Hana membuka kedua kelopak matanya yang indah itu. Namun sesak akan napas membuatnya tersadar kondisi buruknya saat ini. Sudah 8 jam ia terkurung dalam ruang kecil yang pengap tanpa jendela. Apalagi ruang bawah tanah, tak ada jalan agar udara bisa masuk kesana. Wajah putih Hana semakin memucat karena kehabisan napas. Dan lagi, ia belum makan sejak kemarin. Tak ada seorang pun yang mengetahui lokasinya saat ini. Hanya satu orang yang saat ini ada di pikirannya. Ossi! Pria itu satu-satunya harapan hidup. Tapi gadis itu kehilangan akal bagaimana caranya memberi tahu Ossi akan lokasinya sekarang. Dan lagi, pria paruh baya itu ingin membunuh Ossi, ia tak mungkin tega meminta pertolongan Ossi disaat ia menjadi target pembunuhan. Ia masih punya hati nurani.
"O..ossi", ujarnya lirih. Suaranya yang serak karena kukurangan air dan udara membuat pria pembunuh itu mendengar suara Hana.
" Siapa itu?" teriaknya. Habis sudah nasib Hana sekarang. Harapannya pupus seketika ketika pembunuh itu mengetahui seseorang berada di sana. Hana hanya bisa bungkam. Napasnya terengah-engah di tengah keputusasaan menghampirinya. Pria itu berjalan memasuki ruang kecil tempat Hana bersembunyi.
"Tunjukkan dirimu!" pria itu setengah berteriak. Namun tak seorang pun menjawab. Pria itu membongkar habis-habisan isi ruang kecil itu. Dan saatnya gilirannya untuk membuka keranjang. Hana yang sudah pasrah hanya diam menunggu ajalnya datang. Seketika pria itu menarik kain penutup keranjang. Hana sudah skakmat, ia ketahuan. Dilihatnya terdapat seseorang yang terduduk lemas didalam keranjang.
"Siapa kau?! Kenapa kau bisa disini?" pertanyaan beruntun keluar dari mulut pria itu. Hana yang kehabisan oksigen dan tenaga untuk bergerak hanya terdiam. Pria itu tahu bahwa orang yang didepannya sudah terkapar lemas. Ia menarik tubuh Hana dengan kasar dan menaruhnya di kursi kayu tua berwarna coklat gelap. Ia mengikat tangan Hana kebelakang kursi dengan tali yang cukup tebal, disertai dengan bagian kaki juga ia ikatkan sekencang mungkin sehingga gadis itu tak akan bisa melarikan diri. Hana tak akan bisa bicara, pria itu tahu melihat kondisi Hana yang lemas. Ia memberikan beberapa suap sup hangat ke dalam mulut Hana, untuk memberikannya energi agar bisa ia interogasi. Namun, mata Hana tak bisa diajak kompromi. Setelah menyantap sedikit makanan, ia tertidur dengan lelap, setidaknya gadis itu bisa tidur dengan banyak oksigen disekitarnya.
Ia bermimpi, pipinya ditampar beberapa kali dengan keras. Siapa yang menamparnya? Ia tak dapat melihat siapa itu. Tamparan terakhir terasa sangat sakit sekali. Hana terbangun. Ia tersadar bahwa itu bukan mimpi. Pria pembunuh itu berada tepat didepannya. Ia terus menerus menampar pipi Hana agar gadis itu terbangun.
"Akhirnya kamu bangun juga. Sudah saatnya kamu bangun dan menjelaskan kenapa kau disini", ujar pria itu serak, menatap mata Hana dengan tatapan tajam membunuh. Matanya yang berwarna hitam pekat itu terlihat kejam sehingga bulu kuduk gadis itu bergidik ngeri. Walau ia sekarang bisa bernapas, ia mungkin bisa sedikit bicara. Setidaknya ia ingin dilepaskan dari pembunuh itu.
" Cepat katakan! Apa maumu!" Pria itu lagi-lagi menampar pipi mulus milik Hana.
"A..aku tersesat". Hana menjelaskan dengan terbata-bata. Tubuhnya lemas, jadi wajar jika ia menjawab dengan suara seperti itu. Ia takut setengah mati.
" Tersesat??"
"Aku ingin..pergi ke..desa. Aku..kedinginan..dan tak menemukan...tempat tinggal. Tapi..aku menemukan ruang..bawah tanah ini..untuk beristirahat". Jelas Hana panjang lebar. Cukup sulit dan memakan waktu untuknya menjelaskan itu.
" Apakah kau berkata yang sejujurnya?" selidik pria itu. Hana hanya mengangguk lemas. Ia sangat berharap pria paruh baya itu melepaskan dirinya dan memaafkan ketidaksopanannya untuk masuk tanpa izin.
"Ma..maafkan..aku", Hana berkata lirih.
" Permintaan maaf diterima. Karena kau berkata yang sejujurnya, aku akan menunda untuk membunuhmu" .
"A..pa", mata Hana terbelalak seketika.
" Ya! Tentu saja kau harus mati setelah bertemu denganku. Setidaknya aku memberikanmu sedikit pengampunan karena telah berkata jujur. Jika kau berbohong, aku akan membunuhmu saat ini juga. Jadi cukup diam dan nikmati detik-detik kehidupanmu saat ini". Gadis itu sangat terpukul. Ia meneteskan air mata perlahan di kedua kelopak matanya. Ajalnya sudah dekat. Aku minta maaf yah, karena tidak bisa memenuhi janjiku padamu. Hana berbicara pada dirinya sendiri.
Sudah dua jam sejak Hana terikat di kursi itu. Pria paruh baya itu hanya duduk di sofa dan membaca sebuah buku dengan serius. Sesekali ia menyesap secangkir kopi panas buatannya sendiri. Dan dilihatnya jam telah menunjuk pukul 09.00 pagi. Saatnya eksekusi.
"Sebenarnya aku ingin memberimu pilihan bagaimana kau akan mati. Kau gadis yang baik, jadi aku memberimu kelonggaran. Beberapa pilihan diantaranya dengan mencekik lehermu, menebas lehermu, atau meminum racun buatanku. Tapi yang terbaik itu memang minum racun. Sakitnya tidak akan terlalu menyakitkan. Tapi sayangnya racunku sudah habis. Aku tak akan sempat untuk membuatnya lagi, jadi pilihlah pilihan yang lain selain racun", jelasnya panjang lebar dengan tersenyum ramah.
"Terserah", ujar gadis itu parau.
" Benarkah? Kau memang berhati baik. Kalau begitu, aku menyarankan dengan mencekik leher. Itu memang agak menyakitkan tetapi tidak akan mengeluarkan darah. Setidaknya kau tidak akan merasa shock. Ya kan?" Hana hanya menggangguk setuju. Lagi-lagi pria itu tersenyum. Sepertinya pria itu mengalami gangguan jiwa. Atau seorang psikopat. Itulah pendapat Hana tentang pria itu.
"Baiklah, sekarang sudah waktunya", ujar pria itu sembari menyentuh leher putih milik Hana. Perlahan, ia mencekik gadis itu dan sesak napas mulai menghampiri Hana. Ia menggenggam erat tangan pria itu secara spontan. Semakin keras dan keras, sampai ia merasa sangat lemas.
" O..os..si", lirihnya. Itu kata terakhirnya sebelum ia tak sadarkan diri. Entah keajaiban datang dengan cara apa, yang pasti seseorang datang menyelamatkan nyawa gadis itu yang sedang sekarat. Sebuah akar pohon mengelilingi tubuh pria pembunuh itu dengan keras. Dan secara spontan, pria itu melepaskan cekikan pada leher Hana dan berusaha melepaskan diri dari belitan akar. Hana juga terbelit akar pohon, diangkat ke permukaan tanah dan keluar dari ruang itu. Seseorang menangkap tubuh mungil milik Hana. Pemuda berbadan tegap dan terlihat percaya diri itu menggendong Hana ala bridal. Hana yang setengah sadar, melihat samar-samar pemandangan yang ada didepannya. Sepertinya cukup familiar bagi Hana, dan gadis itu tertidur lelap di gendongan pemuda itu.
Disisi lain, setelah meletakkan tubuh Hana dengan aman di sisi bagian lain hutan desa berkabut, pemuda yang tak lain adalah Ossi itu kembali mengejar pria paruh baya pembunuh. Ia menggunakan kekuatan sihirnya untuk melilit lebih keras lagi tubuhnya. Namun, tak hanya Ossi yang memiliki kekuatan sihir. Pria itu meledakkan dirinya dari tumbuhan akar yang melilit di sekujur tubuhnya. Pertempuran sengit terjadi antara keduanya, hingga membawa mereka mendekati lokasi tempat Hana berdiam.
Keduanya mengalami luka parah. Ossi dan pria paruh baya itu tak ada yang mau mengalah. Dan mereka cukup kelelahan. Melihat peluang kecil itu, pria paruh baya pembunuh itu memaksakan dirinya mengeluarkan sebuah sihir ledakan yang mengarah lurus ke arah Ossi tanpa pemuda itu sadari. Mungkin itu kekuatan terakhirnya, atau jurus andalannya. Seketika daerah bagian sisi hutan tempat mereka bertarung meledak dengan suara keras. Pria itu tersenyum puas.
"Skakmat!" Teriaknya pada Ossi yang sekarang tertutup asap yang menggembul dari ledakan tadi.
"Apa maksudmu?" Suara Ossi yang tiba-tiba muncul membuat pria pembunuh itu tak bisa berkata-kata, bagaimana bisa Ossi bisa lolos dari ledakan mautnya?! Namun, seketika pria itu tahu apa penyebabnya. Hana menjadikan tubuh mungilnya sebagai tameng untuk melindungi Ossi. Entah bagaimana cara gadis itu muncul secara tiba-tiba memasuki area pertempuran tanpa pria pembunuh dan Ossi sadari.
"Ha..hanaaaaaaa!" Ossi berteriak seketika. Hana bermuntahkan darah cukup banyak dari mulutnya. Ossi terbelalak kaget melihat tindakan sembrono Hana. Dengan cepat ia membalut tubuh Hana dengan tanaman sihir miliknya dan menjauhkan gadis itu dari area pertempuran. Pria pembunuh itu terdiam kaku. Tak bergerak sedikitpun. Itu menjadi kesempatan emas bagi Ossi untuk melumpuhkan pria pembunuh. Dan rencananya berhasil. Ia menusukkan beberapa tanaman beracun miliknya pada tubuh pria itu, dan seketika pria itu tak sadarkan diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Red Hooded Wolf Girl
WerewolfHana, seorang gadis yang tinggal bersama ayahnya di pelosok desa yang tertinggal, bersama orang-orang yang terbuang. Mereka hidup damai selama bertahun-tahun hingga ayahnya yang sedang sakit parah, menceritakan sedikit tentang masa lalunya. Umurnya...