"Anna!"
Anna lantas tersentak saat rekan kerjanya mengagetkannya. Ia mencabut kabel mesin jahitnya pada stopcontact kemudian meneliti jahitan di potongan kain untuk bahan dasar gaunnya.
"Aish." dengus Anna saat menyadari bahwa jahitannya miring.
"Kenapa melamun?" ujar Hyeji yang tengah mengukur panjang kain. Hyeji adalah rekan kerjanya yang paling lama dan teman seperjuangan Anna, mulai sejak belum terkenal hingga menjadi sorotan publik seperti sekarang.
"Bertengkar dengan Jimin?" tebak Hyeji.
"Tidak." ucap Anna sembari membongkar kembali jahitannya. Anna menghela nafas, sedikit menyebalkan kalau jahitannya sudah salah begini. Padahal gaun ini akan ia pakai saat pesta perayaan ulang tahun perusahaan Jimin. Anna akan berencana datang.
"Kalian tidak pernah melakukan 'itu' lagi?"
Anna sontak menoleh dan mengomel pada Hyejin seperti perawan tua. Hyejin lantas terbahak saat mendengarkan omelan Anna. Ia meletakkan kain di tangannya kemudian duduk dan menatap Anna.
"Anna, apa kau masih takut?"
Anna mengelus perutnya. Ia menghela nafas kemudian mengangguk. Kejadian beberapa tahun silam cukup membuatnya trauma, cukup membuatnya hampir gila karena kehilangan seorang anak di kandungannya.
"Apa kau tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan Jimin?"
Anna memutar kursinya, menghadap Hyejin. Keduanya menghentikan aktivitas dan fokus dengan topik obrolan mereka. Anna diam, memutar kilas balik hubungan keduanya. Anna dan Jimin memang pernah sesekali bertengkar, namun tidak parah. Jimin sama sekali tidak pernah menyinggung hal ini.
Anna dan Jimin sebenarnya akan memiliki anak di usia muda pernikahan mereka. Namun, kandungannya gugur lantaran Anna di pukuli oleh saudaranya sendiri, Hanna. Jimin terlambat saat itu, dan meski Anna melawan, Hanna tetap lebih kuat.
Sejak itu, Anna selalu gemetar dan takut saat Jimin menyentuhnya.
"Kapan terakhir kali kalian berciuman intim?"
Tidak pernah.
Anna mendadak ingat akan bau parfum lain di kemeja Jimin. Anna menggelengkan kepala. Tidak mungkin.
"Anna, masalah ini serius."
- • -
Anna membolak-balik ponselnya. Hari sudah larut malam, namun ia masih terjaga karena menunggu Jimin pulang dari kantor. Jimin bilang ia akan pulang terlambat lagi hari ini.
Suara password pintu rumahnya berbunyi. Anna berdiri, berlari kecil ke arah ruang tamu dan pintu utama. Jimin sedang melepas sepatunya, namun Anna langsung buru-buru memeluk Jimin sampai Jimin terpaku dengan tangan setengah terlentang.
"Anna, hei."
"Ada apa?"Jimin mendadak panik saat ia rasa kemejanya sedikit basah. Jimin melepaskan pelukan Anna, ia menangkup kedua pipi Anna. Ibu jarinya mengusap air mata yang leleh dari mata istrinya.
"Astaga. Apa yang terjadi?"
Anna menggeleng dan menyentuh kedua tangan Jimin. "Mimpinya datang lagi?" ucap Jimin lembut. Anna kembali menggeleng.
"Kangen."
Jimin tersenyum kemudian ia memeluk kembali Anna. Sedikit memutar-mutar badannya seperti anak kecil yang berpelukan. Jimin tiba-tiba menghela nafas.
Maaf Anna.
Jimin melepas pelukannya, menatap wajah Anna. Ia kembali menghapus air mata Anna yang jatuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless ✔
Short StoryAnna mencintai Jimin seperti icarus mencintai matahari. Semakin dalam, semakin sakit.