Aku terduduk di kursi diruanganku. Aku melihat keluar jendela sambil menggunakan kacamata hitam yang aku beli tahun baru lalu.
Aku melihat ke matahari dengan wajah seperti seorang gangster. Entah kenapa jika aku memakai kacamata itu membuat perasaanku terasa konyol. Aku merasa bahwa aku ingin berlagak kuat, mungkin itu efek dari film-film gangster yang aku pernah tonton di TV.
Aku tidak pernah bergaya secara berlebihan didepan orang lain. Aku selalu tampil minimalis, aku selalu memakai pakaian serba hitam dan itu sudah lebih dari cukup bagiku untuk terlihat keren. Berbeda dengan teman-temanku, mereka sering memakai make up super tebal dan pakaian terbuka. Bagiku itu terlalu berlebihan, semua orang tahu bahwa orang-orang yang berlebihan seperti itu malah terlihat menjijikan daripada keren, sudah jelas perhatian berlebih-lah yang mereka cari.
"Sebuah benda bulat raksasa yang bergelantungan di luar angkasa dan mengeluarkan api yang menghidupi planet-planet lain. Kau adalah bintang yang spesial." gumamku.
"Terdapat jutaan bintang lain di alam semesta. Banyak dari mereka lebih terang dan lebih besar darimu, tapi hanya kaulah yang ada untuk menghidupi kami para mahluk hidup. Itulah kenapa kau sangat spesial." lanjutku.
"Tapi jika ternyata ada alien diluar sana, yang dihidupi oleh bintang lain, maka kau punya saingan. Tapi apakah alien benar-benar ada? Apakah mereka hidup di planet layak huni? Dan apakah mereka benar-benar hidup dengan teknologi yang lebih maju? Jika ya, maka aku akan memacari satu dari mereka."
Aku meleguk semua tehku dan bangun dari kursi. Aku meregangkan tubuhku dan membuka kacamata.
"Ibu bilang akan berbahaya untuk mataku jika aku terus melihat ke arah matahari meskipun menggunakan kacamata hitam. Aku rasa aku harus beristirahat." kataku dalam hati.
Aku lalu teringat kepada buku yang aku temukan di basement. Buku itu aku simpan di dalam lemari di dekat pintu. Aku lalu pergi kesana dan membawa buku itu, aku lalu kembali duduk dikursi sebelumnya.
"Oke, kita lihat apa isinya." aku membuka buku itu dan membaca kembali judul yang tertera di halaman paling depan. Buku itu berjudul 'Pikiranku', ditulis tangan dengan huruf-huruf yang besar dan rapih.
*Kamis, 18 Juli.
Namaku adalah Bobby Folster. Aku adalah seorang siswa kelas dua SMK yang bersekolah di Calemia Hartleaf, sekolah yang terletak di kota Hartleaf. Aku hidup bersama orang tuaku di kota yang indah itu. Meskipun kota itu sepi dan penduduknya sedikit, itu tidak membuatku merasa kesepian.*"Bobby Folster? Itukan ayah... Jangan-jangan ini buku diary-nya sejak dia masih SMK. Aku tidak tahu banyak tentangnya, mungkin aku harus melanjutkan membaca." kataku dalam hati.
*Jum'at, 19 Juli.
Ada seorang anak baru disekolah. Dia bernama Mera Dexter Sus. Nama yang aneh, aku tidak mengerti filosofi apa dibalik namanya itu. Tapi dia adalah seorang wanita yang cantik, dia juga orangnya pendiam dan murah senyum. Aku tidak mengerti kenapa dia tidak berbaur dengan yang lain. Mungkin dia masih malu.**Senin, 22 Juli.
Aku rasa anak baru itu sedikit mendapatkan masalah dengan teman-temannya. Tadi aku menguntitnya saat istirahat, dia pergi ke kantin dan orang-orang mengatakan hal buruk dibelakangnya. Tapi Mera tidak melawan, dia hanya menundukkan kepalanya dan pergi dari situ. Kasihan sekali dia.*"Mera itu kan ibu? Jangan-jangan dia korban bullying?" gumamku. Aku lalu membaca lembar lain.
*Selasa, 22 Juli.
Pagi tadi guru fisika tidak masuk ke kelas. Dia memberi kita tugas dan kelas kosong tidak ada guru. Kelas sangat bising waktu itu, tapi aku tidak peduli dan mengerjakan tugas yang guru berikan. Aku menyelesaikannya dengan cepat, mungkin karena aku cukup bagus di bidang matematika dan fisika. Setelah aku selesai mengerjakan tugas, aku mendengar teman-teman wanitaku yang sedang menggosipi Mera. Salah satu teman wanitaku berkata kalau Mera pindah ke sekolah ini karena dia sering dibully oleh teman-teman disekolah lamanya karena sifat dan namanya yang aneh. Aku tidak tahu darimana wanita itu mengetahuinya. Tapi hal yang lebih konyol adalah, para wanita penggosip itu mengatakan hal-hal yang buruk tentang Mera meskipun dia tidak mengetahui apapun tentangnya. Mereka tertawa terbahak-bahak, dan mengulangnya kembali. Mereka tidak memperdulikan Mera yang sedang duduk tepat disebelahnya, dia mendengar segala perkataan itu dengan wajah murung.**Rabu, 23 Juli.
Entah kenapa aku selalu memperhatikan Mera dikelas, mungkin karena hatiku tergerak sedikit karenanya. Aku melihatnya duduk dibangku sendiri, dia sedang menulis sesuatu dibukunya, mungkin sebuah diary. Dia juga terkadang menggambar sesuatu, tapi aku tidak pernah melihat gambarnya. Mera tersenyum sendiri, dia terlihat sangat manis ketika tersenyum. Tapi sayangnya para lelaki menjauhi dia karena mereka mendengar rumor bahwa Mera adalah korban pemerkosaan sejak dia masih kecil. Orang-orang juga berkata bahwa Mera sedikit gila dan aneh. Tapi aku tidak mempercayai mereka, dia terlihat sangat polos dan tidak bersalah.*Aku membuka lembar lainnya.
*Jum'at, 25 Juli.
Aku tidak menulis kemarin, mungkin karena aku lelah. Tapi tadi, saat kelas kami akan berangkat ke lapang untuk melakukan senam, aku melihat Mera menjatuhkan selembar kertas dari buku catatannya. Dia langsung pergi ke lapang waktu itu. Sebenarnya aku ingin memberikan kertas itu kepadanya, tapi karena aku penasaran aku menyimpannya. Setelah aku pulang sekolah aku membacanya, inilah kertas itu, aku merobeknya karena hanya itulah tulisannya.'Aku menerima energi negatif yang orang lain buat. Aku mendengarnya, tapi aku tidak bisa menghindarinya. Aku melihatnya, tapi aku tidak bisa menghindarinya. Aku merasakannya, tapi aku tidak bisa menahan sakitnya.
Salah satu jalan keluar adalah... Mati.'
Itulah yang dia tulis, dan itu cukup mengerikan bagiku.*
Aku terdiam sejenak. Aku tidak percaya ternyata ibu adalah korban bully saat dia masih disekolah. Aku lalu teringat kepada ibu. Saat kemarin, dia memberitahuku bahwa dia akan melakukan apapun untuk mencegah diriku menjadi korban bully. Ternyata itu semua karena dia pernah merasakannya.
Sebenarnya aku penasaran dengan apa yang terjadi selanjutnya. Tapi karena aku sudah baper atau tersentuh, aku tidak berani melanjutkan. Mungkin nanti aku akan membacanya kembali.
Aku lalu teringat kepada pakaianku yang menumpuk kotor. Aku ingat aku harus mencari laundry diluar. Sebenarnya aku sangat malas untuk pergi keluar, apalagi karena lingkungannya yang masih asing bagiku. Tapi karena terpaksa, akhirnya aku memaksakan diriku untuk bangun dan pergi keluar.••••
KAMU SEDANG MEMBACA
Maval Folster
Teen FictionSebelum pindah rumah Maval menjalani hidupnya secara monoton dan repetitif. Dia selalu melakukan hal-hal yang dia minat secara rutin sendirian. Maval adalah seorang gadis introvert yang eksentrik, aneh, dan berselera anti mainstream, sangat berbeda...