dan Jimin menjadi sering bertemu. Seperti biasanya pertemuan mereka, selalu tidak terduga. Kadang berpapasan dijalan, kadang Jimin menghampiri gadis itu ditempatnya bekerja. Sebenarnya sekalian Jimin mampu di kafetarianya.

Jimin Maupun Yoongi sama-sama senang karena mempunyai teman. Sering bertemu dan mengobrol banyak dengan pria itu membuat Yoongi jadi tahu sifat asli seorang Park Jimin. Jimin memang cuek, tidak begitu peduli dengan hal-hal yang mencoba mengusiknya. Tapi kelihatannya saja seperti itu, sebenernya Jimin punya sisi rapuh. Dan hanya kepada Yoongilah pemuda itu menunjukkannya.

Yoongi sudah mengetahui semuanya, tentang keluarga Jimin dan tentang ibunya yang meninggalkannya. Yoongi bisa melihat semburat kebencian dan kekecewaan yang dipancarkan lewat mata pemuda itu ketika membicarakan tentang keluarganya, apalagi ayahnya.

Dan Yoongi ingin menjadi teman yang berguna untuk Jimin, mungkin Yoongi berfikir kalau dia harus membantu menyelesaikan masalah Jimin dan Ayahnya. Yoongi tau Ayahnya tidak mungkin sejahat itu kepada Jimin. Dan Yoongi ingin mencari tahu semuanya. Meskipun ini bisa dibilang terlalu lancang karena statusnya hanyalah teman yang baru beberapa bulan dikenalnya, tapi Yoongi sangat ingin membantu Jimin.

"Eonni, apa aku terlalu lancang jika membantu meluruskan masalah keluarga seseorang?" tanya Yoongi pada Seokjin. Mereka sedang berada di sebuah taman bunga yang berada di kampus. Duduk bersisian di bawah rumput hijau dengan punggung yang disenderkan ke batang bohong besar.

Seokjin menoleh, "Siapa? Jimin?"

Yoongi mengangguk,

"Sebaiknya tidak perlu Yoon. Aku tau Jimin bisa menyelesaikannya sendiri. Lagi pula, kau ini siapanya Jimin? Jimin pasti akan marah kalau ada seseorang yang berani ikut campur urusan pribadinya." Seokjin benar, apalagi pemuda itu bukan tipe seseorang yang lemah lembut seperti Yoongi. Bisa-bisa Yoongi dimarahi habis-habisan karena telah lancang.

"Meskipun niatmu baik akan membantunya, tapi itu tindakan yang lancang Yoongi. Aku tau kau tidak bisa diam saja, tapi Jimin lebih tau mana yang terbaik Yoon."

Yoongi mengangguk ragu, "baiklah eon."

Mungkin memang seharusnya Yoongi memberi tahu pemuda itu saja, dan tidak perlu ikut campur urusan pribadi Jimin.

"Kau mencintai Jimin kan?" ucap Seokjin tiba-tiba, Yoongi sedikit terkejut.

"A-aku tidak tahu." Cicitnya

Seokjin terkekeh pelan, "Kau ini sudah dewasa Yoon, masa masih tidak tahu sih?" Sahabatnya ini memang aneh, padahal Yoongi seharusnya lebih tahu, Dan lebih peka pada perasaanya sendiri.

"Kau mencintainya. Aku bisa melihatnya dari matamu ketika membicarakan Jimin. Dari tekat mu yang ingin membantu Jimin, kau peduli tapi bukan sekadar peduli Yoon."

"Benarkah? Aku, aku ...."

Seokjin tertawa kencang, "Kau ini seperti remaja yang baru jatuh cinta."

"Kan memang benar." sahutnya pelan.

Memang benar Yoongi tidak pernah jatuh cinta, karena dia tidak pernah memikirkan cinta dan hanya fokus kepada pembelajarannya. Buatnya cinta hanya menyusahkan.

"Kau harus segera menyadarinya, sebelum Jimin menjadi milik orang lain." Seokjin lalu membereskan perlengkapannya, kemudian bangkit dan mengatakan duluan karena ada kelas.

Seokjin benar, dia hanya butuh sedikit lagi untuk membuktikan apakah dia mencintai Jimin atau tidak.

.

.

"Jim! Kau kenapa sih? dari tadi melamun terus," Ini Taehyung yang bertanya, kedua pemuda seumuran itu lagi dan lagi sedang berada di rooftop sekolah.

SCINTILLA ; MINYOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang