Prologue

10 2 1
                                    

"Sayang aku sedang mengemudi sekarang. Langsung saja pada inti pembicaraan." ucap Bobby ditelepon sambil mengendarakan mobilnya di kegelapan malam.

"Kau telat pulang kerumah seperti biasanya. Aku dan Maval merindukanmu dirumah tahu." ucap seorang wanita ditelepon dengan nada manja.

"Aku sedang diperjalanan sekarang, tung--."

Disaat mobil itu sedang melaju, lampu mobil itu menyoroti seseorang ditengah jalan kecil yang sepi itu. Disekeliling jalan itu hanya terdapat pepohonan yang rimbun dan tempat itu cukup jauh dengan perkampungan terdekat. Dengan spontan Bobby mengerem mobil hingga membuatnya sedikit terpental kedepan dan menjatuhkan handpone-nya ke kursi disisinya.

"A.. Ada apa sayang?" ucap wanita itu ditelepon. Sementara Bobby terpatung melihat wujud mengerikan dihadapan wajahnya melalui kaca mobil.

Bobby melihat seorang wanita berpakaian putih dan berlumuran darah. Rambut wanita itu acak-acakan dan matanya hitam mengeluarkan air mata. Mulutnya disekap oleh sebuah kain merah dan tangannya terlipat kebelakang diikat. Wanita itu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil meloncat-loncat kecil.

Tanpa memperdulikan teleponnya yang masih menyala Bobby keluar dari mobil dan menghampiri wanita kolot itu, mereka sama-sama saling mendekati.

Wanita itu berbalik dan menggeliatkan jari-jarinya menyuruh Bobby untuk melepas tali yang mengikatnya. Bobby melepaskan kain-kain yang mengikatnya secara perlahan. Wanita itu lalu memegang tangan Bobby dengan gemetar.

"Baba.. Bawa aku pergi dari sini cepat!" bisik wanita itu dengan keras dan gemetar. Bobby mengerutkan dahinya.

"Apa yang terjadi padamu? Darimana kau da--"

Seseorang memukul leher bagian belakang Bobby menggunakan senapan dan membuatnya terpental ke tanah. Kemudian datang orang lain di arah yang sama dan menembak kaki wanita yang berpakaian serba putih itu menggunakan pistol 9mm berperedam. Dia tersungkur sambil berteriak kesakitan dan memegangi kakinya yang berlumuran darah.

"Sumpal mulut wanita itu!" suruh orang berpakaian serba hitam itu kepada kelompoknya dibelakang.

"Eagle, telepon Wolf, bilang kita sudah mendapatkan benang emasnya kembali." lanjutnya memerintah.

Orang yang bernama samaran Eagle itu membawa handphone lipatnya dari saku dan membukannya. Dia mengeraskan speaker telepon itu. Telepon itu lalu terhubung.

"Kita belum selesai mengintrogasinya Wolf, wanita itu berkepala batu. Kami sudah menggunakan stun gun dan musik mengerikan itu dia masih juga tutup mulut. Kita belum bisa mengeksekusinya sebelum mendapatkan dechipher itu." kata Eagle dengan suara serak.

Seseorang memberi Eagle kartu tanda pengenal milik Bobby. Dia membuka kacamata hitamnya untuk membaca kartu itu. "Tambah lagi kita mempunyai tikus disini. Seorang karyawan kantoran biasa bernama Bobby Folster, dia melihat si benang emas dan berniat melepaskannya. Apa kita harus mengeksekusinya?"

Orang ditelepon menghembuskan nafasnya merokok. "Aku tidak peduli, itu urusanmu. Bawalah dechiper itu sebelum jam sembilan dan hubungi aku dikantor. Jika kesalahan kecil ini semakin membesar dan membuat organisasi terlibat maka kalian mendapatkan masalah yang lebih besar. Ketahuilah itu." orang itu memutuskan panggilan.

Tubuh Bobby dibaringkan di mobilnya dengan kasar, kepalanya ditahan dan tangannya diikat oleh kain. Bobby menggeliat kecil mencoba melarikan diri, tapi tubuhnya terasa sangat lemas dan susah untuk digerakkan.

Eagle melangkah maju kearah Croc, pemimpin divisi itu sambil mengelus-ngelus tanda pengenal dengan jarinya. "Wolf bilang jam sembilan adalah deadline. Kita harus menyelesaikannya dengan segera." katanya dengan suara besar dan sedikit serak.

Orang bernama Croc itu menggigit bibir bawahnya kesal. Dia lalu menatap Eagle. "Hubungi divisi B, bawa mereka ke pabrik tua itu dan temukan dechipernya. Setelah itu bunuh dan palsukan kematian mereka."

Eagle menatap Croc dengan tajam, dia membuka telepon lipatnya sambil menatapnya dengan serius. "Semoga itu adalah keputusan yang tepat, Croc." katanya sambil berjalan menjauh darinya dan meletakkan telepon itu ditelinganya.

••••

Maval FolsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang