Pindah Rumah (episode 9)

1.3K 94 12
                                    

Perlahan kubuka mata. Awalnya penglihatan kabur. Kemudian tercium bau menusuk minyak kayu putih yang sepertinya dioleskan cukup banyak persis di bawah hidungku.

Semakin lama pandangan semakin terang. Lalu pipiku terasa ditepuk-tepuk.

"Mama, Mama!" Terdengar suara memanggilku.

Kesadaranku pun pulih. Wajah suami terlihat dekat dari pelupuk mata. Aku edarkan pandangan sekeliling. Rupanya aku tengah terbaring di sofa panjang ruang tamu.

"Ini benar Papa?" Ujarku gentar.

"Loh, maksud Mama apa? Ya iyalah, ini aku, suami Mama.

Ada apa sih, Ma? Tadi, berulang-ulang aku ngetok pintu sambil teriak ngucapin salam, tapi mama nggak muncul-muncul. Aku pikir Mama udah tidur. Akhirnya, aku masuk memakai kunci yang kubawa. Begitu masuk, eh, langsung terlihat Mama tergeletak di lantai.

Ada apa, Ma? Kenapa Mama sampai pingsan begitu? Lebih dua jam, lho, Mama pingsan.

Aku segera bangkit dan duduk bersandar. Suami yang tadinya berlutut di samping sofa, pindah duduk ke sampingku.

"Sepuluh menit sebelum Papa turun dari taksi tadi, ada sosok lain persis Papa yang sudah duluan datang.

Awalnya, aku sedang menjahit. Lalu, terdengar seperti ada yang mengetok pintu. Tidak terlalu jelas, karena suara mesin jahit agak bising. Aku nggak bisa pastikan apakah suara ketukan itu diiringi ucapan salam atau tidak.

Setelah aku berhenti menjahit, terdengar lagi suara ketukan itu, sangat jelas. Aku buru-buru ke depan untuk membukakan pintu.

Dari balik pintu Papa muncul dengan wajah pucat dan terlihat sangat lesu. Langsung mencium pipiku lalu duduk terhenyak di sofa. Sempat kupijat-pijat sebentar sebelum ke dapur untuk membuat teh hangat.

Sekembalinya dari dapur, sosok itu sudah tidak ada. Aku pikir, mungkin sudah pindah ke kamar karena ingin rebahan. Bersamaan dengan itu, terdengar suara mobil berhenti di depan. Aku intip, dan terlihat Papa turun dari mobil. Setelah itu aku tidak sadarkan diri. Begitu, Pa, ceritanya."

Suami terdiam. Wajahnya terlihat sangat gundah. Setelah kejadian dua minggu yang lalu, sepertinya dia tidak lagi meragukan ceritaku kali ini.

Dia berjalan mondar-mandir di ruang tamu yang tidak seberapa luas itu. Belum sepatah katapun dia tanggapi keteranganku barusan. Entah sedang berpikir, atau apa. Yang jelas, akupun juga diam. Masih shock karena kejadian tadi.

Kembali terbayang sosok berwajah pucat itu menciumku. Bibirnya terasa dingin. Ketika kupijat, dari balik baju, bahunya pun terasa dingin. Tidak terasa ada hangat temperatur tubuh manusia. Tapi, aku sama sekali tidak curiga.

Kami masih sama-sama terdiam ketika tiba-tiba Arumi muncul di lorong menuju ruang tamu.

"Pa, ayo, kita berangkat", ujarnya.

Sesaat, aku dan suami saling berpandangan heran. Bingung dengan kemunculan Arumi yang tiba-tiba, lantas mengajak papanya berangkat.

Mau pergi kemana memangnya? Padahal, jelas, papanya baru saja tiba di rumah dan dari tadi belum bertemu dengan dia, karena sibuk berusaha menyadarkan aku yang pingsan.

Seperti ada yang mengomandoi, hampir serempak aku dan suami menoleh perlahan ke arah jam dinding. Jam 12 tengah malam!

Jantungku langsung berdetak kencang. Lagi-lagi, jam 12 malam.

"Pasti ada yang tidak beres," batinku.

Aku yakin suami juga berpikiran sama. Air mukanya yang dari tadi sudah gelisah terlihat semakin resah.

Pindah RumahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang