Pindah Rumah (episode 1)

2.3K 100 7
                                    

Namaku Novi. Yang akan kuceritakan ini adalah pengalaman 3 tahun yang lalu.

Awalnya, aku sekeluarga memutuskan pindah ke sebuah rumah yang lebih besar. Tujuannya supaya bisa sekalian jadi tempat yang lebih memadai untuk usaha jahitku yang semakin berkembang.

Hari pertama di rumah baru, aku dan suami masih direpotkan dengan urusan menata barang pindahan dari rumah yang lama.

Sejak pagi, aku dan suami sudah sibuk. Sementara, kedua anak kami, Arumi 5 tahun dan Naomi 3 tahun, juga asik bermain di halaman belakang. Halaman belakang rumah memang nyaman untuk tempat bermain anak-anak. Karena teduh ternaungi oleh pohon sirsak besar yang sudah berumur puluhan tahun.

Sambil sibuk berbenah, aku bisa mendengar celoteh mereka yang asik bermain. Sepertinya juga ada anak-anak tetangga yang datang dan ikut bermain. Karena dari tadi suara Arumi terdengar heboh sekali. Dia tidak pernah seheboh itu jika hanya bermain berdua dengan adiknya.

Selepas Ashar, Naomi sudah balik ke rumah. Karena kelelahan, dia langsung tertidur di salah satu kamar yang sudah selesai dirapikan. Sementara, Arumi masih heboh bermain di bawah pohon sirsak besar itu. Lamat-lamat masih terdengar suaranya seperti bercengkrama.

"Biar sajalah dulu dia bermain. Nanti saja menjelang magrib disuruh masuk rumah," pikirku.

Akupun melanjutkan membantu suami menata barang-barang di dapur.

Beberapa menit sebelum azan magrib, semua ruangan telah selesai kami tata. Suami langsung mandi. Aku juga langsung menuju belakang rumah hendak memanggil Arumi dan menyuruhnya segera masuk rumah. Suaranya sedang bercakap-cakap masih jelas terdengar. Sepertinya anak tetangga yang dari tadi bermain dengannya juga belum pulang.

Begitu pintu belakang kubuka, terlihat Arumi masih berdiri menghadap ke pohon sirsak itu sambil menggendong boneka Teddy Bear kesayangannya. Aku heran, ternyata Arumi sendirian. Lantas, suaranya yang aku dengar tadi itu, sedang bercakap-cakap dengan siapa?

"Arumi!" Panggilku.

Arumi tidak merespon. Seperti tidak mendengar suaraku. Dia masih saja berdiri menghadap pohon itu, dan malah kembali terlihat seolah sedang bercengkrama dengan seseorang.

"Arumii!!" Kembali aku panggil bocah itu dengan suara lebih lantang.

Arumi menoleh.

"Ayo, Nak. Masuk rumah. Udah mau Magrib!"

"Ya, Ma. Sebentar," jawab Arumi.

Mulutnya kembali terlihat komat kamit seperti sedang berbicara, lalu diiringi tawa. Kemudian dia melambaikan tangan ke arah pohon besar itu, lantas segera berlari ke arahku.

"Arumi, Mama lihat Arumi kayak ngobrol dengan seseorang tadi, ngobrol dengan siapa memangnya?" Tanyaku dengan perasaan was-was.

"Itu loh, Ma, sama tante dan adik kecil." Jawab Arumi polos sambil terus berjalan memasuki rumah.

Aku terkesiap dan sontak menoleh kembali ke arah pohon itu. Tiba-tiba aku merinding.

Segera kususul Arumi ke dalam rumah dan meraih tangannya. Lalu aku berlutut di hadapannya sambil memegang bahunya dan menatap matanya lekat-lekat, kemudian bertanya dengan nada serius.

"Arumi, kamu tadi ngobrol dengan siapa, Sayang? Mama gak melihat ada siapa-siapa di sana."

"Kan sudah aku jawab, Mama. Ngobrol sama tante dan adik kecil. Masak Mama gak lihat, sih?"

Arumi menepis kedua tanganku kemudian berlari kembali ke arah pintu belakang. Dia buka pintu itu.

"Tuh, Mama lihat! Tante dan adik kecil itu masih di sana, loh, Ma. Masak Mama gak lihat sih? Itu loh, Ma. Tante itu pakai baju putih, rambutnya panjang, adik kecil pakai baju hitam, rambutnya juga panjang."

Pindah RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang