Pindah Rumah (episode 6)

1.1K 87 11
                                    

"Pa!" seruku.

Suami tampak terkejut dan seketika menghentikan langkahnya, lalu berbalik badan ke arahku.

Dia terlihat sedikit gelagapan, seperti seseorang yang kepergok sedang melakukan hal buruk.

"Eh, Mama!" ujarnya kikuk sembari menggaruk-garuk kepala.

"Kenapa Papa bangun tengah malam begini? Itu bawa-bawa pisau segala, untuk apa!?" tanyaku khawatir dan penuh selidik.

"Eh..ooo.. anu, Ma, mau ngupas mangga untuk Arumi." jawabnya.

Aku tatap matanya, dia menghindar. Lalu kami berdua masuk ke kamar Arumi.

Di kamar, Arumi tampak masih tertidur nyenyak sambil mendekap Teddy Bear.

Kembali kutatap suami penuh curiga.

"Arumi tidur kok, Pa. Lagian, mana mangganya? Kok gak ada?"

"Eh, iya, Ma. Belum aku ambil dari kulkas. Tadi Arumi memang bangun, kok, dan katanya pengen makan mangga." Kali ini dia sudah terlihat tenang memberi jawaban.

Tapi aku terlanjur curiga. Gelagatnya benar-benar aneh. Aku tidak yakin dengan kebenaran jawabannya barusan.

Lagipula, aku Ibu Arumi. Belum pernah seharipun berpisah dengannya. Aku tahu betul semua polah dan kebiasaan si sulung itu. Tidak pernah dia terbangun malam kecuali jika bonekanya diambil dari pelukannya.

Sekarang, suami mengaku Arumi bangun dan minta dikupaskan mangga, tengah malam pula. Jelas aku tak bisa percaya begitu saja.

Namun, buru-buru aku berusaha kembali bersikap wajar. Berupaya tidak memperlihatkan sikap curiga, supaya suami tidak merasa disudutkan.

"Ya sudah, sini pisaunya. Biar Aku aja yang ngupasin mangga kalau Arumi bangun lagi. Papa tidur aja sana dengan Naomi."

Aku ambil pisau dari tangannya. Dia diam saja dan membiarkan pisau itu berpindah ke tanganku. Lalu, tanpa berkata-kata dia beranjak ke kamar belakang.

Aku merebahkan tubuh di sebelah Arumi. Tapi hati masih gelisah. Sikap suami yang ganjil sejak sore tadi sampai kejadian barusan benar-benar mengusikku. Ada apa dengan dia? Andai tadi aku tidak pergoki dia ketika membawa pisau ke kamar Arumi, apa yang akan dilakukannya?

Aku jadi berprasangka buruk dan tiba-tiba merasa terancam oleh keberadaan suamiku sendiri.

"Astaga, Naomi!" Aku teringat Naomi.

Jika prasangka burukku ini benar, berarti Naomi juga sedang dalam bahaya karena hanya berdua saja dengan suamiku.

Tanpa pikir panjang, kubopong tubuh Arumi dengan Teddy Bearnya sekalian, lalu menyusul pindah ke kamar belakang.

Aku jadi paranoid. Khawatir akan terjadi hal-hal buruk jika kami tidur pisah-pisah. Dan sumber kekhawatiran itu adalah suamiku sendiri. Orang yang biasanya jadi pelindung keluarga, sekarang aku curigai akan mencelakai anak-anak.

Aku terengah-engah ketika sampai di kamar depan karena susah payah menggendong Arumi yang berat. Namun aku lega, karena suami dan Naomi terlihat sedang tidur pulas. Apa yang kukhawatirkan tidak terbukti.

Untuk sementara aku tenang Tapi, keanehan suamiku tadi tetap mengganjal pikiran.

*****

Besoknya, suami masih terlihat aneh.
Sejak bangun pagi, aku tidak disapa maupun diajaknya ngobrol sama sekali.

Meski demikian, aku tetap melayaninya sarapan dan makan siang. Beberapa kali aku perhatikan dia seperti berpikir keras. Rasa takut mulai menghantuiku.

Pindah RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang