Epilog

1 0 0
                                    

Hujan deras mengguyur semua penjuru negeri. Angin kencang membawa pesan tentang kejadian yang baru-baru ini terjadi. Tentang kegagalan sebuah aksi yang didalamnya melibatkan banyak tokoh yang tentu sangat dinanti para sanak famili nya sendiri.

Begitu pula terlihat seorang ibu yang tengah menunggu anaknya pulang didepan teras rumah. Tangan masih setia memegang secarik surat dari anaknya yang ia telah ia terima sejak 3 hari yang lalu. Wajahnya berusaha melawan tangis, agar tak sama dengan hujan yang terus menjatuhkan airnya.

Kau curang
Oleh paras elok tuk dikenang
Patut kah ku lupa?
Tentu tidak wahai jiwa

Rindu pun curang
Datang deras setinggi ombak
Yang pergi hanya sekecil kerang
Tersisa jutaan rasa yang terjebak

Masih kah diri mu ingin bermain?
Sebab semesta pun mau jika kau ingin
Jangan sekali pun takut kalah
Bukan karena ku seorang pengalah
Tapi karena pintu hati ini telah engkau jajah

Dilarang menunduk !
Karena sesungguhnya ku telah takluk


18 November 2005

Tere ku, maafkan aku tidak bisa menemani mu beberapa hari kedepan. Tapi nanti aku akan kembali. Kau tungguh lah diri ku dengan nyaman dan doa dari sana. Aku sedang sibuk bersembunyi saat ini.

Nanti saat ku kembali, kupastikan kita akan hidup bahagia selamanya. Sebab aku takkan lagi pergi dari sisi mu. Kita akan saling bersama secara utuh kala itu. Sebagai gantinya, izinkan puisi ku diatas yang menjadi awal kedatangan ku nanti. Tunggu lah diri ku ya... Nanti kubawakan pula sebuah kado sebagai tanda maaf karena keterlambatan ku saat itu...

Kekasih mu,
Langit

Surat itu pun hanya terbuka di meja, disebuah rumah orang yang sudah pasti atau bahkan lebih dari berkecukupan. Hujan memang sedang membungkus negeri. Membuat semua orang tak ada yang berani keluar dari rumah masing-masing.

Namun berbeda dengan seorang gadis dirumah itu. Seorang gadis yang tengah sibuk menari ditengah hujan. Raut wajahnya tak menunjukan kesedihan, tak juga menunjukan kesenangan. Ia seperti kelabu, sebab sudah tak ada lagi alasan untuk merindu.

Sendirian lah ia menari dan memandangi langit yang tengah di menurunkan hujan.

Ditengah...

Langit yang menangis...

Langit Yang MenangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang