Ch. 5 - Aku pencuri?!

8 1 0
                                    

Langkah kaki Hana bergema di hutan itu. Ya! Desa Berkabut. Desa yang gelap dan sepi itu membuat hati gadis kecil itu bergetar takut. Tapi ia harus gentar. Langkah demi langkah ia beranikan diri untuk melewati desa itu, setidaknya sampai ia menemukan penginapan untuk beristirahat. Tapi, seberapa lama pun ia melangkahkan kaki, ia hanya melihat hutan, hutan, dan hutan. Ia tak melihat satu pun rumah penduduk untuk ia singgahi.

"Apakah aku hanya berputar-putar disini? Kenapa aku tak melihat satu pun cahaya? Apakah ada seseorang?"

Hutan Desa Berkabut cukup dingin, ia telah berjalan cukup lama hingga perutnya berkoar untuk diisi. Tak punya pilihan lain, Hana terpaksa duduk di sebuah pohon besar dan memutuskan untuk bermalam disana. Ia cukup yakin bahwa sekarang sudah malam. Hutan Desa Berkabut membuatnya tak bisa melihat langit dengan jelas. Hanya ada kabut dan kegelapan.

Dengan perbekalan yang cukup lengkap, Hana mencari beberapa ranting pohon untuk membuat api unggun. Untuk masalah seperti ini, ia sudah biasa melakukannya. Ia hanya takut tak menemukan jalan keluar dari hutan ini, atau setidaknya ia ingin selamat jikalau ada mahluk yang tak diundang menyerangnya secara tiba-tiba. Lagipula ia sendirian. Ia hanya dapat bergantung pada dirinya sendiri.

Setelah membuat suasana sekitar cukup nyaman untuk dirinya, Hana membuka perbekalan makanan yang ia siapkan. Lebih tepatnya bahan makanan. Untuk makanan yang sudah siap disantap, sudah ia habiskan siang tadi bersama paman Sam dan Feli. Lagipula, makanan itu tak akan bertahan lama dan akan basi. Jadi lebih baik ia menyiapkan bahan makanan yang akan lebih awet jika dibandingkan makanan yang telah dimasak.

Ia mengeluarkan beberapa kentang dari kantung makanan miliknya, dan sekotak mentega untuk dioleskan diatasnya. Hana akan membuat kentang panggang sederhana dengan olesan mentega. Itu cukup menggugah selera dan kentang juga mengandung karbohidrat yang tinggi, cukup membuatnya kenyang hingga esok pagi.

Perjalanannya hingga saat ini membuat Hana lelah. Matanya sangat berat untuk tertutup rapat. Sebenarnya ia takut untuk tidur di tempat asing, tapi tubuhnya tak bisa diajak berkompromi. Ia pasrahkan pada Tuhan untuk keselamatannya, dan ia tertidur pulas dibawah pohon besar itu.

"Ayah, doakan aku agar berhasil", ujarnya berbisik sembari matanya mulai terpejam. Seolah-olah mantra untuk membuatnya merasa aman dari bahayanya hutan yang tak ia kenal.

Kurang lebih sudah 5 jam Hana tertidur pulas. Mungkin sudah pagi, dan terdengar suara burung berkicau. Layaknya alarm bagi Hana, ia membuka kedua mata coklat miliknya. Tatapan heran darinya muncul setelah melihat hal aneh terjadi pada dirinya. Ia menyadari tubuhnya tak lagi berpijak pada tanah, apa yang sebenarnya terjadi?

"A..apa-apaan iniiii!!", teriaknya tiba-tiba. Ya! Seolah keberuntungan sedang tak berpihak padanya, ia melihat tubuhnya tergantung pada pohon besar tempatnya beristirahat semalam dalam sebuah sangkar yang cukup besar, cukup untuk tubuhnya.

" Hei! Siapa yang berani menggantungku seperti ini? Cepat! Lepaskan aku!" Namun tak ada seorangpun yang merespon.

"Berhentilah bersembunyi dan lepaskan aku! Kenapa kau lakukan ini padaku! Siapa kau? Tunjukkan wajahmu padaku!!" Namun, apapun yang diteriakkan oleh Hana tak terdengar oleh siapapun. Setidaknya hingga ia merasa kelelahan dan perutnya kelaparan. Ia tak bisa bergerak, dan lagi! Tasnya hilang! Ia tak bisa makan apapun jika perbekalannya tak ada. Perjalanan yang cukup sial.

"Berisik, dasar pencuri". Suara seorang pemuda tiba-tiba muncul, dan membungkam mulut Hana seketika. Pemuda berambut hitam dengan bola mata berwarna merah pekat. Suaranya yang berat dan datar itu cukup pas dengan ekspresi yang tak menunjukkan ekspresi apapun. Atau lebih tepatnya, poker face?". Entah apapun itu, Hana ingin melepaskan diri dari sangkar ini. Ia manusia, bukan seekor burung.

A Little Red Hooded Wolf GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang