Aku terdiam. Mencoba lebih meyakinkan diri, "benarkah barusan ada suara pintu diketuk?"
Sejenak tak ada suara apa-apa. Suasana benar-benar hening. Jika tadi masih terdengar suara detak jarum jam dinding, sekarang benar-benar senyap. Aku lirik lagi jam itu, masih mati.
Hanya suara halus helaan nafas Arumi dan Naomi yang terdengar silih berganti.
Seperti biasa, Arumi tidur memeluk Teddy Bear sebagai ganti guling. Dia memang tidak pernah bisa lepas dari boneka yang ukurannya hampir sama besar dengan tubuh adiknya itu. Dalam keadaan nyenyak begitu, jika boneka diambil atau diganti dengan guling, dia pasti terbangun dari tidurnya.
Sedangkan Naomi, jika sudah tertidur, biasanya akan terus terlelap sampai pagi. Bocah itu tidak pernah ada masalah soal tidur.
Tok..tok..tok ...
Suara itu terdengar lagi. Sekarang aku yakin, memang ada suara pintu diketuk. Juga yakin, arah suara dari pintu belakang.
Aku menelan ludah. Bulu roma meremang hebat, namun tak tahu harus berbuat apa. Aku bangkit dari tidur dan duduk persis di samping Arumi. Lalu teringat untuk menelpon suami.
Kuambil HP, tapi kemudian teringat, yang ada pulsanya dan biasa kupakai nelpon bukan HP yang ini, tapi HP yang satunya lagi. Nomor telpon suami juga tersimpan di sana.
Kucari HP itu. Di atas tempat tidur tidak ada. Kualihkan pandangan ke meja rias, juga tidak ada. Setelah kebingungan mencari-cari, baru ingat, HP itu ada di meja mesin jahit. Lupa kubawa ketika mengajak anak-anak masuk ke kamar, tadi.
Tok..tok..tok..
Terdengar lagi. Iramanya masih sama.
Arumi terlihat mulai terusik tidurnya karena suara itu. Dia bergerak-gerak kemudian berguling ke kiri, membelakangi Naomi.
Aku semakin gelisah. Khawatir Arumi akan terjaga. Teringat omongan Arumi sebelum tidur tadi, bahwa tante akan mengantarkan adik kecil padanya.
"Ya Tuhan.. Arumi tidak boleh terbangun dari tidurnya," gumamku cemas.
Jika Arumi bangun, dia pasti akan merengek memaksa membukakan pintu, dan menyambut kedatangan apa yang dia sebut sebagai "adik kecil" itu.
"Hiiihh..." terasa lemas segala persendianku membayangkannya.
Tok..tok..tok..
Untuk kesekian kalinya suara ketukan itu terdengar. Bersamaan dengan itu lampupun mati.
Segera kuraih HP yang tadi kupakai untuk membaca Alquran, lalu menyalakan senternya. Cahaya senter kembali menerangi ruangan meski temaram.
Arumi kembali bergerak-gerak. Terganggu suara pintu diketuk dan gerah karena kipas angin mati membuat tidurnya semakin gelisah. Beberapa saat lagi pasti dia akan terbangun.
Di tengah rasa takut dan kalut, aku berusaha tetap berpikir tenang. Aku harus segera mengambil tindakan. Sebelum Arumi benar-benar bangun
Tak ada jalan lain, aku memutuskan akan keluar. Melihat, siapa sebenarnya yang mengetuk pintu itu.
Aku beranikan diri. Sambil menggumamkan doa, aku berjalan ke luar kamar.
Di luar sangat gelap. Aku terus menuju pintu belakang dengan detak jantung tidak beraturan karena berusaha melawan rasa takut.
Tok.. tok.. tok..
Kira-kira dua meter menjelang sampai di pintu, suara ketukan itu kembali terdengar.
Aku terperanjat dan sontak menghentikan langkah.
Aku kembali ragu melanjutkan langkah. Tapi, kepalang basah. Aku kumpulkan lagi nyali dan terus melangkah.
Persis di dekat pintu, aku singkapkan sedikit gorden jendela kaca dan mengintip keluar.
Dari balik kaca, dengan jantung berdegup kencang, aku arahkan pandangan ke depan pintu. Namun, tidak terlihat ada siapa-siapa. Aku edarkan pandangan agak jauh ke sekitar. Juga tidak terlihat ada apa-apa. Hanya bias sisa purnama terlihat menyelimuti malam.
Aku tetap berdiri beberapa saat di sana. Menunggu kalau-kalau ada suara ketukan lagi. Sekitar tiga menit menunggu, ternyata tidak ada lagi suara ketukan.
Perlahan aku balik badan dan kembali ke kamar. Baru saja aku akan merebahkan tubuh lagi di sebelah Arumi, tiba-tiba,
Tok..tok..tok..
Meski kembali terkesiap, kali ini aku tidak terlalu takut lagi. Dengan langkah yang tak lagi ragu, aku segera kembali ke pintu belakang dan mengintip keluar.
Namun, ternyata sama saja. Setelah mengintip keluar, tidak terlihat ada siapa-siapa. Pun setelah menunggu beberapa saat, juga tidak ada lagi pintu diketuk.
Aku mulai berfikir, "teror apa ini? Seperti ingin mempermainkan aku. Apakah yang mengganggu ini tante dan adik kecil yang dibilang Arumi?" Jika iya, apa mungkin, mereka mengharapkan Arumi yang datang membukakan pintu? Entahlah, aku tidak bisa menyimpulkan."
Aku segera balik badan dan melangkah ke kamar.
Baru selangkah kaki kuayunkan,
Tok..tok..tok..
Suara pintu diketuk itu sangat jelas, karena aku berada sangat dekat.
Kali ini aku bereaksi spontan. Entah spirit dari mana yang merasuki, aku langsung mengambil senter besar milik suami. Lalu segera menuju pintu belakang dan membukanya lebar-lebar.
Lagi-lagi, tidak ada siapa-siapa. Merasa tak puas, aku sorotkan cahaya senter ke seluruh penjuru halaman belakang. Tak terlihat ada yang aneh.
Aku semakin nekat. Kuarahkan cahaya senter agak lama ke pohon sirsak. Aku amati benar-benar sekitaran pohon tua itu. Tak ada apapun.
Bersamaan dengan itu, lampu hidup. Aku kembali ke dalam rumah. Ada semacam perasaan tenang dalam hati karena berhasil mengalahkan rasa takut dan melindungi Arumi dari kemungkinan buruk.
Aku tak segera kembali ke kamar dan duduk menunggu di ruang tengah. Setelah lebih lima menit tidak lagi terjadi apa-apa, dengan perasaan lega aku kembali ke kamar.
Begitu sampai di kamar,
"Astaga! Jantungku kembali serasa copot.
Hanya ada Arumi sendirian terbaring di tempat tidur. Mana Naomi?
Teddy Bear Arumi juga tidak ada.
Apakah Naomi keluar kamar ketika aku memeriksa belakang rumah tadi dan membawa boneka kesayangan Arumi?
Tidak mungkin rasanya. Belum pernah Naomi melakukan itu. Lagi pula, Arumi pasti terbangun jika boneka itu diambil dari pelukannya. Ini, Arumi terlihat masih tidur dengan pulas.
Atau, saat pintu belakang aku buka lebar tadi, "adik kecil" masuk? Dan sekarang Arumi masih tertidur pulas karena ditemani adik kecil? Tapi, benarkah Arumi sedang tertidur? Jangan-jangan..
Aku kalut. Antara ingin memastikan kondisi Arumi atau segera mencari Naomi.
-bersambung-