Halo, namaku adalah Maval Folster. Aku adalah seorang siswi berusia lima belas tahun yang baru naik ke kelas tiga SMP tahun ini. Aku dan ibuku baru saja pindah ke kota kecil yang sedikit bergaya jaman renaissance ini kemarin, tempatnya terlihat cukup bagus dan bersih.
Sebenarnya aku cukup betah di kota dan rumah lamaku. Meskipun aku adalah seorang introvert dan tidak mempunyai banyak teman disana, tempat itu sangat indah dan menyenangkan. Ya... Sebenarnya tempat itu sangat berisik dan ramai sih, beda dengan tempat ini yang sangat tenang dan sepi.
Di kota lamaku aku tidak mempunyai banyak teman ataupun kenalan. Aku sering mengurung diriku setelah aku pulang sekolah. Orang-orang sering mengatakan bahwa aku itu pemalu dan penyendiri. Meskipun kenyataannya tidak selalu seperti itu, terkadang merekalah yang menjauhiku karena keanehan dan seleraku yang cenderung berbeda dengan mereka.
Ayahku meninggal saat aku masih kecil. Aku belum pernah melihat wajahnya kecuali di foto. Ibuku berkata dia kecelakaan saat aku masih bayi, dia adalah orang yang sangat disukai ibuku, sehingga ibuku mengurung diri dari luar saat mendengar ayahku meninggal. Nenekku berkata dia terus mengurung diri dan menangis dikamarnya, dia bahkan tidak makan selama beberapa hari. Dia hanya keluar kamar untuk pergi ke kamar mandi dan mengurusku, meskipun waktu itu yang sering mengurusku adalah nenek.
Ibuku pindah ke kota ini karena dia mendapat tawaran pekerjaan oleh teman lamanya, miss Annete. Ibuku memang orang yang baik dan pekerja keras, dia membiayai hidupku seorang diri. Dulu dia bekerja sebagai penenun pakaian, aku tidak tahu berapa banyak pendapatannya dari pekerjaannya itu, yang pasti tidak terlalu banyak. Nenek dan kakekku terkadang memberi ibu bantuan dari segi finansial, meskipun itu jarang dan ibuku sering menolaknya sih.
Di kota ini kami berdua hidup di sebuah rumah peninggalan kakekku yang diwariskan kepada ayah, rumah indah ini bertatapan langsung dengan jalanan. Berbeda dengan dikotaku yang dulu, jalanan disini terbuat dari batu dan tanah daripada dengan aspal. Orang-orang juga lebih sering berjalan kaki dan memakai sepeda daripada menggunakan mobil atau motor. Itulah yang aku suka dari tempat ini, tempatnya tidak berisik dan baunya unik.
Sekarang aku sedang duduk-duduk melamun sambil melihat keluar jendela. Tidak ada yang ingin aku lakukan, bahkan untuk menggambar dan menulis saja sekarang terasa sangat malas. Ibuku sudah mendaftarkanku ke sekolah baru, tapi saat ini masih liburan kenaikan kelas jadi aku terkurung disini selama satu minggu penuh.
"Seharusnya kita pindah kesini minggu lalu. Kau juga memberitahuku secara mendadak kalau kita akan pindah." kataku dengan malas kepada ibu yang dari tadi sedang bolak-balik membereskan peralatan rumah. Sebenarnya kami sudah membereskannya secara bersama-sama kemarin, tapi entah kenapa dia menjadi sok perfeksionis dan membereskannya kembali.
"Bagaimana lagi," ucapnya sambil memasang foto kami berdua di dinding yang aku paku kemarin. "Miss Annete menawarkanku pekerjaan secara mendadak. Jadi kita harus pindah kesini dengan mendadak juga." katanya sambil mengeprukkan tangannya karena debu.
Sebenarnya ibu masih terlihat sangat cantik. Dia bahkan terlihat seperti anak muda, terkadang aku iri kepadanya saat orang-orang menyangka bahwa kami adalah adik kakak. Meskipun begitu ibu tidak pernah berfikir untuk menikah lagi, meskipun banyak teman laki-lakinya mendekatinya dan kadang merayunya, tapi ibu sering menjauh dari mereka. Ibu memang sangat mencintai mendiang ayah sehingga dia tidak ingin menikah lagi.
"Kau harus merubah dirimu sekarang Maval. Ibu ingin kau mencari teman di sekolah barumu dan menghabiskan waktumu diluar." kata ibuku, aku mengabaikannya. "Aku tahu kepribadianmu memang pendiam, tapi kau membutuhkan teman meskipun hanya satu atau dua orang."
"Ya... Ibu sudah mengatakan itu puluhan kali sebelumnya." kataku, mataku terpaku ke jalanan dan melihat orang-orang sedang berjalan diluar jendela.
"Yap, dan ibu harap kau mendengarkanku sekarang. Lagipula sekarang kau akan pergi ke sekolahmu yang baru, carilah teman sebanyak mungkin dan bersosialisasi-lah dengan mereka. Kau tidak ingin disebut orang gua lagi oleh tetanggamu kan?" kata ibu sambil tertawa. Entah kenapa mulutnya sangat aktif sekarang. Ibu sebenarnya adalah orang yang pendiam sama sepertiku, mungkin suasana baru ini mengubah isi kepalanya.
Aku lalu bangkit dari kursi dan berjalan menaiki tangga. Rumah itu memiliki dua lantai, di lantai pertama terdapat kamar mandi, ruangan dapur, dan setelah pintu masuk terdapat ruang tamu tempat aku duduk tadi. Dan dilantai dua terdapat tiga ruangan, dua diantaranya dijadikan kamar kami masing-masing, dan ruang satunya lagi kami gunakan sebagai gudang karena ruanganrnya tidak terlalu besar.
Aku berjalan ke atas menaiki tangga kayu itu menuju ruanganku. Aku membuka pintu dan meloncat keranjangku. Hari masih siang, aku melihat ke jam dinding di atas pintu.
"Jam dua... Masih satu minggu lagi untuk pergi kesekolah... Aku penasaran bagaimana orang-orang di sekolah itu." ucapku dalam hati sambil melihat kedinding yang kosong.
"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan di waktu satu minggu ini... Mungkin menggambar. Tapi apa aku akan menggambar seharian penuh? Biasanya aku pergi ke rumah nenek di hari libur, tapi aku tidak yakin ibu akan mengijinkanku pergi kesana sekarang... Siaal! Bosaaaan!" aku lalu mendengar suara langkah kaki menaiki tangga, sepertinya itu ibuku.
Seseorang lalu mengetuk pintu dan membukanya. Itu adalah ibuku, dia melangkah masuk dan mengamati ruangan yang aku tata sendiri itu. Dia membolak-balikkan matanya mengamati, aku bisa melihat sekilat senyum kagum dibibirnya, dia lalu melihat ke arah dinding sebelah kanannya, wajahnya lalu berubah, dia mengerutkan matanya dan memajukkan bibirnya.
"Kenapa dinding ini kosong? Bukannya akan lebih bagus jika lemari ini kau taruh didinding itu?" ibuku menunjuk ke arah lemari yang agak menghalangi pintu. "Kalau begitu aku akan bantu pinda..."
"Jangan! Aku sengaja mengosongkan dinding itu." kataku sambil berteriak.
"Kenapa?"
"Itu rahasia."
Ibuku mengerutkan wajahnya kesal. "Terserah kau saja." kata ibu sambil berjalan keluar, dia lalu berhenti dan menengok ke belakang. "Oh iya, aku akan mulai bekerja dengan bi Annete besok. Kau belum tahu letak pasar di kota ini kan? Gimana kalau kita pergi jalan-jalan nanti sore?" kata ibu.
"Malas... Ibu aja sendiri..." kataku sambil memeluk bantal.
"Hmm, terus gimana kalo nanti kamu lapar? Mau makan meja? Yasudahlah, nanti juga keluar nyari toko sendiri... Tapi kalo tersesat awas ya..." kata ibu sambil keluar, aku lalu terbangun tersentak.
"Tu.. Tunggu! Emang dikulkas gak ada makanan?" teriakku.
"Kulkas belum dipasang, makanan persediaan juga sudah hampir habis, tinggal nasi dan kripik kering." teriak ibu sambil berjalan menuruni tangga.
"Yahh... Terus sekarang makan apa..?"
"Meja!"
Aku menepuk jidatku. Dengan malas dan terpaksa aku harus ikut ibu pergi keluar mencari toko. Aku berdiri dan berjalan ke arah pintu dengan sempoyongan, aku berhenti sementara dan menengok ke arah jendela yang cukup besar dikamarku itu. Aku mendekatinya, dan melihat keluar.
"Indah sekali." gumamku, aku lalu melihat kebelakang ke arah dinding yang kosong.
"Dinding itu akan menjadi rumahmu nanti... Tunggulah aku." lanjutku.
••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Maval Folster
Teen FictionSebelum pindah rumah Maval menjalani hidupnya secara monoton dan repetitif. Dia selalu melakukan hal-hal yang dia minat secara rutin sendirian. Maval adalah seorang gadis introvert yang eksentrik, aneh, dan berselera anti mainstream, sangat berbeda...