Ch. 7 - Ruang Bawah Tanah

8 1 0
                                    

Entah apa yang sudah dilalui Hana ketika ia yang saat ini malah kembali ke hutan desa berkabut. Ia berdecak kesal dengan dirinya sendiri, malah terperangkap disana kembali bersama Ossi, pria dingin itu. Ia kembali memutar otaknya dan mengingat kembali apa yang terjadi hingga membuatnya terkunci disana.

Flasback start.
Ketika Hana saat itu sudah kehabisan ide mengenai perjalanan selanjutnya. Ia butuh informasi, setidaknya mengenai penyihir hitam itu. Bahkan ia berkeliling desa bertanya kepada penduduk sekitar mengenai sihir dan penyihir, tapi mereka tak tahu sama sekali. Penduduk disana memang pengguna sihir untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi kalau soal penyihir, mereka tidak tahu apa-apa. Penyihir cukup langka didengar untuk desa berkabut. Hana hanya mendengus kesal. Bagaimana ia bisa melanjutkan perjalanan jika ia tak tahu petunjuk mengenai penyihir hitam. Yah, tapi setidaknya ia tahu bahwa sihir benar-benar ada. Dan jujur, ia cukup tertarik untuk mencobanya. Ia butuh guru, tapi siapa?

Selagi berpikir keras, Ossi berjalan melewati Hana ketika gadis itu duduk sembari minum teh di pekarangan bunga penginapan. Terbesit ide untuk bertanya pada Ossi. Tapi apa Ossi mau? Pria itu orang yang cukup dingin untuk diajak bekerja sama. Namun Hana tak punya pilihan lain. Ia harus.

"Ossi", Hana memanggil pria itu dengan lantang, membuat langkah Ossi berhenti, dan berbalik ke arah sumber suara.

" I..itu, bisakah kau membantuku?" Hana bertanya dalam keraguan, ia memainkan ujung jarinya sambil menundukkan kepala.

"Apa?"

"Aku, ingin bertanya mengenai sihir, dan juga penyihir".

" Tidak mau".

"Ap..apaaaa? Lagi lagi kau bersikap sombong!" Hana menggerutu. Namun, Ossi hanya pergi berlalu tanpa mempedulikan Hana.

"Baiklah dasar lelaki sombong! Aku akan membuatmu mengikuti perintahku!" Hana tersenyum sinis. Entah rencana apa yang ia buat.

Menjelang malam, terlihat Ossi keluar dari penginapan dan berjalan ke arah hutan. Tanpa pikir panjang, Hana malah mengikutinya agar Ossi mau membantunya. Itu rencana bodoh yang tak beralaskan sama sekali. Bagi Hana, tak peduli bagaimana caranya, ia harus membuat Ossi berbicara mengenai sihir dan penyihir.
Flashback end.

Sepanjang jalan, Hana berjalan mengikuti Ossi dari belakang tanpa sepengetahuan pria itu. Ketika Ossi akan menoleh ke belakang, Hana segera menyembunyikan dirinya dibalik pohon ataupun semak belukar. Sepanjang yang Hana tahu, mungkin ia telah berjalan mengikuti Ossi selama 3 jam. Ia sangat lelah. Duduk sebentar sudah cukup. Kakinya seakan tak mau mendengarkan otaknya untuk terus berjalan. Dan selagi memikirkan hal itu, Hana kehilangan jejak Ossi. Dimana Ossi? Ia menghilang. Seketika itu pula Hana merasa stres. Ia kehilangan Ossi di tengah hutan gelap itu. Benar-benar nasib yang buruk.

"Kemana Ossi? Ck! aku benar-benar sial. Kenapa aku tidak fokus dengan perjalananku!! rutuknya. Ia berniat untuk duduk di pinggir sebuah pohon, namun hal yang dilihatnya membuat dirinya terkejut. Ia menemukan sebuah pintu bawah tanah rahasia di pohon yang berukuran sedang itu.

Apa itu? Sebuah rumah bawah tanah? Pikirnya. Apakah ia harus memasuki tempat itu? Tapi, bagaimana jika ia memasuki ruangan yang berbahaya? Suasana diluar, lebih tepatnya di hutan sangat gelap, suara-suara hewan malam membuat bulu kuduk gadis itu berdiri. Itu juga menyeramkan. Ossi tak ada, bagaimana ia bisa selamat kali ini?Hana memutuskan untuk masuk kesana dengan bermodalkan keberanian.

Pintu menuju ruang bawah tanah itu berukuran kecil, tapi cukup muat untuk satu orang. Lagipula tubuh Hana tergolong kecil, ia tak akan kesulitan untuk melewatinya. Sesaat ia memasukkan kakinya kedalam sana, ia yakin ia menginjak sebuah tangga. Kegelapan membuatnya tak dapat melihat apapun. Ia butuh penerang seperti lilin, tapi sayangnya ia tak membawa hal itu, karena ia berpikir untuk menyelinap keluar membuntuti Ossi, sehingga ia tak butuh penerang, bodohnya Hana tak berpikir akan terjadi hal seperti ini.

Hana memegang sepanjang dinding-dinding samping tangga yang sempit itu, dan mengarahkannya pada suatu ruang yang kosong. Kehadiran Hana disana secara otomatis mengaktifkan penerangan ruang bawah tanah. Jangan lupa ada sihir di dunia ini. Jadi jangan terkejut jika ada hal aneh yang terjadi. Seperti lilin yang hidup dengan sendirinya. Lilin itu menggiring Hana untuk terus berjalan hingga ia menemukan sebuah ruangan lagi. Sebuah ruangan dengan sofa dan api unggun hangat, sebuah meja kecil dengan secangkir kopi, atau coklat panas yang menggugah selera, ditambah lagi dengan biskuit yang seolah meminta untuk dimakan.

Ia memberanikan diri untuk duduk di sofa itu, dan ia merebahkan dirinya dengan nyaman. Namun, kenyamanannya itu tak bertahan lama. Suara tapak kaki seseorang memasuki ruangan terdengar keras. Seketika itu, Hana segera bersembunyi, di dalam sebuah ruangan kecil yang gelap. Yang pasti Hana tau, orang itu adalah pemilik ruang bawah tanah, dan ia orang asing yang masuk tanpa izin. Siapapun pasti akan marah, termasuk jika itu dirinya.

"Huh! Gagal lagi. Dasar penyihir! Terus saja menghalangi aku, pasti akan kubunuh dia". Terdengar suara parau seorang pria yang membentak meja. Gadis itu gemetar. Ia salah masuk ruangan. Sepertinya pemilik ruang itu merupakan seorang pembunuh penyihir. Ia menekan mulutnya kuat-kuat agar tidak mengeluarkan suara. Sesekali ia meneguk ludahnya sendiri karena takut.

"Aku akan membunuh penyihir itu dan membawa kepalanya kepada Duke of Franz Boas! Tunggu saja kematianmu, Ossi!" lanjutnya. Apa? Ossi? Dia akan membunuh Ossi? Siapa pria kurang ajar ini. Apa hubungannya dengan Ossi? Dan siapa itu Franz Boas? Begitu banyak pertanyaan yang muncul dikepala gadis itu. Lehernya seolah tercekik. Ia sulit bernapas di situasi yang sulit itu. Kenapa ia harus bertemu dengan orang-orang aneh ini? Apakah ia sanggup menahan semua masalah yang tiba-tiba muncul itu.

Hana tak bisa melihat dengan jelas siapa pria yang akan membunuh Ossi, ia begitu penasaran. Tapi ia takut untuk mengintip, takut lokasinya saat ini akan diketahui pembunuh itu. Mungkin saja ia akan berakhir jadi beef panggang jika itu terjadi.

Mungkin sudah 4 jam sejak ia mengurung dirinya dalam ruangan kecil dan pengap itu. Sejujurnya ia tak tahan. Ia ingin segera keluar dan bernapas. Tapi ia tak bisa, dan mungkin akan terbunuh. Ia harap pembunuh itu segera keluar dari ruang bawah tanah agar ia bisa melarikan diri. Namun sialnya, pria itu malah berjalan ke arah ruang kecil dimana Hana bersembunyi, dengan cepat, ia bersembunyi dibalik keranjang berukuran besar yang tertutup dengan kain besar. Ruangan kecil disana mungkin gudang.

Seorang pria berumur 40 tahunan itu memasuki ruangan, rambutnya berwarna abu-abu itu mendekati keranjang tempat Hana bersembunyi. Hal itu membuat gadis disana merasa akan mengalami serangan jantung, dan ia menggenggam erat kain penutup itu agar menghilangkan rasa takutnya. Namun sia-sia saja, pria paruh baya itu semakin mendekat ke arah keranjang. Habis sudah nasib Hana. Ia berdoa pada Tuhan agar menyelamatkannya dari pembunuh ini. Ia belum mau mati. Ayahnya belum sembuh.

Keberuntungan masih memihak Hana. Pria itu membuka sebuah lemari di samping keranjang. Seketika Hana bernapas lega. Setidaknya ia bisa aman dari pria pembunuh ini. Tuhan memberikannya umur yang panjang, dan Hana sangat berterima kasih. Namun rasa terima kasih itu harus ia simpan hingga ia benar-benar merasa aman dan keluar dari ruang bawah tanah itu.

A Little Red Hooded Wolf GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang