Ramainya kota Seoul terdengar bising bercampur dengan klakson mobil dan desas-desus penduduknya. Semuanya sibuk. Ada yang terburu-buru, ada yang bersantai, ada yang beristirahat, ada yang menganggur tanpa tahu akan melakukan apa.
Park Jimin menginjak pedal rem-nya kuat-kuat beserta klakson yang dibunyikan dengan nyaring. Jimin tersentak kedepan namun tubuhnya tertahan seat belt.
Fuck. Jimin mengumpat dalam hati dengan jantung yang berdegup kencang lantaran ia hampir menabrak seseorang yang menyebrang di tengah derasnya hujan yang mengguyur Seoul di bulan Oktober, pertengahan musim gugur.
Ponselnya bergetar kemudian berdering beberapa saat setelahnya. Jimin membuka pintu mobilnya dan keluar. Jimin menghampiri wanita yang hampir di tabraknya.
"Kau baik-baik saja?" ujar Jimin meneliti wanita di hadapannya dari atas sampai bawah. Jimin menghela nafasnya lega saat ia mengangguk. Jimin menyentuh kedua pundaknya kemudian menuntun wanita itu agar menepi.
"Maaf." Jimin membungkuk kemudian berpamitan untuk pergi. Jimin kembali masuk ke dalam mobil sportnya dan menutup pintunya. Seluruh badannya basah, membuat bulu kuduknya meremang saat kulitnya menyentuh udara dingin AC mobil. Jimin meraih ponselnya sembari menjalankan mobilnya perlahan.
"Halo, Anna?"
"Tunggu. Tunggu sebentar." Jimin menekan pedal gasnya dengan kuat. Mobilnya melaju kencang di tengah derasnya badai yang mengguyur Seoul.- • -
Ponsel di tangan Anna jatuh setelah ia menerima tamparan kuat dari gadis di hadapannya dengan panggilan yang masih terhubung dengan Jimin. Belum sampai ia jatuh menyentuh lantai, gadis ini sudah menarik kerahnya.
"Jalang!"
"Apalagi yang mau kau rebut dariku?"Ia menyentak kerah baju Anna setelahnya. Melayangkan kakinya ke perut Anna, menyisakan sakit yang menyetrum ke sekujur tubuhnya. Anna meringkuk, melengkungkan badannya saat ulu hatinya perih luar biasa.
Belum cukup Anna menerima tendangan di perutnya, satu tendangan kuat menghantam perutnya lagi seolah Anna adalah samsak.
Pemukul itu adalah Hanna, saudara kembar Anna sendiri.
"Ayah? Ibu? Taehyung?"
"Jawab aku, sialan!"Taehyung adalah suami Hanna, yang kebetulan adalah mantan kekasih Anna dulu sebelum pada akhirnya Anna bersama Jimin. Anna menggeleng namun Hanna tidak peduli. Tendangan demi tendangan Anna terima dan ia hanya bisa bertahan melindungi dirinya dengan kedua tangan kosong.
Sial, Jimin kemana?
Anna mencengkram kaki Hanna dengan tangannya dan menariknya hingga gadis itu jatuh. Anna sedikit terbatuk dan meludahkan darah dari mulutnya. Hanna, saudara kembarnya itu sedikit sinting sepertinya. Mungkin saja otaknya konslet.
"Fuck, Anna. Keparat."
Sekujur tubuh Anna di selimuti rasa sakit, Anna bahkan mengerang saat ia mencoba bangkit dengan susah payah. Ia berjalan menjauh, namun Hanna bergerak lebih cepat darinya.
"Hanna!"
Jimin datang.
Jimin menahan tangan Hanna yang sudah terangkat keatas. Anna menoleh menatap Jimin yang masih menahan tangan Hanna. Hanna memberontak, memandang Jimin nyalang yang di balas dengan tatapan tajam Jimin.
"Apalagi, Hanna?"
Hanna menepis tangan Jimin dengan kasar. Hanna sekilas melirik Anna, kemudian kembali memandang Jimin dengan wajah menyebalkan.
"Keluar." usir Jimin. Jimin melepaskan cengkraman tangannya, membiarkan Hanna melangkah dengan penuh kesal keluar. Jimin memijit pelipisnya, tidak habis pikir dengan wanita satu itu. Jimin menoleh menatap Anna yang sudah duduk bersandar pada dinding. Ia menghampiri Anna, berjongkok dan kemudian menyentuh kedua pipinya hati-hati.
"Anna ?" panggil Jimin pelan.
Anna membuka matanya, menatap sayu Jimin yang tengah menghela nafas panjang.
"Do you wanna build a snowman?"
Anna terkekeh melihat tingkah suaminya. Jimin tersenyum tipis setelah menyanyikan satu bait soundtrack dari frozen itu. Ia melingkarkan tangan kanannya di bahu Anna dan tangan kiri yang di selipkan di bawah kaki Anna. Perlahan Jimin berdiri dengan membopong Anna.
"Soal Taehyung lagi?"
Anna mengangguk pelan. Kepalanya ia sandarkan pada bahu Jimin, hembusan nafasnya menerpa leher Jimin. Anna dapat mendengar Jimin menghela nafasnya keras saat mendengar nama lelaki itu.
"Dia melihat Hanna, seperti dia melihatmu."
"Wajar saja saudaramu cemburu, pria setampan itu masih saja mengejar-ngejar seorang Anna yang sudah mempunyai suami."Jimin menurunkan Anna di ranjang kamar mereka. Anna duduk, bersandar pada dashboard ranjang kemudian mengangkat tangannya, mencubit pelan hidung Jimin dan tersenyum kecil.
"Tapi aku masih tetap mencintai laki-laki cerewet ini."
Pipi Jimin sontak bersemu mendengarnya. Langsung ia jawab Anna dengan cepat. "Iyalah. Pesonaku tidak ada yang mengalahkan."
Jimin berbalik, keluar dari kamar, mungkin mengambil obat pada kotak P3K di ruang tengah. Anna menatap punggung Jimin yang menjauh hingga bayangnya menghilang dari balik pintu kamar. Dulu, ia menerima lamaran Jimin karena ia percaya pada Jimin, lelaki itu tidak akan seperti Taehyung.
Jimin itu gigih memperjuangkan Anna. Walaupun Anna menolak Jimin mentah-mentah awalnya, namun ia tetap mengupayakan segala cara agar Anna bisa ia jangkau. Perempuan mana yang tidak luluh saat di perjuangkan begitu?
Jimin masuk ke dalam kamar dengan membawa sekantong plastik es batu dan kotak P3K. Jimin duduk di samping Anna dan meletakkan kotak P3K di tangannya. Jimin membuka perlahan baju Anna kemudian meletakkan sekantong plastik es batu itu di perutnya yang sudah terlihat memar.
"Sudah ya, dingin." melas Anna. Jimin yang masih memutar tutup obat oles untuk luka lantas langsung menyela tegas, "Tahan dulu."
Jimin menoleh dan mengoleskan obatnya pada ujung bibir Anna yang berdarah akibat tamparan Hanna. Anna meringis membuat Jimin menjauhkan tangannya. Jimin kembali mengolesnya pelan namun lembut. Setelah selesai, Jimin mengusap pipi Anna yang mulai lebam dan bengkak.
"Duh- Sakit." rengek Anna. Jimin menjauhkan tangannya kemudian menghela nafas.
Jimin mengambil plastik es batu di perut Anna kemudian meletakkannya perlahan di pipi Anna. Jimin terdiam, menatap wajah Anna yang menahan sakit.
"Kenapa kau tidak pernah melawan?"
Anna menatap kedua manik mata Jimin. Ia menggeleng pelan kemudian menyentuh jemari Jimin yang menganggur.
"Dia saudaraku." Jimin menggenggam balik jemari Anna dan mengelusnya menggunakan ibu jarinya. Jimin menunduk, menatap tangan lentik yang ia genggam.
"Jimin? Ada apa?"
Jimin menggeleng. Matanya tetap tidak lepas dari jemari istrinya. Masih tetap mengelusnya lembut. Anna tersenyum kecil kemudian meraih wajah Jimin dengan tangan satunya.
"Jangan merasa bersalah, kau tidak terlambat."
Jimin menatap kedua manik mata Anna.
Tidak, Anna. Bukan itu.
Jangan menatapku seperti itu.Jimin meletakkan plastik es batunya di atas kotak P3K. Ia menarik Anna ke dalam dekapannya. Menyandarkan dagunya ke bahu Anna dengan Anna yang mengelus punggung Jimin lembut. Jimin menutup matanya. Ada salah satu fakta yang mampir pada kepalanya saat menatap manik mata Anna yang menenangkan.
Maafkan aku.
Sudah menyembunyikan semuanya darimu.TBC
Ayo, bagaimana? Aku mau lihat dulu responnya ini bagus apa engga hehehe

KAMU SEDANG MEMBACA
Limitless ✔
Storie breviAnna mencintai Jimin seperti icarus mencintai matahari. Semakin dalam, semakin sakit.