Anna menyeret kopernya keluar dari stasiun kota Busan, Korea Selatan. Dengan masker yang melekat di wajahnya dan mata yang sembab. Hari sudah hampir larut malam dan kereta tadi adalah kereta terakhir dari seoul menuju busan. Anna menyusuri trotoar, memandang jalan yang lengang oleh mobil dan orang lalu lalang.
Pekerjaan Jimin dan Anna sangat padat, mereka hampir tidak pernah pulang ke Busan setahun belakangan. Anna tidak punya pilihan lain untuk dituju. Setidaknya untuk malam ini ia bisa beristirahat. Anna menaiki taksi, menyebutkan alamat rumah lama Jimin yang di tempati orang tuanya. Orang tua Jimin teramat menyayangi Anna selayaknya orang tua kandung, menerima Anna apa adanya.
Anna membuka ponselnya, masih terpasang wallpaper fotonya bersama Jimin saat festival malam tahun baru. Mereka tersenyum lebar, dengan kelap-kelip lampu beserta salju yang turun.
"Katanya, berciuman pada malam tahun baru bisa membuat hubungan bertahan lama?"
3..2..1.. Happy new year!
Jimin memiringkan kepalanya, tiba-tiba saja mencium Anna di sampingnya yang sedang memainkan salju. Jimin melepas ciumannya, tersenyum lebar dalam jarak beberapa centi dari wajah Anna yang nampak terkejut bukan main.
"Aku akan bersamamu sampai akhir, Anna. Aku tidak akan kemana-mana."
Anna menggeleng saat memorinya tentang Jimin pada malam tahun baru kemarin terputar begitu saja di kepalanya. Anna mengabaikan pesan masuk yang menumpuk di sosial medianya dari Jimin beserta panggilan-panggilan yang tidak terjawab. Ia membuka sebuah pesan dari nomor tidak di kenal.
Kau baik-baik saja?
Taehyung.Taehyung mengiriminya pesan satu jam yang lalu. Anna mengetikkan balasan singkat. Mengatakan bahwa ia baik-baik saja. Anna sempat takut saat Taehyung menarik tubuhnya untuk bersembunyi di gang sempit. Anna menghela nafas. Apa lelaki itu sudah tidak seperti dulu?
Taksinya berhenti tepat di sebuah rumah minimalis dengan pintu pagar hitam. Anna memberikan kartu kredit hitam yang di berikan Jimin padanya kemudian mengambilnya lagi setelah selesai dan turun dari taksi. Ia terdiam di depan pagar rumah orangtua Jimin dengan koper di sampingnya.
Ia harus berkata apa pada mereka?
Anna membuka pintu pagar rumah ibu Jimin, masuk dengan menyeret kopernya. Ia menekan bel rumah, berharap mertuanya teraebut masih bangun.
Lama ia menunggu, kemudian pintu ruang tamu terbuka, menampilkan wanita paruh baya dengan rambut yang telah beruban. Ibu Jimin terkejut bukan main saat mendapati Anna tersenyum canggung.
"Anakku, Anna! Astaga ibu rindu sekali. Kalian tidak pernah menghubungi kami sama sekali." ibu Jimin memeluk Anna, mengusap punggung Anna. Hati Anna menghangat, ibu Jimin sudah selayaknya ibunya.
"Maaf, bu. Aku dan Jimin tidak sempat mengabari ibu. Pekerjaan Jimin juga bertambah banyak, jadi kami tidak bisa pulang." Anna memeluk balik ibu Jimin. Ibu Jimin melepaskan pelukannya kemudian menengok kanan dan kiri.
"Ngomong-ngomong. Dimana bocah nakal itu?"
Anna terdiam saat ibu Jimin menanyakannya. Ibu Jimin kembali memandang Anna.
"Apa yang anak nakal itu lakukan padamu? Sampai matamu bengkak begini?" ucap ibu Jimin. Ibu sepertinya paham apa yang tengah terjadi. Air mata Anna kembali meluruh saat mengingat pertengkarannya dengan Jimin.
"Ibu..." Anna tersedu, menutup wajahnya lantaran malu. Sempat ia memiliki niat untuk menceraikan Jimin. Namun itu artinya bila ia menceraikan Jimin ia akan kehilangan ibu dan ayah Jimin yang sudah Anna anggap sebagai orang tua nya sendiri, bukan? Anna belum siap kembali kehilangan semua dunianya.
"Sshh... Anak ibu... Kemarilah." Ibu Jimin memeluk Anna kembali, membuat Anna terisak dalam pelukan ibu Jimin.
-
"Telfon Jimin sekarang juga, anak kurang ajar itu." ucap ibu Jimin pada Jihyun, adik Jimin yang hanya berselisih 3 tahun umurnya dengan Jimin.
"Ibu, jangan seperti itu pada Jimin."
"Jangan mengasihani anak tidak tahu diri itu. Oh, Anna. Perasaanmu pasti sangat hancur ya?" ujar ibu Jimin. Jihyun menelan ludah, menoleh pada ayahnya. Bingung, hendak menelpon kakaknya atau tidak.
"Maaf, bu. Aku malah membuat keributan disini. Aku pasti akan menyelesaikan masalahnya dengan Jimin."
"Masalah ia tidur dengan sekretarisnya? Apa hal itu bisa di toleransi, Anna?" Ibu Jimin menatap Anna khawatir. Anna terdiam. Ia merasa tidak benar bila mertuanya mengetahui permasalahan rumah tangganya, tapi Anna harus bagaimana lagi?
"Ibu. Aku rasa, tanpa menelponnya Jimin hyung, cepat atau lambat Jimin pasti mengetahui kemana Noona pergi. Anak buahnya cekatan sekali." Ucap Jihyun.
Ibunya menghela nafas, kemudian mengangguk. Ibu Jimin menggenggam tangan Anna, mengusapnya lembut.
"Selesaikan masalahmu besok saja ya, Anna. Sekarang istirahat terlebih dahulu."
-
Anna memuntahkan semua makanannya. Bahkan sampai tidak bersisa. Ia membilas wajahnya di wastafel, kemudian memandang wajahnya lewat kaca. Tubuhnya lemas sekali. Sudah beberapa hari belakangan ia selalu mual saat pagi hari, namun baru kali ini ia bisa memuntahkannya.
Anna terdiam, dengan jantung yang berdegup kencang. "Tidak, tidak mungkin."
Anna berlari keluar kamar mandi, mengambil dua testpack yang masih berada di kopernya. Ia memeriksanya dengan harap-harap cemas.
Testpack pertama, menunjukkan dua garis biru.
Testpack kedua, pun masih menunjukkan dua garis biru.Air mata Anna meluruh saat melihat kedua testpack di tangan kanannya. Ia menggeleng, menatap dirinya di kaca wastafel sembari menyentuh perutnya.
Kenapa ia harus mengandung anak Jimin setelah semua konfliknya dengan Jimin? Setelah ia tahu bahwa Jimin meniduri gadis lain selain dirinya?
Tidak adil.
Aku harus bagaimana?
Anna terisak, meremas kedua testpack-nya. Anna bingung bukan main. Bila ia masih bulat menggugat cerai Jimin, maka anaknya tidak akan mempunyai seorang ayah.
Sebaliknya, apa ia masih bisa menerima Jimin?
"Anna!"
Sesuai perkataan Jihyun semalam, pagi ini Jimin sudah berada di rumah lamanya. Suaranya terdengar dari balik pintu. Anna menarik nafas, mencoba menenangkan diri. Ia menghapus air matanya, kemudian kembali membasuh wajah.
Anna menghela nafas, menyentuh gagang kamar mandi. Ia membuka pintunya, menatap Jimin yang kini berbalik menghadapnya. Tangannya masih meremas testpack, air matanya kembali merebak saat menatap wajah Jimin yang tidak kalah kacau dengan dirinya.
Bekas tamparan Anna sedikit memberi bekas biru pada pipinya, dan pipi satunya lagi agak memerah. Apa Jimin baru saja ditampar lagi?
Jimin menghembuskan nafasnya, terengah. Wajahnya nampak lega melihat Anna keluar dari kamar mandi. "Aku khawatir sekali." desis Jimin.
Anna memejamkan matanya. Dadanya sesak, ingin menangis keras rasanya. Anna membuka matanya, membiarkan beberapa tetes air mata membahasahi pipinya.
"Aku ingin cerai."
Jimin terdiam, terkejut dengan perkataan Anna. Matanya tidak sengaja menangkap sebuah testpack yang di genggam erat oleh Anna. Jimin mendekat, meraih testpack di tangan Anna dengan cepat.
"Anna. Kau," ucapan Jimin terjeda.
"Kenapa aku harus mengandung anakmu saat aku mengetahui semua perbuatanmu di belakangku?"
"Kenapa sih kau harus tidur dengan wanita itu?"Anna terisak. Sedangkan Jimin hanya diam sembari menatap hasil testpack di tangannya dengan tidak percaya. Jimin mengusap wajahnya frustasi. Ia menutup matanya, menahan air mata yang mendesak keluar. "Maafkan aku."
"Bahkan, aku tidak tahu apakah aku bisa memaafkanmu atau tidak, Jimin."
TBC
Bingung loh binguuung
![](https://img.wattpad.com/cover/210441867-288-k719648.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless ✔
Short StoryAnna mencintai Jimin seperti icarus mencintai matahari. Semakin dalam, semakin sakit.