9• Rumah Sakit

114 14 1
                                    

Happy Reading 🌸

Seorang wanita paruh baya meletakkan kantong kresek yang berisi bubur di atas nakas. Setelah selesai ia mendudukkan bokongnya pada kursi yang tersedia di dekat brankar.

Tangannya terulur untuk mengusap pipi seseorang yang tengah tertidur dengan selang infus yang tertancap di punggung tangannya.

"Sayang, kamu kenapa bisa kayak gini? Mama khawatir." Hanum berbicara seolah-olah ica tengah mendengarkannya.

Cklek

Pintu Ruang Mawar terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya yang tengah mengatur napasnya.

"Gimana keadaan ica? Apa ada luka yang parah?" Tanya emely khawatir.

Hanum menggeleng, "Alhamdulillah, tidak ada. Tapi ica harus di rawat dulu."

Emely menghembus napasnya lega, "Alhamdulillah."

Emely mendekati brankar dan mencium kening ica dengan sayang.

"Cepet sembuh ya sayang." Ucapnya lalu menegakkan tubuhnya dan duduk pada Sofa yang letaknya tak jauh dari brankar.

Cklek

Pintu kembali terbuka menampilkan sosok pria paruh baya dengan setelan jas formalnya.

Hendra Candra Winata-Papa Rachelica. Ialah seorang CEO di Perusahaan Winata Crop, perusahaan yang dibangun dengan jerih payahnya. Meskipun begitu, tetapi ia juga seorang Pelatih Olahraga Internasional.

Hendra melangkahkan kakinya mendekati brankar ica.

"Ica kenapa bisa begini?" Tanya Hendra pada Hanum.

Hanum menggeleng, "Aku tidak tahu, mas. Aku dapat kabar dari temannya ica yang mengatakan bahwa ica masuk rumah sakit. Tapi aku tidak tahu siapa orang itu." Jawab Hanum.

Hendra mengangguk, "Baiklah. Jika ica murni karena kecelakaan, saya akan memahami. Tapi kalo ini karena unsur disengaja, mau tidak mau saya akan kirimkan bodyguard untuk ica."

Hanum bangkit dari duduknya dan menatap Hendra tak setuju, "Mas, ica itu sudah besar. Kalau kamu kirim bodyguard, mana hasil yang selama ini kamu ajarkan untuk ica? Bukannya kamu melatih ica supaya menjadi orang yang kuat dan tidak lemah."

"Ah sudah sudah. Keputusan saya sudah bulat, Hanum." Hendra membalikkan badannya dan melangkah keluar.

Hanum menatap Hendra dengan sendu, "Kamu mau kemana, mas?"

Hendra menghentikan langkahnya, "Ada pekerjaan yang harus saya selesaikan." Jawabnya tanpa menghadap Hanum.

Cklek

Pintu ruang mawar kembali tertutup.

Emely bangkit dan memeluk Hanum.

"Yang sabar, Hanum. Hendra seperti itu karena khawatir, ia tidak mau kejadian seperti ini terulang kembali."
Emely mengusap bahu Hanum dengan lembut.

Hanum mendaratkan bokongnya pada sofa. Beberapa kali hembusan napas terus keluar.

"Ya, Mungkin benar, emely." Final Hanum.

***

Seorang laki-laki dengan pakaian tidurnya menuruni anak tangga. Ia melangkahkan kakinya mendekati meja makan. Saat hendak duduk, suara seseorang menghentikan pergerakannya.

"Bang, keadaan kakak yang tadi gimana?" Tanya manda dengan duduk manis di meja makan.

Rava menghela napas lalu mendaratkan bokongnya pada kursi.

RachelicaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang