Keputusan

1 0 0
                                    

Setelah bernegosiasi cukup lama, akhirnya munculnya sebuah keputusan. Aku bersedia membantu Pak Hananto untuk membuat Tere pulang. Beliau pun bersedia membebaskan ku dan Hasan hari itu juga. Jam menunjukan pukul 3 sore, dimana kami akhirnya di antar ke terminal Kota Sansani. Sebelum diturunkan disana, petugas yang mengantar kami menyuruh kami untuk bungkam.

"Jangan sampai orang luar tahu tentang ini. Jika sampai begitu,  kalian takkan kubiarkan lagi melihat mentari". Ucapnya dengan nada mengancam.

Setelah berkata begitu, mobil yang mengantar kami pun segera melesat jauh meninggalkan kami berdua.

"Hoy Langit !" Seru seseorang berjaket biru dari kejauhan.

Setelah ia mendekat, baru lah aku mengenali nya. Ia adalah Sapta, tangan kanan Lucas yang juga merupakan anggota Wiratra.

"Apa yang kau lakukan disini ta?" Tanya Hasan.

"Lucas menyuruh ku untuk stand by setiap hari disini, karena ia menduga pasti kalian berdua akan dibebaskan disini". Jelas Sapta.

Lucas adalah ketua kami, umurnya 6 tahun lebih tua dari ku. Dia memiliki insting yang sangat tajam dan akurat. Entah bagaimana perkiraannya seringkali tepat. Ia bisa menduga rencana pergerakan musuh dengan tepat dan akurat. Tentu saja hal ini ia dapatkan dengan puluhan pengalaman, karena ia memang yang paling tua diantara kami. Ia pun sudah berkali-kali kena sweeping aparat, sehingga tidak perlu kaget lagi jika ia tahu banyak hal.

"Yasudah, ayo kita kembali. Perut ku sudah lapar". Kata Hasan sambil berjalan menuju mobil milik Sapta.

1 jam kemudian, sampai lah kami di markas. Markas kami memang cukup jauh dari kota, sehingga sulit untuk menjangkau nya. Terlihat semua orang sedang berkumpul dan berbincang.

"Hey lihat siapa yang datang" Kata Lucas menyambut.

"Wah 2 pahlawan sudah pulang dari perang rupanya" Kata Zaid yang segera menghampiri kami.

Kami pun dibawa kedalam.

"Mandi sana, bau kalian sudah tidak jelas asal usulnya" Kata Nadya sambil memberi handuk kepada kami.

"Iya mandi dulu, setelah itu baru makan. Aku sudah menyiapkan nasi goreng untuk kalian". Kata Tere menambahkan.

"Wahhh...Langit pasti senang tuh, dimasaki oleh pujaan hati" ledek Hasan.

"Sudah ah, pokoknya sana mandi dulu". Ujar Tere kesal.

Setelah mandi dan makan, barulah Nadya bertanya tentang apa saja yang kami alami.

"Bagaimana kalian bisa lolos?" Tanya Nadya penasaran.

"Untuk alasan itu, aku ingin dibicarakan personal saja. Sebab ini sedikit privasi". Jelas ku.

Tere lalu menghampiri ku dan mengecek setiap jengkal tubuh ku. Mencari luka-luka untuk ia obati sebisanya.

"Apa saja yang mereka lakukan? Kata Lucas mereka bisa sampai menyetrum mu. Begitukah?" Tanya Tere.

Wajahnya benar-benar imut saat sedang khawatir begini. Seakan bibir ini takkan bisa berkata tidak untuk setiap permintaannya.

"Ya kira-kira seperti itu. Tapi tidak apa-apa kok. Kau tahu aku ini cukup kuat kan?".

"Tetap saja kau pasti kesakitan. Lain kali jangan memaksa ku tuk lari meninggalkan mu, atau aku akan sangat marah sekali". Katanya sambil memasang wajah cemberut .

"Ya deh, akan ku usahakan". Ujar ku menenangkan.

"Tere...suka puisi tidak?" Kata ku iseng.

"Suka, memang kau bisa membuatnya?" Jawab Tere.

"Bisa, jika kau inspirasnya". Ujar ku dengan yakin.

"Pukul berapa sekarang?" Tanya ku padanya.

"Sekarang pukul 17.45" jawab Tere setelah melihat jam tangan yang ia kenakan.

Saat ini pukul 17:45
Dimana bulan telah nampak wujudnya
Ditambah hangat nya langit jingga
Tetap tak sebanding jika kulihat bahagia nya...

Kini sang fajar pun berlalu
Hilang tertelan hasrat akan rindu
Kembali kah ia pagi nanti?
Atau justru hilang tanpa ada bukti

Bayang bulan terus berdiri
Menghilangkan jingga yang tengah sendiri
Menang kah sang kegelapan?
Atau punya kah kita harapan?

Wahai senja ku...
Bertahan lah kau lebih lama
Karena disini ku katakan dengan baku
Alasan ku ada karena kau tercipta

Itu adalah puisi pertama yang kubuat untuknya. Juga saat pertama pula, berani ku utarakan rasa ini padanya. Terima kasih tuhan...karena telah menjadikan senja sebagai latar kisah kami berdua....

Langit Yang MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang