4. Waspada

43 5 0
                                    

Sekitar pukul 3 sore, tari sudah bersiap menuju rumah sakit untuk melakukan medical check up. Seharusnya orang-orang seperti tari ini mesti rajin check up kesehatan, bukannya kenapa-kenapa tapi kesehatan itu memang penting. Seperti pepatah bilang 'lebih baik mencegah daripada mengobati' begini lah sekarang tari.

Sudah terlambat mencegah, mencegah masalah kesehatannya dan mencegah nasib orang-orang bergunjing tentang ia yang tak kunjung juga menikah. Sebenarnya orang tua tari cukup terbuka, garis bawahi mungkin ayah tari cukup terbuka bahwa pilihan hidup anaknya bukan menikah muda, bukan menikah sebagian tujuan hidup setelah lulus sekolah. Sampai detik ini ayah tari belum juga bawel bertanya 'kapan nikah' 'gak bosen sendiri mulu' ngga ayah tari tidak pernah berisik soal itu, paling ayahnya hanya bilang 'uangnya ditabung beli aset atas nama sendiri' atau 'pakailah uangnya buat jalan-jalan' tapi lain hal dengan ibunya.

Ibunya ini asli orang Betawi tapi bukan Betawi yang kuno banget juga sih, hobi ngegosip juga iya memang. Tapi ibu tari masih mengedepankan masa depan anak-anaknya tidak membiarkan anaknya hanya di sekolahkan sampai lulus SMA setelah itu terserah mau kerja jadi apa pun dengan gaji UMR sudah cukup dibanggakan buat bahan 'obrolan kampung'. Ibu tari tetap membiarkan tari kuliah sesuai dengan apa yang tari dan adik-adiknya mau, tetap membiayai mereka karena menurutnya pendidikan masih tanggung jawab orang tua.

Tapi ibu tari tetaplah ibu-ibu pada umumnya yang khawatir anaknya sukses dengan karir, punya rasa khawatir sampai umur menjelang 30 tahun ini belum ada laki-laki yang serius mau menjadikan dia istri, ibunya selalu khawatir karena karir tari laki-laki minder mendekati ia, yang sampai berkali-kali tari di berikan minuman doa-doa karena takut tari gak suka laki-laki atau laki-laki berbuat jahat dengan mengguna-guna tari. Memang se-kolot itu ibunya, padahal tari sendiri bukannya tidak suka dengan laki-laki hanya saja malas berbasa-basi kalau si laki-laki ini tidak serius dengannya.

"Nona utari" panggil suster jaga di pendaftaran
"Sebelumnya Mba utari sudah pernah medical check up?" Tanya suster jaga setelah tari menghampiri meja pendaftaran
"Belum, ini baru pertama sus"
"Oh baik, ini mau untuk keseluruhan aja atau mau ambil paket ya Mba?"
"Kalau ga salah saya tadi daftar untuk keseluruhan ya? Kalau yang paling ringkas, saya tau saya sakit apa gitu ada gak Mba? Tanya tari, si serba ingin cepat mode.

"Sebelumnya ada keluhan apa Mba?"
"Kemarin sih saya sempet di rawat, karena masalah lambung kayanya. Cuma dokter waktu itu minta saya buat minta serangkaian test gitu atau apalah namanya saya lupa. Karena saya gak ada waktu, waktu itu jadi saya bilang nanti saya balik lagi" jelas tari
"Kalau gitu, saya daftarkan ke poli penyakit dalam saja dulu ya Mba, biar nanti dokter yang merujuk kalau memang ada masalah lain" terang suster yang disetujui tari.

Setelah mendapat nomor antrian yang bisa dibilang cukup jauh karena ia dapet nomer antrian 20. Tari duduk di ruang tunggu berserta pasien lainnya.

Tak banyak pasien di ruangan ini ada sekitar 30 orang mungkin dengan orang-orang yang mengantar si pasien, apa jangan-jangan tari mendapat nomer terakhir ? Batin tari. Karena tak ada pasien lagi yang datang dari arah pendaftaran.

"Yaelah, buat periksa kesehatan aja gue tetep jadi yang terakhir. Keknya memang Tuhan seneng banget nyuruh gue nunggu" ujar tari pelan dan kembali sibuk bermain handphonenya.

EN.DO.SKO.PI ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang