19. Enhancement

457 64 3
                                    

Kegelapan mulai datang, merenggut paksa sinar mentari yang sekarang berganti bulan. Lampu-lampu kota terlihat begitu apik lewat netra hitam pekat milik pemuda yang sedari tadi memandang luasnya Ibu Kota sembari menunggu sang kekasih membuka matanya, menyenderkan punggung dan bahu secara bersamaan pada ventilasi yang dibuat cukup besar; untuk kegiatannya yang sekarang bisa jadi.

Dia hanya sendiri, Namjoon, Hoseok, dan Taehyung sudah pulang lima belas menit yang lalu. Tentu saja Jimin mengusir mereka, pasalnya ketiga temannya itu begitu tidak tahu malu kalau sudah di apartemennya. Bilangnya tidak akan mengacau tapi tetap saja mulut mah memang selalu asal bicara.

Mendengus.

Lagi-lagi Jimin mendengus lantaran gadis di pojok sana; di atas sebuah tempat tidur yang ukurannya cukup besar, belum juga menunjukkan tanda-tanda akan membuka matanya dalam waktu dekat.

Jimin sudah memanggil dokter pribadinya ke sini, memeriksa barangkali pingsannya bukan pingsan biasa. Tapi, hatinya tidak bisa untuk tidak merasa lega karena Yoonginya baik-baik saja. Meskipun belum juga sadar, tapi tenang saja.

Jimin akan menunggu.

"Eunghh ...." Pandangan Jimin sukses teralihkan pada asal suara itu, sedetik kemudian dia menghampiri dengan cepat. Menggenggam telapak tangan Yoongi yang entah sejak kapan terlihat semakin kecil dan begitu dingin.

Yoongi mengerjapkan kelopak matanya, membiasakan sinar lampu yang teramat begitu terang bagi seseorang yang baru membuka mata sepertinya.

"Kau sudah bangun?" Entah dorongan dari mana, ia tidak hanya menggenggam tangan Yoongi tapi juga menghujani beberapa kecupan manis pada punggung tangan Yoongi yang halus. Ada perasaan senang yang teramat ketika mengetahui gadisnya telah sadar.

Oke, anggap Jimin berlebihan. Tapi, maklum dia tidak pernah merasakan sebahagia ini sebelumnya.

"Jimin?"

"Iya, ini aku."

"Apa ada yang sakit?"

Yoongi menggeleng. "Tidak. Hanya saja kenapa aku berada di sini? Seingatku ...."

"Kau pingsan, sayang."

"Ah! Iya aku sedang berada di kampus ingin pergi ke tempat kerjaku tapi tiba-tiba aku kehilangan kesadaran dan semuanya gelap. Aku bahkan tidak tahu apa yang terjadi."

"A-apakah ada yang terjadi?"

Jimin beringsut naik ke atas kasur dan duduk di sebelah Yoongi yang sisanya masih begitu luas. Merengkuh tubuh kecil Yoongi, membawanya dalam dekapan hangat pemuda itu. "Tidak ada, hanya masalah sedikit. Sudah, lebih baik dilupakan. Yang penting kau baik-baik saja." Semakin erat, Jimin membawa Yoongi dalam dekapannya.

Yoongi tidak bisa untuk tidak tersenyum mendapatkan perlakuan manis ini dari kekasih tercintanya. Baginya, ini adalah sejarah karena Jimin hampir sama sekali tidak pernah melakukan hal manis padanya. Tapi, sekalinya berbuat manis, Yoongi bahkan hampir diabetes karenanya.

"Apa kau khawatir?" Suaranya teredam pada dada bidang milik pemuda itu.

"Aku, tidak." Jimin menjawab sedikit menjeda beberapa detik pada kata terakhir. Membuat Yoongi terkekeh kecil karena dia terlampau peka pada perlakuan Jimin. Pemuda itu masih saja malu-malu hanya untuk sekedar mengakui.

Kemudian Yoongi melepas pelukan, menciptakan jarak yang tidak begitu besar di antara mereka. Matanya membola ketika ia baru menyadari satu hal.

"Astaga! Lukamu, Jim!" Yoongi terkejut kala mendapati beberapa luka lebam pada lengan dan goresan di sudut bibir Jimin. Kemudian beralih mengecek yang lain dan ia terkejut lagi ketika mendapati luka itu bukan hanya berada pada satu tempat. Jari-jari pemuda itupun terlihat merah karena terlampau sering memukul sana-sini.

SCINTILLA ; MINYOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang