8. What The Hell Part B

97.1K 5.7K 178
                                    

Di kantor, sudah ada 20 siswa-siswi pilihan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Di kantor, sudah ada 20 siswa-siswi pilihan. Tadi malam Tara sudah mengkonfirmasi ke wali kelasnya bahwa dirinya memilih kelas Fisika. Pak Yogi, selaku kepala sekolah berdiri di kursi terdepan untuk memberikan arahan pada para siswa-siswinya.

"Baiklah anak-anak. Pertama-tama, saya ucapkan selamat bagi kalian yang lolos ujian penempatan. Di kelas malam ini, kalian akan ditempatkan di asrama Alexander. Mengingat kemungkinan kelas malam akan sampai jam sepuluh," jelas Pak Yogi.

Luvee mengangkat tangan. "Maaf, kalau seandainya saya tidak tinggal di asrama, bagaimana?"

"Boleh-boleh saja. Kami hanya menyediakan asrama saja, barang kali kalian kelelahan setelah bimbingan malam. Jadi kalian tidak perlu lelah di perjalanan. Kalau kalian tidak mau menempatinya, tidak masalah."

"Kasur asrama bukan kasur sultan. Mana mau gue menempatinya," gumam Bryan pelan.

"Baiklah, anak-anak. Mari ikut saya! Saya akan menunjukkan pembagian kamar kalian di asrama." Pak Yogi keluar dari kantor, diikuti 20 siswa yang lainnya.

Asrama Alexander berada tepat di belakang sekolah. Di mana asrama putra dan putri hanya disekat dengan pagar besi. Namun dilengkapi dengan CCTV, takut para siswa berbuat yang tidak-tidak jika tanpa pengawasan ekstra.

"Untuk murid perempuan, silahkan masuk ke asrama putri. Nanti di dalam ada Bu Yani yang akan menunjukkan kamar kalian," jelas Pak Yogi.

Luvee dan sembilan siswi lainnya mengangguk paham. Mereka memasuki asrama putri dan berjumpa dengan seorang wanita bertubuh tambun nan berlipstik merah menyala. Bu Yani namanya.

"Selamat pagi, anak-anak," sapa Bu Yani.

"Selamat pagi, Bu," sahut Luvee dan sembilan orang lainnya.

"Meskipun kalian adalah murid pilihan, tapi peraturan asrama ini tetap sama. Pertama, kalian harus menjaga kebersihan dengan membuang sampah pada tempatnya." Bu Yani mulai berjalan, menyusuri koridor, diikuti sepuluh siswi-siswi pilihan.

"Waaah asrama ini bagus banget." Luvee terkagum-kagum dengan gaya arsitektur bangunan asrama yang didesain ala Eropa.

"Kedua, kalian tidak boleh menerima tamu laki-laki. Dan ketiga, kalian tidak boleh memakai pakaian minim saat keluar kamar. Mengerti?" Bu Yani berbalik dengan mata melotot.

"Mengerti, Bu," sahut para siswi.

Bu Yani membagikan kunci kamar pada masing-masing siswi dengan pembagian yang sudah ia atur. Satu kamar berisi dua siswi. Luvee sekamar dengan Thalia, siswi terpilih kelas Matematika di kamar 008.

Saat memasuki kamar bersama Thalia, Luvee terperangah takjub dengan interior kamar yang cukup mewah menurutnya. Meskipun kamar asrama tidak ada apa-apanya bila dibandingkan kamarnya sendiri.

"Eh nama lo Luvee, ya?" Thalia memulai pembicaraan.

"I-iya," sahut Luvee gugup. Ia bergegas mengeluarkan sarung tangan dari dalam tasnya lalu memakainya cepat setelah memprediksi Thalia ingin berjabat tangan.

Thalia mengulurkan tangan. Sudah Luvee tebak.

"Kenalin, gue Thalia," kata Thalia dengan seulas senyum.

Luvee menjabat singkat tangan Thalia. "Luvee."

"Gue kayaknya bakalan tinggal di sini deh kalau jadwal kelas malam." Thalia merebahkan tubuhnya ke atas kasur. "Rumah gue cukup jauh soalnya."

Tidak ada sahutan. Luvee bingung harus membalas apa. Sejak kejadian setahun yang lalu, Luvee kurang pandai berkomunikasi.

"Rumah lo dekat sini, ya?" tanya Thalia.

"Hm." Luvee mengangguk.

Rumah Luvee hanya berkisar 5 kilometer dari sekolah. Berbeda dengan rumah Thalia yang jaraknya nyaris 15 kilometer. Mungkin terdengar dekat. Tapi Thalia harus menempuhnya cukup lama, mengingat jalanan Jakarta yang sering macet. Thalia tak mau kelelahan akibat perjalanan.

"Gue dengar, lo jago Matematika, ya?" tanya Thalia.

"He'em," balas Luvee singkat.

"Cerewet sekali cewek ini," batin Luvee kesal. Dia tidak suka ada orang lain yang menanyainya terus-menerus kecuali saat olimpiade.

"Mau tukeran nggak? Gue mau ke kelas Fisika soalnya. Di sana ada Daniel, si bad boy sekolah. Aduuuh dia tuh gemesin tau nggak. Kayak karakter wattpad yang gue baca," oceh Thalia. "Kalau gue sama Daniel sekelas, kan, nanti kehaluan gue bisa tersalurkan dengan baik. Biar cinta gue nggak bertepuk sebelah tangan."

"Tidak bisa bertukar tempat. Aku sudah menanyakannya ke kepala sekolah."

"Yaaah nasib deh. Gue nggak bisa sekelas sama cowok ganteng."

"Apa di pikiran cewek ini hanya cowok tampan aja?" pikir Luvee.

"Mungkin gue bakalan sering bobok sendirian. Rumah lo kan dekat. Heeem ... andai saja gue punya pacar seperti Daniel." Thalia mulai berandai-andai. "Mungkin gue nggak bakal kesepian meski bobok sendirian."

"Pacaran saja sama kudanil," batin Luvee.

Sejak kejadian setahun yang lalu, Luvee sedikit sensitif dengan hal-hal yang berkaitan dengan cinta atau pacaran. Bagi Luvee, semua cowok itu sama saja. Tidak ada yang bisa dipercaya kecuali papa dan abangnya.

❤❤❤❤❤
Zaimatul Hurriyyah
Selasa, 31 Maret 2020

❤❤❤❤❤Zaimatul HurriyyahSelasa, 31 Maret 2020

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Daniel

Trapped in the nightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang