Prolog

10 0 0
                                    

Angin tengah sibuk menerpa raga ini. Menambah perih nya luka-luka yang entah berapa jumlahnya. Sejak tadi aku masih bertanya-tanya, pukul berapa sekarang. Yang ku tahu hanyalah mentari belum nampak di ufuk timur sana. Tubuh ku sudah sangat lelah, entah kemana mereka membawa ku.

Kami sudah berjalan kaki mungkin sekitar 7 kilometer jauhnya, aku hanya bisa menduga mereka kebingungan mencari kuburan yang cocok untuk bocah ingusan seperti ku. Kedua orang yang mengawal ku sedari tadi terus menerus menendang punggung ku agar aku tak berhenti berjalan. Sialan, ingin ku pukuli wajah mereka yang sedang tersenyum puas itu. Tapi apa daya, tenaga sudah hilang dari raga. Yang bisa ku lakukan hanya pasrah dan bersiap menanti ajal.

Kami sampai di Lembah Tak Bertuan, dimana tidak ada manusia yang berani masuk kesana. Selain karena hanya terdiri dari tebing dan jurang, jalanan nya pun curam dan tidak rata. Ditambah dengan bau daerah ini yang kata orang sudah tidak sedap sejak aku belum lahir. Kami tiba di salah satu jurang yang dikira nyaman untuk eksekusi kematian. Aku dipaksa berlutut di tepi jurang tersebut sambil menyaksikan sedalam apa jurang yang akan ku masuki.

Lelaki berjanggut yang ada dibelakang ku pun berkata "Sekarang pukul setengah 4 subuh, sudah puas hah ?".

"Yah ini lebih baik" ucap ku seraya kaki salah satu dari mereka menendang keras punggung ku.

Membuat ku terlempar jatuh ke jurang tanpa dasar itu.

Kulihat bagaimana kegelapan menyambut kedatangan ku dengan riang. Hembusan angin subuh membuat ku seakan mengambang dan sulit tuk bernafas. Aku tidak bisa lagi berpikir karena angin itu membuat ku tersematkan, kepala ku hanya terbayang mereka yang berharga bagiku. Ibu, Tere , dan juga kawan kawan seperjuangan.

Terbayang pula wajah ayah yang hanya bisa sedikit ku ingat. Akhirnya ku mengetahui bagaimana nasib ayah, akhirnya aku tau bagaimana ayah menjemput ajalnya, akhirnya aku menyusul ayah. Pikiran itu terus terngiang dikepala hingga raga ini sampai ke dasar jurang.

Gelap....

Hening...

Sunyi...

Langit Yang MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang