Bagian - 7

0 0 0
                                    

Saat aku berada diluar rumah, keadaannya sangat berbeda dengan saat aku di kotaku dulu. Tempat itu sangat tenang dan lebih cerah, mungkin karena kotaku dulu banyak polusi. Aku melihat orang lewat, dia tersenyum kepadaku. Entah kenapa aku merasakan senyuman orang itu adalah senyuman yang tulus, mungkin senyum sudah menjadi kultur mereka. Aku lalu membalas senyumnya, meskipun aku tidak terbiasa melakukan itu.

Aku mengunci pintu dan memasukkan kunci itu ke saku celana. Lalu celingak-celinguk mencari jalan. "Sekarang kemana? Kiri atau kanan?" tanyaku dalam hati.

Aku kebingungan karena tempat itu sangat asing bagiku, akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke kanan ke tempat yang pernah aku datangi kemarin.

Aku berjalan perlahan sambil melihat kanan kiri mengamati tempat itu. Sebenarnya suasananya hampir sama dengan saat malam, hanya saja sekarang lebih terang dan sedikit lebih ramai.
Akhirnya aku sampai ke taman. Aku berencana untuk menanyakan tempat laundry itu ke penjaga toko-toko disana. Tapi saat aku berjalan mendekati toko, aku melihat seseorang sedang duduk dibangku taman sendirian.

"Orang itu, bukannya dia pemulung yang kemarin?" gumamku.

Aku mendekatinya. Dia tidak melihatku, pandangannya terpaku ke bunga-bunga ditaman itu. Dia sedang terduduk sambil mengunyah sesuatu, ditangannya terdapat bungkus permen mint, mungkin yang aku beri kepadanya malam kemarin.

"Hai." kataku sambil mengayunkan tanganku, dia menoleh.

Gadis itu menatapku dengan bingung. Dia bertingkah seolah-olah dia tidak mengenalku sama sekali. Dia lalu tersenyum dan menganggukan kepalanya kecil.

"Boleh aku duduk?" tanyaku. Gadis itu mengangguk. Aku lalu duduk disebelahnya.

"Sebenarnya... Aku hanya ingin bertanya tentang letak laundry disekitar sini. Kau tahu dimana letaknya?" tanyaku.

Gadis itu sebenarnya dari tadi hanya tertunduk. Aku tidak tahu apakah dia itu malu atau ketakutan, karena sepertinya dia berusaha untuk menghindari kontak mata denganku. Gadis itu lalu menggelengkan kepalanya.

"Ahh, kau tidak tahu ya. Kalau begitu terimakasih." kataku sambil bangun.

"Orang ini... Dia kelihatan aneh sekali. Dia bertingkah seperti orang yang anti sosial. Tapi jika begitu, kenapa dia datang kesini? Hmm, apakah mungkin dia hanya kehausan? Dari tadi dia juga menelan ludahnya berulang kali." ucapku dalam hati. "Kalau begitu akan aku belikan dia minum, aku juga kebetulan haus."

Aku lalu pergi ke toko kemarin, aku membeli dua botol minuman dingin dan membawanya kembali ke gadis itu.

Aku menyodorkan satu botol itu kepadanya. "Kau mau? Aku membeli dua." kataku.

Gadis itu hanya menatapku kebingungan. Dia mengamati wajahku agak lama. Aku tidak yakin dengan ini, tapi tadi aku melihat wajahnya berubah menjadi sedih secara sekilas. Gadis itu lalu mengangguk, aku memberikan botol itu dan duduk di bangku itu.

Penampilan gadis itu tidak seperti tadi malam. Sekarang dia lebih terlihat bersih. Pakaiannya juga bersih. Tapi rambutnya yang sedikit pendek masih acak-acakan dan terlihat keras.

Gadis itu membuka botol minuman itu dan meminumnya. Aku melakukan hal yang sama.

"Jadi," kataku sambil mengusap bibirku dengan tangan dan menyimpan botol itu di pinggir. "Siapa namamu?"

Gadis itu terdiam sejenak. Dia lalu melihat kearahku dengan malu, aku tidak tahu kenapa tingkahnya seperti itu, mungkin karena kemarin aku melihatnya sebagai pemulung.

"Mono." ucapnya dengan pelan, suaranya terdengar lembut dan cepat.

Aku mengulurkan tanganku kepadanya. "Namaku Maval Folster, panggil saja Maval. Senang berkenalan denganmu." kataku sambil tersenyum kepadanya.

Mono meraih tanganku dan tersenyum dengan paksa, dia mengangguk kecil dan melepaskan tanganku.

"Kau terlihat malu-malu Mono. Apakah karena kemarin malam?" tanyaku.

Gadis itu menatapku dengan bingung. "Kemarin malam? Apa maksudmu?" tanyanya dengan suara lemas.

"Apa? Apa dia tidak mengingatnya? Jangan-jangan dia tidak melihat wajahku karena gelap?" kataku dalam hati.

"Tidak, lupakan saja. Oh iya, apakah kau tahu dimana letak sekolah Calemia Hartleaf? Aku baru pindah ke kota ini beberapa hari yang lalu dan aku pindah ke sekolah itu."

"Calemia Hartleaf? A.. Aku juga sekolah disana. Sekolah itu terletak di depan toko donat Hotta, tidak terlalu jauh dari sini."

Aku tersenyum, setidaknya akhirnya dia berbicara kepadaku.

"Kau sepertinya tahu banyak tentang tempat ini. Tadi kau bilang kau tidak tahu dimana tempat laundry, itu berarti tidak ada tempat itu disekitar sini." kataku.

"Lan.. Landri itu tempat apa?" tanya Mono. Aku melihatnya dengan bingung.

"Kau tidak tahu? Ituloh, tempat orang-orang mencuci pakaian. Setahuku sih itu..." kataku. Sebenarnya aku juga tidak yakin tempat mencuci pakaian itu namanya laundry, aku hanya pernah mendengarnya dari orang lain.

"Tempat mencuci pakaian... Yang menggunakan mesin cuci? Aku rasa aku tahu dimana tempatnya, tapi... Akan sulit menjelaskannya." kata Mono. Dia berkata dengan sedikit lancar sekarang, meskipun tatapan matanya masih terus kebawah.

"Oh ya? Bagus dong. Kalo gitu gimana kalo kamu antar aku kesana? Nanti aku belikan kamu minuman lagi."

Wanita itu terdiam sejenak. "Bo.. Boleh. Ta.. Tapi hanya sebentar saja, aku harus segera pulang setelahnya."

"Hmm, oke. Kalo begitu ayo."

Hari sudah mulai siang. Kami berdua, aku dan Mono sedang duduk-duduk di sofa karena kelelahan dan kepanasan. Sebenarnya Mono bilang kalau dia harus cepat-cepat kerumah saat ditaman, tapi entah kenapa dia malah menerima bujukanku untuk membantu mencuci baju milikku dan ibu. Sebenarnya aku gak mau nyuci pakaian ibu sih, tapi karena kasihan kepadanya dan ada Mono yang membantu sepertinya bukan masalah bagiku.

Aku menarik-narik kerah bajuku karena gerah. "Mono... Aku sudah berjanji untuk membelikanmu minuman. Tapi kayanya akan aku belikan makanan juga, kamu sudah banyak membantuku." kataku.

Mono menggelengkan kepalanya. "Ti.. Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa melakukan pekerjaan seperti ini." katanya sambil tertunduk-tunduk.
Aku lalu berdiri. "Bagaimana kalau kita pergi ke toko sekarang? Lalu kita kembali lagi kesini dan bermain. Kau tahu, terkadang aku bosan sendirian terus. Meskipun aku sudah terbiasa, tapi bersosialisasi itu tetap penting kan?"

Mono mengangguk dan berdiri. "Ba.. Baiklah."

Kami berdua lalu pergi keluar untuk membeli makanan. Kami berjalan perlahan menuju taman tanpa berbicara satu lain. Dia tidak pernah memulai pembicaraan, aku memang tidak paham kepada sifatnya itu.

Saat kami tiba di toko, Mono hanya berdiri terdiam. Aku sudah membujuknya untuk memilih makanan dan minumannya sendiri, tapi dia malah menggeleng-gelengkan kepalanya dan terdiam. Aku tidak punya pilihan lain selain memilihkan untuknya.

"Ini, ambil saja jangan malu-malu." kataku sambil mengasongkan kantung plastik kepadanya. Dia lalu membawanya.

"Te.. Terimakasih."

"Jadi gimana? Mau menemaniku dirumah? Kamu enggak lagi sibuk kan?"

"A.. Aku harus pergi ke rumah. Ibuku pasti sedang menungguku disana."

"Hmm, begitu ya. Kalau begitu gimana kalau besok? Atau... Gimana kalo kita bermain dirumahmu saja?" bujukku.

Mono menggelengkan kepalanya cepat. "I.. Ibuku melarangku mengajak teman kerumah. Me.. Mending dirumahmu saja." katanya dengan terpaksa.

"Tidak masalah. Kalau begitu, kita akan bertemu lagi besok ditaman. Aku akan datang kesini jam sembilan. Gimana menurutmu?"

Mono mengangguk. "Ya, aku akan menunggumu disana."

Aku mengulurkan tanganku kepadanya. "Kalau begitu selamat tinggal. Terimakasih karena sudah banyak membantuku." kami bersalaman, aku lalu pergi kerumah.

••••

Maval FolsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang