Tiga Belas.

60 15 4
                                    

Rhea.

Malam tadi gue baru bisa tidur jam dua lebih karena mikirin orang itu. Dan gue yakin, orang yang gue pikirkan bahkan nggak tidur semalaman karena terus-terusan mikirin Mamanya.

Iya, lagi-lagi gue memikirkan Hema.

Hema sepertinya udah kembali jadi alasan kenapa gue nggak bisa tidur setelah beberapa bulan sebelumnya tidur gue nyenyak-nyenyak aja tanpa dia.

"Lo beneran baik-baik aja?" tanya Abe untuk yang ke-sekian kalinya pagi ini.

Gue tersenyum sambil nyerahin helm ke dia. "Iya, Be."

"Gue khawatir aja ngelihat lo kayak gini." Abe berjalan di samping gue, kita pun meninggalkan parkiran sekolah.

Gimana nggak khawatir, gue sendiri aja iba sama penampilan gue. Kantung mata yang hitam, wajah pucet, bibir pucet nggak dikasih apa-apa karna gue buru-buru tadi.

"Bukannya lo seharusnya belok?" Gue baru sadar setelah kita udah sampai di koridor IPA.

Harusnya tadi Abe belok kanan menuju kelasnya di IPS, bukan malah lurus ke koridor IPA.

"Mau nganterin lo sampe kelas," ucapnya dengan santai.

"Beneran?"

"Ngapain boong?"

Sebenarnya gue mau-mau aja diantar sampai kelas, tapi gue takutnya temen-temen gue...

"Ceileh, masih pagi udah uwu-uwuan aja."

Ini yang gue takutkan.

"Nganterin ke kelas doang." Abe menjawab ledekan Sora.

"Jadi udah mulai go public, nih?" tanya Sora yang tadi tiba-tiba muncul di depan pintu.

Gue yang udah malu karna dari tadi dilihatin anak-anak yang lewat di koridor segera meraih tangan Sora dan mengajaknya masuk ke kelas. "Gue masuk ya, Be."

"Ntar pulangnya gue jemput di kelas."

"Nggak usah, ketemu di—"

"Bye, Rhe!" Abe senyum sambil melambai ke gue sebelum dia balik badan dan pergi ke kelasnya.

Sora yang sempat menahan buat ngeledek gue akhirnya mengeluarkan ledekannya. "Diantar sampek kelas, dijemput di kelas juga. Itu pacar apa abang Go-jek?"

Perhatian gue tiba-tiba teralihkan oleh satu kursi di bangku depan yang kosong.

"Kalo emang pacaran ya bilang aja kali, Rhe. Nggak usah takut dimintain PJ."

Gue udah nggak mendengarkan ucapan Sora setelah itu, pikiran gue benar-benar teralihkan sama kursi kosong tadi.

Nggak mungkin kalo berangkat telat, dia aja selalu berangkat lebih awal dari gue. Satu-satunya alasan yang mungkin adalah dia memang nggak masuk sekolah.

Dan benar, sampai bel masuk berbunyi kursi itu tetap kosong.

Awalnya gue masih biasa, nggak mau negatif thinking dan mikir yang bukan-bukan. Waktu diabsen juga Darren bilangnya Hema izin karna tiba-tiba nggak enak badan dan nggak sempat nulis surat izin.

Gue jadi berpikir "Mungkin dia emang lagi nggak enak badan."

Sampai besoknya kursi itu tetap kosong. Dan esok harinya lagi, masih saja kosong. Total udah tiga hari dia nggak masuk sekolah.

Aneh, nggak biasanya Hema izin sampai tiga hari kayak sekarang ini.

Pikiran gue sekarang terbagi menjadi dua. Yang satu berusaha tetap positif thinking dan percaya kalo Hema baik-baik aja, yang satu lagi menolak buat terus-terusan mikirin Hema.

AverageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang