Bagian - 8

0 0 0
                                    

"Jadi, bagaimana menurutmu rumah ini? Haruskah kita merenovasinya lagi?" tanya ibu. Dia sudah pulang sekitar dua jam yang lalu.

Sekarang aku sedang duduk dikursi ruang tamu sambil melihat keluar jendela dan makan mie kuah. Diluar hujan sedang mengamuk, sore yang biasanya cerah sekarang menjadi gelap dan dingin.

Aku mengunyah mie dengan pelan, itulah yang sering lakukan ketika memakan makanan yang cepat habis. "Rumah ini terlihat seperti rumah victorian, hanya saja terbuat dari tembok, dan juga interiornya bagus. Tapi aku tidak terlalu peduli rumah jenis apa yang aku tinggali, asalkan ada rumah saja sudah cukup bagiku." kataku sambil mengangkat sendok mie dan memasukannya kedalam mulut.

Ibu selalu membaca buku sambil duduk disofa dan minum teh jika dia mempunyai waktu luang. Kami tidak terlalu banyak menonton TV dirumah kami dulu, TV dinyalakan hanya untuk mengusir rasa takut saja. Karena entah kenapa jika aku sendirian dirumah biasanya aku merasa takut.

Ibu menyimpan bukunya dan berdiri meregangkan tubuhnya. "Maksudku, bagaimana menurutmu letak-letak furniturnya? Apakah pas dengan bentuk interior rumah ini?" tanya ibu.

"Mana aku tahu, aku bukan arsitek. Tapi rumah ini mulai terlihat lebih nyaman daripada sebelumnya, artinya kita sudah berhasil merenovasi rumah ini dan mulai beradaptasi dengan lingkungan baru." kataku.

Ibu tertawa kecil. "Wah wah, seperti biasa bahasamu selalu membuatku bingung . Terkadang ibu sulit mengerti bahasamu yang intelek itu, sebaiknya kamu tidak menggunakan bahasa seperti itu kepada teman sekelasmu."

"Ya, aku tahu. Ini semua adalah influensi dari buku-buku yang aku baca. Saat aku berbicara tentang filosofi, seni, dan konspirasi dengan teman-temanku memakai bahasaku, mereka tidak menyukainya dan malah mencapku sebagai orang sok pintar. Aku tidak bisa berinteraksi secara blak-blakan dengan mereka terhadap apa yang aku minat, itulah kenapa aku selalu memilih sendirian." kataku sambil melahap mie.

"Hmm, anak yang malang. Tapi meskipun kau bertentangan dengan orang lain dikelasmu, pasti ada satu orang yang selalu mendengarkanmu dan mempunyai jalan pikiran yang sama. Lagipula, ibu akan selalu ada disini, kau bisa mengobrolkan apapun dengan ibu." kata ibu sambil berjalan menghampiriku dan memelukku dari belakang.

"Ya, begitulah. Aku memang mempunyai dua orang teman yang mempunyai pemikiran yang sama. Tapi tetap saja aku lebih dominan berperan sebagai pendengar daripada pencerita, jarang sekali mereka mau mendengarkanku berbicara."

"Kalau begitu berceritalah denganku, aku juga dulunya anak pintar loh." katanya sambil mengelus-ngelus kepalaku.

"Anak pintar apanya, dia kan sering dibully. Lagipula kenapa tiba-tiba dia menjadi seperti ini, pake memeluk segala..." kataku dalam hati.

"Oh iya, tadi miss Annete bilang kalo dia tidak punya waktu untuk membelikanmu baju, dia bilang dia akan memberikannya besok saat menjemput ibu, kau juga lebih baik menyiapkan baju yang akan kau berikan kepadanya, jangan beri dia baju bekasmu yang bergambar aneh itu ya." kata ibu sambil tertawa dan pergi ke dapur.

"Jelas gak bakal."

----

Waktu itu aku kembali ke kamarku dan mendengarkan musik sampai larut malam dan tidur. Sekarang, aku baru saja mandi dan menunggu miss Annete diruang tamu bersama ibu. Aku sudah menyiapkan baju yang akan kuberikan kepadanya. Sejujurnya aku tidak ingin acara tukar menukar baju ini terjadi, entah kenapa terasa aneh jika dia menginginkan bajuku hanya karena harumnya, dia pasti mempunyai alasan aneh yang dia sembunyikan.

Aku menoleh kepada ibu yang sedang membaca buku. "Ibu tahu alasan kenapa dia menginginkan bajuku? Aku tidak percaya jika dia tertarik pada bauku, aku rasa bau kita sama."

Maval FolsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang