Hana pov
Setelah mendengar penuturan ayah, aku bertekat untuk menyembuhkan penyakit yang ayah derita. Aku tak kuat tiap kali melihat ayah bermuntahkan darah setiap harinya. Kutukan? Yang benar saja. Keberadaan penyihir saja aku tak terlalu percaya. Selama ini, aku dan ayah selalu hidup normal. Orang-orang di desa Vyartha tak pernah membahas apapun soal sihir. Apakah sihir memang benar-benar ada? Aku mempertanyakan hal itu.
Namun, ayah pernah bercerita bahwa sihir itu benar-benar ada. Jika ia berani bertaruh, aku bisa melihat dan mencari tahu semua tentang sihir di ibukota Kerajaan Tola. Sumber semua sihir di kerajaan ini. Untuk desa yang terbuang, tak mungkin ada pengguna sihir atau pun orang yang percaya akan mitos itu. Kalaupun ada, aku benar-benar ingin melihatnya.
Jika ayah telah berkata demikian, aku harus percaya dan mencoba untuk mencarinya. Obat penawar kutukan itu. Aku harus pergi ke ibukota dan mencari sang penyihir? Ini tidak masuk akal. Bagaimana aku bisa meninggalkan ayah seorang diri dan berpetualang mencari obat?
Aku berfikir keras akan solusi terbaik untuk permasalahan ini. Selagi mencangkul tanah gembur di ladang belakang rumah kami, dan menaburkan bibit-bibit baru.
"Hana, sedang apa kau? Melamun lagi? Berhenti berfikir keras, itu bukan gayamu", seseorang bersuara dengan lantang dari seberang sana yang sudah aku kenal sejak aku kecil. Ya, itu paman Sam. Teman dekat ayah sekaligus tetangga kami.
"Berhenti berteriak dan menggangguku, paman", balasku.
"Bukankah kau juga berteriak, dasar aneh". Paman Sam dan aku sering mengejek satu sama lain. Sejak aku kecil, ia selalu menggangguku, tapi ia teman terbaikku dan ayah. Walau sifatnya kekanak-kanakan, ia akan siap sedia membantu kapan saja jika kami membutuhkannya.
Paman Sam tinggal bersama istrinya, Ruth dan kedua anak kembarnya, laki-laki bernama Robin dan perempuan bernama Marlyn. Mereka masih berumur 10 tahun. Terkadang jika aku sedang luang, aku akan membantu Bibi Ruth dan bermain dengan mereka.
"Jika kau memiliki masalah, datangi aku, nak", lanjut paman Sam dengan sedikit berteriak. Aku hanya membalas perkataannya dengan seulas senyum di bibirku.
Bagaimana ia tahu aku sedang memikirkan suatu masalah? Ia benar-benar peka, dan kepo, rutukku. Apa sejelas itu wajahku menunjukkannya? Aku agak heran, mungkin karena ia telah mengenalku - maksudku, mengenal kami hampir selama 15 tahun.
Lanjut permasalahan tadi, sembari menyirami tanaman, aku berfikir jika aku pergi jauh dari desa Vyartha, apakah ayah mengizinkanku? Seorang gadis yang berpetualang sendirian ke daerah entah berantah? Yang benar saja. Itu mustahil. Apakah aku harus mencoba berbicara dengan ayah? Mungkin itu solusi terbaikku saat ini.
Matahari mulai menyembunyikan dirinya, menandakan malam telah tiba. Aku menyiapkan makan malam kesukaan ayah, nasi hangat dengan tumisan sayur dari ladang kami yang bernama capcay. Sup wortel hangat yang disertai dengan sambal goreng. Dan juga dessert berupa donat kentang yang baru diangkat dari penggorengannya. Tak lupa dengan segelas jus apel menemani makan malam kami. Malam ini malam yang spesial, mungkin.
"Kenapa kamu masak banyak sekali? Apakah ada yang ulang tahun?" Tanya Friedrick merasa heran.
"Tak ada yah, aku hanya ingin masak masakan spesial untukmu", balasku. Jujur, aku tak berbohong, namun ada setengah alasan lain yang aku tutupi mengapa aku melakukan hal ini. Kau tahu itu kan?
Selagi menyantap makanannya dengan nikmat, aku memberanikan diri untuk bertanya dengan ayah.
"Ayah, boleh aku bertanya?"
"Hmmm, tentu".
"Sebenarnya, aku ingin pergi dari desa Vyartha", ujarku takut. Seketika ayah berhenti makan. Ayah menatapku sesaat, dan aku berusaha memalingkan wajahku dengan menunduk, dan memainkan jari-jariku dikala aku gelisah.
"Tentu, silahkan", ayah menjawab dengan santai, lalu melanjutkan makannya.
"Ayah tak marah?"
"Marah? Kenapa harus marah? Kamu sudah dewasa, tentu kamu bisa memutuskan yang terbaik untuk dirimu sendiri".
"Tapi aku tak bisa meninggalkan ayah sendirian. Bagaimana dengan makan? Dan kebutuhan sehari-hari lainnya? Biasanya aku yang mengurus semua itu kan?" ujarku dengan nada agak meninggi.
"Kamu kira ayah tidak pernah hidup mandiri?"
"Tapi ayah kan sedang sakit. Bagaimana jika penyakitmu kambuh dan aku tidak ada? Siapa yang akan mengurus ayah?"
"Tak perlu cemaskan itu. Ada paman Sam dan Bibi Ruth kan?"
"Apakah ayah tak mau bertanya kemana aku akan pergi?"
"Baiklah, kemana kamu akan pergi?"
"Ibukota Kerajaan Tola", jawabku singkat dengan mengembungkan kedua pipiku. Tanda aku sedang kesal.
" Kenapa kau marah Han?" Ayah terkikik geli melihat tingkahku.
"Apakah ayah tak punya rasa khawatir bagaimana nasib putri semata wayangmu ini jika bepergian sendiri ke kota-kota lain yang tak pernah dikunjunginya? Bagaimana jika ada orang jahat yang mencuri atau menculikku?" cibirku kesal.
"Ayah tahu, cepat atau lambat ini akan terjadi. Kau mau mencari si penyihir hitam dan mencari penawar racunnya, ya kan?" Tebak ayah.
"Yah, itu memang tujuanku", ujarku mengakui.
"Kau tahu, ketika kau berada di desa Vyartha, mungkin kamu tak akan berkembang pesat akan segala hal. Disini semua orang hidup damai dan sederhana. Jika kamu pergi ke ibukota, kau akan tahu segala hal kecil hingga yang terbesar sekalipun diluar sana. Sejujurnya ayah ingin kamu hidup bahagia disana, menemukan orang baru, dan lain sebagainya. Disini terbatas, kau tahu itu?" Ayah menjelaskan tentang ibukota dan mengunyah kembali makan malamnya.
"Aku tak masalah hidup di dunia yang sempit ini, di desa Vyartha. Ini menyenangkan".
"Kau benar, disini terlalu nyaman sampai-sampai ayah tak mau tinggal dimanapun selain disini", ujarnya sambil terkikik geli. Aku pun ikut tertawa mengikuti arus suasana.
" Tapi...", lanjut ayah.
"Diluar sana, mungkin tidak semua manusia baik seperti di desa ini. Mereka baik karena menginginkan/memerlukan sesuatu terhadap kita. Ingat itu, Hana. Kamu harus berhati-hati. Jangan percaya dengan siapapun dengan mudah. Percaya lah pada orang yang menurutmu sesuai dengan hatimu". Ayah memberikanku nasehat sambil menyuapkan suapan terakhir makan malam kami.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Red Hooded Wolf Girl
Người sóiHana, seorang gadis yang tinggal bersama ayahnya di pelosok desa yang tertinggal, bersama orang-orang yang terbuang. Mereka hidup damai selama bertahun-tahun hingga ayahnya yang sedang sakit parah, menceritakan sedikit tentang masa lalunya. Umurnya...