Bagian - 5

6 0 0
                                    

Waktu itu pagi yang sangat cerah. Meskipun ini adalah musim hujan, disini hujan jarang turun. Meskipun hujan turun, hujan itu cuma gerimis dan tidak lama.

Setelah pulang jalan-jalan kemarin, aku dan ibu datang kerumah dan langsung tidur karena lelah. Aku memberi semua roti yang diberikan oleh ibuku kepadanya karena aku tidak merasa lapar, aku bahkan belum memakan permen mintku. Aku memang membeli dua bungkus kemarin, tapi karena aku memberikan satu bungkus lainnya kepada seorang pemulung aku hanya memiliki satu bungkus sekarang.

"Tehku... Apa kau baik-baik saja?" gumamku sambil tertidur tengkurap dan menungging karena masih lelah. Aku menancapkan kepalaku di bantal.

Tanganku terayun-ayun di bawah ranjang mencari kantung plastik yang aku bawa kemarin. Tapi kantung plastik itu tidak ada disana, dengan kaget aku lalu bangun dan mengeceknya. Dan benar saja, plastik itu menghilang.

Aku lalu mengecek meja dan lemari kecil dekat pintu, tapi kantung plastik itu tidak ada disana juga. Aku memegang kepalaku dengan kedua tanganku panik. Aku lalu turun dari kasur lewat depan.

Kakiku menginjak sesuatu, sepertinya plastik. Aku lalu menoleh kebawah dan melihat kantung plastik itu disana sedang terinjak, ternyata kantung plastik itu terletak di depan kasur, bukan dipinggirnya.

"Si.. Sialan. Siapa yang menaruhnya disini?" gumamku.

"Oh iya, itu aku..."

Aku memang menaruhnya disana tadi malam. Aku menyimpan kantung plastik itu disana dan melempar diriku ke kasur setelahnya.

Aku membawa kantung plastik itu kebawah. Aku menuruni tangga dengan lembek, tubuhku terasa sangat lemas. Aku melihat ibu sedang terduduk dan minum teh diruang tamu. Dia menyimpan buku yang sedang dibacanya dan menoleh kebelakang.

"Ah, sudah jam tujuh dan kau baru bangun. Apa kau akan bangun setelat itu saat nanti kau sekolah?" kata ibu.

"Enggak dong, aku cuma lebih lelah dari biasanya. Lagipula bukannya sekarang kau bekerja? Kapan kau berangkat?" kataku sambil berjalan kearahnya.

Ibu membalikkan badannya kembali dan membawa bukunya. "Setengah delapan bi Annete akan kesini menjemputku. Aku sedang menunggunya sekarang. Tentu saja aku akan membangunkanmu sebelum aku pergi kerja, aku ingin memberitahumu bahwa bekal uang jajanmu aku simpan di meja dan juga kunci rumah. Jangan pergi jauh-jauh saat aku bekerja." kata ibu.

Aku berjalan ke dapur. "Tentu saja gak bakal. Aku gak punya teman buat diajak keluar." kataku sambil membuat teh.

"Baguslah kalau begitu. Aku harap kamu gak bosan karena gak ada TV, aku memang tidak bisa cara memasangnya."

Aku melihat kearah kulkas yang sepertinya sudah ibu pasang. Tidak heran sih, sebenarnya untuk memasang kulkas hanya perlu menggesernya ke tempat yang cocok dan memasang kabelnya. Berbeda dengan memasang TV yang sepertinya agak lebih rumit.

"Kapan dia beli teh." ucapku dalam hati sambil melihat ke arah ibuku yang sedang minum teh sambil membaca buku.

"Oh iya," kataku sambil berjalan ke arahnya. "Apakah halaman belakang boleh aku jadikan kebun? Hanya pinggirannya saja kok."

"Kebun? Kau punya kebun kecil di rumah lamamu dan rumah nenek. Disini juga kau ingin berkebun? Jangan-jangan kau akan menanam bunga matahari juga disana?"

"Yepp, benar. Sebenarnya aku bisa menanam bunga apa saja dikebunku. Tapi karena aku menyukai bunga matahari aku akan menanam bunga itu saja."

Ibu menggelengkan kepalanya bingung. "Lalu, dimana kau akan membeli benih-benihnya?"

"Di toko peralon... Tentu saja di toko benih tanaman! Sebenarnya aku tidak tahu dimana belinya sih... Hehehe... Nenek memberi benih-benih itu dan aku membawanya bersamaku sebagian." kataku.

Maval FolsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang