Ch. 14 - Black Market

17 1 0
                                    

Semalam, Meddy memberikan misi baru kepada Ossi. Secara otomastis, Hana pasti akan mengikuti pria itu, karena kini ia asistennya. Belum lama ini ia menjadi chef, sudah lama ia tak berbicara dengan Ossi karena sibuk. Pria itu juga tak terlalu tertarik untuk membahas suatu hal dengan Hana walau ia asistennya. Beberapa hari terakhir mereka hanya berpapasan ketika sedang bekerja, dan bertemu saat rapat malam. Hanya itu. Sesekali ketika bekerja, ia melihat Eli masih saja berusaha mendekati Ossi, ia menempel dengan pria itu dan membuat Hana jengkel. Walau ia sudah dekat dengan anggota lain, terutama para chef, ia merasa sulit untuk dekat dengan Eli. Wanita itu selalu menatap remeh pada Hana, memang ia tak mengganggu hidupnya, tapi gadis itu merasa risih. Yah, abaikan semua itu, yang pasti, Hana dan Ossi akan berangkat malam ini juga.

Diambang pintu keluar, Ossi sudah menunggu Hana, ia berjalan keluar ketika gadis itu menampakkan batang hidungnya. Melihat hal itu, Hana segera bergegas menyusul pria itu. Namun langkahnya berhenti ketika Ossi diam terpaku didepannya dengan raut wajah tidak suka.

"Kenapa kau disini?" ujarnya dingin. Ia berbicara dengan seseorang yang ada dihadapannya. Hana terbelalak melihat hal itu, siapa lagi kalau bukan Eli.

"Tentu saja aku akan ikut kalian", jawabnya bangga.

" Aku tak izinkan kau ikut!" Ossi berkata dengan kasar.

"Tapi aku sudah bersiap. Lagipula kau sekarang sudah mau bekerja dengan orang lain, jadi aku ikut".

" Aku tidak akan bekerja sama dengan siapapun selain asistenku, mengerti?!" Ossi menaikkan suaranya karena geram. Wanita itu tak pernah mengerti dan selalu saja membuat masalah.

"Kenapa? Kau suka dia?" selidiknya.

"Karena kami sudah ada perjanjian. Bukan masalah suka atau tidak. Pikiranmu itu selalu berisi hal-hal yang tidak berguna. Aku benci orang seperti itu", ketusnya. Ossi mempermalukan wanita itu di hadapan Hana, dan terlihat jelas bahwa Eli menaruh dendam dengan Hana. Melihatnya saja membuat Hana bergidik ngeri. Tapi ia cukup suka suasana ketika Ossi membentaknya habis-habisan.

Mendengar hal itu, Eli hanya diam ditempat. Ossi dan Hana mengabaikan wanita gila itu dan melanjutkan misi mereka. Hana sedikit merasa kasihan akan cintanya yang tak terbalas, tapi ia juga akan bertindak seperti Ossi jika terus dipaksa. Semoga saja wanita itu melupakan Ossi dan mendapat pria lain yang juga mencintainya kelak. Walau sejahat apapun Eli, Hana tetap berdoa untuk kebaikannya. Gadis itu terlalu baik, dan juga polos seperti yang Ossi pernah katakan dulu.

"Jadi, katakan bagaimana perkembangan latihanmu?", tanya Ossi pada Hana disaat mengisi kesunyian perjalanan mereka. Walau mereka jarang bercakap, Ossi menyuruh Hana untuk belajar mandiri mengenai sihir, dan pria itu akan melihat hasilnya setelah beberapa hari ini ia tak mengawasi secara langsung.

"Berjalan lancar, terkadang aku cukup kesulitan untuk mengendalikannya, tetapi aku agak terbiasa sekarang", ungkapnya.

" Itu bagus. Besok kita akan coba lihat hasil latihanmu", ujar Ossi.

"Baiklah", balasnya.

Mereka sampai di sebuah pemukiman kumuh tak berpenghuni di ujung desa Zabava. Semuanya terlihat porak-poranda, termasuk rumah. Beberapa masih terlihat berdiri kokoh, tapi hanya sedikit, sisanya hancur berkeping-keping.

" Ini adalah Black Market?" tanya Hana heran. Disana tak ada apapun selain reruntuhan. Tujuan mereka saat ini pergi mengunjungi Black Market dan mencari informasi.

"Yah, kau akan tahu nanti", jawab Ossi datar. Mereka melanjutkan perjalanan menuju lebih dalam lagi dari pemukiman tersebut. Diketahui bahwa dulunya pemukiman itu damai dan sejahtera, namun menjadi hancur lebur seketika karena gempa dan tsunami besar melanda. Kawasan itu memang sangat rendah jika dibanding dengan yang lain, jadi wajar saja saat hujan deras mengamuk dan mengalami pasang, kawasan itu tinggal sebuah kenangan. Bentuknya yang awalnya seperti pemukiman biasa, sekarang seperti danau yang besar. Tapi pada saat ini posisi kawasan sedang kering, atau lebih tepatnya kemarau, jadi bisa dilihat dengan jelas kekosongan disana.

Setapak demi setapak kedua insan itu melewati reruntuhan yang gelap, sangat gelap karena malam. Hanya cahaya bulan yang membantu penglihatan mereka.

"Coba berikan hasil latihanmu", perintah Ossi tiba-tiba.

" Eh?"

"Berikan kita cahaya penerangan. Itu keahlianmu bukan?" Tak hanya Hana, Ossi pun merasa kesulitan untuk melihat disana. Terpaksa ia membutuhkan bantuan sihir cahaya milik orang yang ada disampingnya itu.

"Oh, baiklah". Hana memejamkan matanya, merasakan sihir cahaya yang mengalir dalam tubuhnya, dan berusaha mengendalikan sihir itu. Dan perjuangan kecil itu membuahkan hasil. Di ujung jari telunjuk gadis itu, keluar sebuah api layaknya lilin mungil. Cukup terang untuk melihat kedepan dan berjalan. Ossi hanya diam saja dan kembali berjalan disamping gadis itu. Hana bersyukur, setidaknya ia cukup berguna sebagai asisten.

Sudah dua jam mereka berjalan sejak memasuki pemukiman disana. Hana mulai merasakan kelelahan karena mereka berjalan tanpa henti. Dan Ossi tau hal itu. Cahaya di jari telunjuk gadis itu sedikit meredup, seperti sebuah senter yang mulai kehabisan baterainya.

"Kita istirahat dulu", ajak Ossi. Mereka memilih duduk di sebuah rumah kecil tapi lumayan kokoh, bisa dilihat semua bagian rumah itu masih lengkap, kecuali pintu, jendela dan beberapa atapnya bocor. Selagi beristirahat, pria itu membuat api unggun kecil dan menyuruh Hana mematikan sihirnya. Hangat. Itulah yang Hana rasakan pada malam itu. Malam memang dingin, tapi khusus malam itu ia merasa hangat.

Namun, tak lama setelah beristirahat, terdengar suara langkah kaki yang begitu keras bejalan ke arah mereka. Dengan sigap, Ossi mematikan apinya dan menghilangkan beberapa jejak mereka, lalu bersembunyi di balik lemari bersama Hana. Seperti tau bahwa tempat itu baru saja disinggahi, orang itu merunduk dan menyentuh abu bekas pembakaran kayu di lantai yang berserakan.

"Seseorang baru saja pergi", gumamnya. Tapi volume suara orang itu, seorang pria, cukup besar hingga kedua orang didekatnya itu mendengar. Hana cukup terkesiap melihat dirinya berada sedekat ini dengan Ossi, ia agak risih karena gugup. Kulit putihnya itu agak sensitif namun bersentuhan langsung dengan kulit Ossi. Bukan hanya itu, napasnya yang menderu itu terasa menggelitik di telinga Hana, pasalnya wajah mereka sangat berdekatan karena tempat persembunyian mereka yang sangat sempit. Lelaki yang ada didepan mereka tak beranjak pergi, ia malah duduk santai dan mengeluarkan sebuah rokok dan korek api.

"Huh, indahnya langit malam ini", pujinya sambil sesekali menghembus asap rokok yang keluar dari mulutnya. Dari suaranya seperti seorang lelaki berumur 40 tahun-an, mungkin seorang bapak-bapak. Kalau mereka saling mengenal, mungkin ia adalah pamannya. Sedangkan dua orang yang bersembunyi dibalik lemari itu berusaha mencari udara segar karena didalam sana sangat pengap, butuh oksigen. Yang ada di sana hanyalah karbon dioksida. Mereka berebut untuk mendapatkan oksigen.

"Huh, baiklah. Saatnya bekerja atau Cyrus akan marah lagi padaku", ujar pria itu menghela napas berat. Sepertinya ia sudah lama tidak liburan. Mungkin ia hanya bekerja sepanjang beberapa hari terakhir ini. Pria itu menjatuhkan puntung rokok yang sudah ia habiskan setengah itu lalu menginjaknya untuk mematikan api, dan kembali melanjutkan perjalanannya yang mungkin mempunyai tujuan yang sama dengan Ossi dan Hana, yaitu pergi ke Black Market.

A Little Red Hooded Wolf GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang