Rhea.
Sepulang dari membeli martabak, Nobel dengan lambe turahnya segera mengabarkan pertemuan nggak sengaja gue dengan Abe kepada seisi rumah.
Papa yang sedang sibuk dengan berkas-berkas kantornya hanya merespon dengan senyum. Kak Angga yang kebetulan sedang di rumah juga hanya melirik sekilas, merasa tak tertarik dengan cerita Nobel.
Hanya Mama yang benar-benar mendengarkan cerita Nobel sambil menata martabak di piring lalu menghidangkannya di meja ruang keluarga.
Gue hanya mendengus kesal. Membiarkan Nobel bercerita sesukanya. Setelah selesai mengoceh, Nobel beralih ke Kak Angga yang sedang sibuk main game. Gue merasa lega karena terbebas dari suara berisik Nobel.
Mama mendekat ke gue, duduk tepat di sofa sebelah gue. Tangannya menawarkan martabak yang kemudian gue ambil. Kalau sudah begini gue jadi waspada, takut-takut Mama bertanya tentang Abe.
"Hema ke mana, Dek? Kok nggak pernah main ke sini lagi?"
Pertanyaannya melenceng jauh dari prediksi, tapi justru membuat gue semakin takut menjawab.
"Dia sibuk, Ma. Jadwal lombanya padat. Dia juga punya banyak organisasi yang harus diurus." Gue berusaha terlihat biasa sambil kembali memakan martabak.
"Kalian nggak bertengkar, kan?"
Gue menggeleng.
"Syukurlah kalau kalian baik-baik saja."
Gue mengangguk. Sengaja memenuhi mulut gue dengan martabak agar tidak bisa bicara. Biar Mama nggak nanya-nanya lagi.
Gue bersyukur karena Mama beranjak, menawarkan martabak ke Papa. Syukurlah beliau nggak melanjutkan interogasinya.
Hema, Hema...
Bahkan mengenyahkan nama lo dari telinga gue aja se-susah ini. Jadi gimana gue bisa membuat lo benar-benar pergi?
***
Esok paginya gue pergi ke sekolah diantar Kak Angga. Hari ini hari Minggu, tapi karena Sora si Kampret gue jadi terpaksa pergi ke sekolah buat bantu-bantu mempersiapkan HUT sekolah yang tinggal H-2.
Sora yang tahu kalau gue diantar Kak Angga sengaja nunggu gue di depan gerbang. Pengen dinotice Kak Angga katanya. Padahal gue tahu banget kalo Kak Angga nggak bakal sekalipun ngelirik dia.
"Hai, Kak! Kakaknya Rhea, ya?"
Seperti yang gue duga, Kak Angga nggak merespon Sora sama sekali. Dia cuma pamit ke gue kemudian pergi.
Gue menatap Sora dengan kasihan. Pengen ketawa sih, sebenernya.
"Kakak lo kok gitu banget, sih, Rhe?"
Gue cuma ketawa sambil berjalan menuju lapangan utama yang sudah ramai.
"Udah punya pacar belum, sih? Sok cuek gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Average
Teen Fiction"How can I love you if I don't love who I am?" "Then you don't need to love me. It's enough if only I who love you." Rhea Aninditha, seorang gadis yang hanya sebatas rata-rata. Untuk menjadi 'lebih', dia terhalang oleh batas 'cukup'. Tentang Rhea ya...