19. Warung Makan

38 4 0
                                    


Setelah menghabiskan waktu sunset bersama di Crsytal Bay,  tari dan abi makan malam bersama, di dekat dengan tempatnya menginap. Karena desa Toyapakeh merupakan desa muslim di pulau nusa penida, sehingga tak sulit untuk mereka mendapatkan makanan halal. 

"kamu itu di luar ekspetasi ku utari." ucap abi memulai obrolan setelah memesan makanan dari warung pinggir jalan

"kenapa? penampilan ku terlalu metropolitan, anak-anak hedonis  ya?" 

"kurang lebih seperti itu, tapi hampir seharian pergi sama kamu, kamu tidak terlalu 'mendewi' atau berlaga 'princess'  padahal tampilan kamu cukup princess.

"hahaha. terima kasih. cukup buat tersanjung di puji sama orang, yang kayanya setiap harinya selalu di puja-puja.. kalau liburan nya cuma sampai ke bali doang, berarti aku bukan lagi pingin liburan  hedon kalau kata lena, 'lagi liburan kere' haha"

"kenapa bisa begitu? berarti kamu cukup sering dong ke bali" 

"ke bali main di kuta, ubud, bisa di bilang cukup sering. Bali itu tempat pelarian paling murah, yang bisa dapat ketenangan hati, pulang dari sini bisa bahagia efek ke aku sih gitu. kalau misal mau kabur ke singapura, karena mumet kerjaan, ngapain? sama aja buang duitnya buat belanja, tempat wisatanya cuma ya kaya gitu doang. ke labuan bajo udah pernah tapi kalau cuma buat kabur, mainnya sampai kesana, ya kempes juga kantong.. memang pemandangan nya bagus bikin ketagihan tapi kocek yang keluar cukup wow, sekali pun untuk backpaker. Jadi bali udah yang paling  favorit deh" 

"cukup masuk akal.."

"terus kalau penampilan ku yang tadi kamu bilang kaya princess ini. aku kalau liburan selalu backpaker btw dan mungkin jadi prinsip tak sengaja deh antara aku dan lena karena 'people judge by the cover' terbukti kan? kamu menilai dan punya 'ekspetasi' tentang ku dari penampilan."

"hahaha, mungkin iya. tapi kamu juga pasti kan?"

"pasti lah.. hahaha. apalagi yang gak bisa terlewatkan kaya kamu bii.. secara wow gini, topik hangat untuk di nilai hahaha" canda tari

"kaya aku tuh yang kaya gimana sih? bukan narsis ya. Ganteng gini visual ku atau gimana?" 

"hahaha. pak dokter ternyata sadar ya kalau ganteng!." 

"hahaha, sudah cukup sering dibilang seperti itu" ucap abi dengan ekspresi buat siapa saja yang melihat terpesona 

"visual bisa juga, cuma kayanya cantik atau ganteng itu relatif kan?, tapi kalau misal nih dia gak ganteng pakaian yang dia pakai rapi, wangi kan jadi enak di liat dong. padahal ternyata pas udah kenal orangnya nyebelin banget, sok narsis, udah gitu manner nya jelek banget beuh. emang penampilan itu menipu."

"makanya kamu mau menipu dengan penampilan kamu nih atau gimana?" tebak abi tepat sasaran, sudah tari bilang kan. Abi bukan saja pendengar yang baik untuk cerita-cerita tari tapi pemberi kesimpulan yang tepat sasaran. 

"mungkin dulu iya, karena statemen orang-orang. tapi makin kesini malah di salahkan dengan penampilan ku yang kaya gini. dulu aku tuh sering banget di judge  'lo sih, kalau pakai baju ngga rapi, lo sih gak mau make up, lo sih gak perawatan' bla bla bla lainnya. Sampai aku kerja punya uang sendiri, lena bilang 'tunjukin beb ke orang-orang lo bisa kok menarik dengan cara lo sendiri' jadi pas sudah merasa mapan, 

mulai beli deh ini itu, pokoknya mulai menerobos statemen orang-orang ini. Sampai ketemu titik 'lha ngapain ya, gue berubah karena orang lain. toh gue udah kaya gini pun statemen orang-orang tetap gak berhenti'. beberapa kali di deketin cowok, omongan nya kalau lo kurang ini deh ini itu, terus sekarang cowok-cowok yang deketin minder dengan alasan terlalu sempurna. basi gak sih kaya gitu" jelas tari 

"cukup amat sangat basi" 

"nah maka dari itu. terus kalau sekarang masih terlihat menarik, ya karena buat diri aku sendiri lah. masa kerja udah capek pelit untuk diri sendiri rugi dong, dan sekarang kalau orang-orang suka berstatemen macam-macam ya bodo amat deh. hidup-hidup gue bukan urusan mereka" 

Warung makan pinggir jalan, abimanyu sebagai pendengar adalah perpaduan yang tak bisa tari jelaskan, terlalu sempurna untuk menceritakan hal-hal sederhana tentang hidup. Karena untuk Utari bukan restoran fancy , cafe mewah lainnya untuk sekedar ingin tau siapa tari. dan karena abimanyu malam ini tari lupa, kalau abimanyu dan ia hanya pasien dan dokter yang tidak sengaja bertemu di tempat liburan masing-masing dengan tujan berbeda. 

Sementara abi, terpaku dan semakin terpesona dengan utari. Utari terlalu di luar ekspetasi abi. bolehkah abi berharap semua ini tidak berakhir di sini, di nusa penida, di warung makan pinggir jalan, di malam yang sunyi di desa toyapakeh. abi berharap masih ada malam-malam yang akan ia habiskan untuk mengenal utari, bertukar sudut pandang tentang hidup.   

EN.DO.SKO.PI ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang