7 - Zero O'clock [150520]

4.7K 595 304
                                    

Tidak peduli sekeras apa kita menyembunyikan diri, takdir tidak memandang celah untuk dapat temukanmu lagi. Bergulir layaknya bulan mengelilingi bumi, tiada pilihan lain selain menjalani. Sosoknya bagai tengah berjalan diatas bukit berduri, berdarah dan bernanah. Tetapi percayalah, bahwa sesuatu yang menyakitkan, akan berbuah manis pada akhirnya. Sekalipun tetap saja pahit untuk sebagian orang.

Terbaring tanpa daya tanpa tenaga bertemankan set infus dan seutas nasal cannul di dalam kamarnya sendiri, Jungkook jelas tidak baik-baik saja.

Stres berlebihan dan tukak lambung yang semakin diperparah dengan ditemukannya lebam dipermukaan perut Jungkook, begitu kata dokter.

Meski adiknya telah tertidur lelap saat ini, tetap saja Taehyung tidak bisa tenang. Menemukan Jungkook sudah terkapar dilantai kamar mandi bersama bunda. Terlebih lagi ketika dirinya membaringkan sang adik, piyama longgar yang dikenakannya tidak sengaja tersingkap dan menampilkan bulatan membiru yang cukup besar, hampir saja membuat Taehyung kalap ketika tahu siapa dalangnya. Ia benar-benar akan memukul ayah jika tidak ingat harus memberikan Jungkook pertolongan segera.

Taehyung akhirnya hanya berusaha meredam emosi sampai dokter tiba dan selesai memberikan informasi mengenai kondisi adiknya.

Bunda berbaring disamping Jungkook, tidak peduli lagi akan bendera perang yang Taehyung kibarkan untuk ayah. Paras rupawan si putra bungsu yang kini terlihat sangat pucat dan basah oleh keringat, tak henti bunda usap dengan hangat. Setidaknya hari ini Jungkook bisa beristirahat dengan nyaman tanpa perlu khawatir dengan berbagai urusan yang tanpa sengaja terbengkalai. Semua orang akhirnya mengajukan cuti, demi menemani si manis yang sedang tidak ada energi ini.

"Ini keinginan ayah? Selamat! Kau berhasil" persetan dengan posisi anak dan orang tua. Jika sudah marah begini, rasanya badai salju pun tidak mampu mendinginkan otaknya yang sudah padam. Taehyung berdecih sinis, memang berniat mengintimidasi.

"Tuan besar Kim Joohwan. Apa yang akan orang-orang berperut besar itu katakan jika tahu sosok penguasa dunia bisnis Korea Selatan memiliki sisi liar seperti ini"

Emosi ayah terpancing sudah. Kedua tangannya terkepal, tapi ayah tahu, ia harus menahan diri jika ingin perselisihan diantara mereka selesai.

"Puas menyudutkan ayah, Kim Taehyung?" setelah lama diam, akhirnya ayah mulai buka suara. Tidak terima juga di pojokkan anak sendiri.
"Ayah memang bersalah. Ayahmu ini memang pria brengsek. Ayah telah dibutakan oleh obsesi. Tapi bukan berarti kaulah yang paling benar sehingga bisa bebas mengintimidasi ayah seperti ini. Ayah sudah berulang kali meminta maaf, tapi kau mengabaikannya, kau pikir itu tindakan benar?"

"Lalu ayah sendiri bagaimana? Ini tidak kali pertama ayah melakukan hal serupa pada adikku, bukan? Perlu ku perjelas? Luka cambukan di punggung Jungkook, ayah mengakuinya?"

Tatap mata Taehyung sedikit meredup. Sedangkan diatas ranjang, bunda kian erat mendekap Jungkook, sesekali air matanya ikut mengalir ketika terlintas bayangan tentang hari-hari berat yang harus bungsunya lewati.

Ditempatnya berdiri, ayah memandang sendu kearah si bungsu yang masih terpejam dan tidak peduli sekitar, putranya murni berada kendali bawah sadar.
"Karena itu.., biarkan ayah meminta pengampunannya. Ayah bersungguh-sungguh dalam hal ini. Jungkook putra ayah, apapun yang ayah lakukan bermaksud demi kebaikannya"

"Kalau begitu buktikan. Aku tidak butuh omong kosong" tepat setelah melontarkan kalimat dengan nada sedemikian dinginnya, si sulung Kim itu berlalu pergi dari kamar Jungkook. Entah ingin kemana, namun yang didalam dapat mendengar suara deru mesin kendaraan beberapa saat kemudian.

Ayah beralih menatap bunda dengan lembut, namun pancaran matanya kentara sekali menyesal. Pria paruh baya itu kini tahu bagaimana rasanya tersudut dan sendiri. Ia akhirnya dapat merasakan bagaimana posisi Jungkook selama ini.

[✔] The Edge For Tomorrow || FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang