Anna membuka matanya dan mendapati Jimin masih terlelap menghadapnya. Kemarin sore setelah merawat Anna, Jimin kembali pada kantor untuk lembur mengerjakan setumpuk kerjaan kantor. Selama akhir bulan Jimin selalu di sibukkan oleh tumpukan kertas yang harus ia tanda tangani dan revisi.
Banyak laporan perusahaan serta laporan keuangan yang harus ia tanda tangani agar bisa masuk database perusahaan.
Tapi, tahu-tahu Anna bangun dengan Jimin di sampingnya yang meminjamkan tangannya untuk menjadi bantal Anna. Wajahnya lelah sekali dengan kantung mata yang menghitam. Anna bergerak, ia meringis bersamaan dengan perutnya yang mendadak nyeri saat ia beranjak untuk duduk.
"Anna?" ujar Jimin serak.
Anna menoleh pada Jimin yang mengerjapkan mata dan membenarkan posisinya.
"Aduh, leher dan tanganku sakit." Jimin merengek saat ia akan bergerak. Anna terkekeh. Jimin tidak bisa bergerak karena ototnya kaku setelah semalaman dia tertidur dengan posisi yang sama.
"Gerak pelan-pelan." titah Anna dengan diiringi memijit tangan Jimin. Jimin menggerakkan kepalanya perlahan dengan desisan pelan. Perlahan, ia beranjak duduk saat di rasa tubuhnya tidak kaku seperti tadi.
Tubuhnya masih dibalut kemeja putih yang 2 kancing atasnya terbuka serta dasi yang masih terpasang, hanya sedikit dilonggarkan saja. Anna melepas dasi Jimin dan beranjak berdiri berjalan ke ruang pakaian di samping kamar mandi di dalam kamarnya. Ia mengambil satu kaus polos milik Jimin dan celana rumahnya.
"Ganti baju. Istirahatkan badanmu dulu." ucap Anna sembari meletakkan baju di atas paha Jimin. Jimin yang masih mengusap-usap lehernya lantas menggerakkan tangannya, membuka kancing kemeja dan memberikannya pada Anna.
"Tapi, aku harus ke kantor lagi pagi ini." ujar Jimin sembari memandang jam dinding yang menunjukkan pukul 7 pagi. Sedangkan ia harus sudah sampai kantor pukul 9 ini.
"Masih lama, sedikit terlambat tidak apa-apa. Mandi, ganti baju rumah lalu makan di ruang makan. Oke?"
Jimin mengangguk lucu lalu merangkak turun dari ranjang dengan badan setengah terbuka. Anna menggeleng pelan sembari tersenyum lalu berjalan mengikuti Jimin untuk meletakkan baju kotor di keranjang.
Anna terdiam di depan keranjang saat ia akan melempar kemeja putih Jimin kesana. Di dekatkannya kemeja Jimin pada hidungnya. Ia menghirup di beberapa sisi kemeja suaminya.
Anna terdiam sebentar. Kemudian kembali menghirup aromanya. Empat tahun hampir memasuki umur lima tahun berumah tangga dengan Jimin, ia hafal dengan aroma khas tubuh Jimin serta parfum yang Jimin pakai. Tapi aroma yang melekat di kemeja suaminya, berbeda.
Tidak. Jangan berprasangka buruk dulu.
Anna mengendikkan bahu, kemudian melempar kemejanya ke dalam keranjang dan keluar dari kamar. Anna berjalan ke dapur dan mengambil beberapa perabotan untuk memasak.
Apa Jimin mengganti parfumnya?
Anna menghidupkan kompornya, mulai memasak dengan beberapa pertanyaan yang muncul di benaknya. Ia mulai memasukkan beberapa bahan makanan ke dalam penggorengan.
Jimin adalah CEO di kantornya, ia di rekrut persis setelah beberapa bulan usai ia melamar Anna. Bukan posisi yang remeh untuk itu, dan ada Anna di balik perjuangan Jimin untuk sampai pada titik ini. Namun, Anna tidak tahu apa ada hal lain diluar urusan pekerjaan yang di hadiri Jimin. Setahu Anna, Jimin juga sering menghadiri pesta perayaan perusahaan setelah perusahaannya mengalami kemajuan pesat atau setelah sukses mengadakan kegiatan. Tapi, Anna tidak pernah mau ikut, karena ia rasa Jimin perlu untuk menghabiskan waktu bersama teman-teman dan rekan kerjanya.
Anna sendiri tidak tahu apa saja yang Jimin lakukan saat pesta dan pulang dalam keadaan mabuk.
"Sayang? Sepertinya mesin air panasnya rusak. Dingin sekali." ujar Jimin yang keluar dari kamar dengan mengusap kedua lengannya.
Anna menoleh, ia terdiam sebentar memandang Jimin yang kemudian duduk di meja makan dengan terus mengusap kedua tangannya. Anna tertawa kecil kemudian membawa beberapa piring lauk yang ia masak ke meja makan.
Memikirkan apa sih aku daritadi?
Anna membawa dua piring nasi yang sejak tadi ia siapkan. Setelah menyiapkan makanan, ia duduk di hadapan Jimin dan tersenyum kecil.
"Setelah makan kubuatkan teh hangat ya. Ayo makan dulu." ujar Anna sembari mengambil sendok dan garpunya. Keduanya makan dalam hening. Anna sekilas menatap Jimin yang melahap masakannya. Andai saja, keduanya memiliki buah hati seperti keluarga lain, jelas tidak akan se-sepi ini.
"Anna?"
"Oh- Ya?"
Jimin mendongak, menatap istrinya. "Kenapa? Apa terlalu asin?" Ujar Anna sembari mencicipi masakannya sekali lagi.
"Ah- Bukan." Jimin terdiam sebentar saat Anna menatapnya lagi. Keduanya saling tatap dalam beberapa waktu. Jimin menggigit bawah bibirnya, kemudian tersenyum setelahnya.
"Kau tahu aku mencintaimu bukan?"
Anna lantas terbahak kemudian mengangguk. Pipi Jimin merona, merasa malu atas pengakuannya. Usai makan, Jimin duduk di kursi taman rumah yang berada di samping ruang tengah. Tamannya tidak terlalu lebar. Namun cukup untuk memanjakan mata.
"Sepertinya kau butuh libur." ucap Anna yang membuka pintu balkon taman dan menghampiri Jimin yang duduk di kursi sembari memejamkan mata. Jimin membuka matanya, kemudian meraih teh hangat yang di bawakan Anna.
"Mungkin sudah waktunya aku mengambil cuti. Bagaimana?"
Jimin menyesap teh hangatnya sembari menoleh menatap Anna yang kini duduk di sebelahnya. "Boleh. Kalau kau mengambil cuti, aku juga."
Anna adalah seorang designer di sebuah butik gaun pengantin yang dikenal banyak orang. Designnya bajunya banyak di beli dan di sewa orang karena sentuhannya elegan.
"Oh iya. Kemarin hari selasa harusnya kau bekerja. Kenapa dirumah?"
"Oh itu. Aku pulang dulu karena tidak ada janji fitting baju dan gaun rancanganku sudah selesai." Ujar Anna menjawab pertanyaan Jimin. Anna mengeluarkan ponselnya, ia membuka galeri dan menunjukkan hasil gaunnya yang ia pasangkan ke manekin.
"Bagus, darimana kau dapat ide design seperti ini?" ucap Jimin yang melihat detail gaun pesta rancangan Anna. Anna mengendikkan bahunya. Jimin kembali menyesap tehnya.
"Oh- sekretarisku butuh gaun untuk pesta. Sudah kusarankan untuk datang ke butik dan menemuimu."
Anna menatap Jimin. "Sekretaris ?" Anna mencoba mengingat-ingat sekretaris Jimin. Terakhir, yang ia ingat sekretarisnya adalah Namjoon yang merupakan akuntan hebat.
"Untuk apa Namjoon membeli gaun? Namjoon transgender?"
Tawa Jimin meledak setelah mendengarnya. Mana ada Namjoon pria tulen itu memiliki niat banting stir menjadi seorang perempuan. Ada-ada saja istrinya ini.
"Sekretarisku ganti, sayang."
"Perempuan."Anna mengernyitkan dahinya. "Sejak kapan? Kenapa tidak bercerita? Bukankah biasanya kau selalu menceritakan semua yg ada di perusahaan padaku?"
Jadi, apalagi yang Jimin sembunyikan?
TBC
Ekhem-ekhem. Jadiii ? Belum bosen kan?

KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless ✔
Cerita PendekAnna mencintai Jimin seperti icarus mencintai matahari. Semakin dalam, semakin sakit.