Jinan terbangun dari tidurnya oleh dering dari ponselnya ketika jam menunjukkan pukul 11 malam. Posisinya masih berada di depan laptop, ia tertidur setelah selesai mengerjakan tugasnya.
Diraihnya ponsel yang berada tak jauh darinya dan seketika matanya membulat ketika melihat nama yang tertulis pada panggilan masuk tersebut.
Devichu💙 is calling...
"Hai!" sapa seseorang di seberang telepon.
Jinan masih diam, belum merespon. Dirinya masih mencerna apa yang terjadi. Apa benar ini Devi? Seseorang yang ia rindukan selama beberapa waktu belakangan ini? Jinan dapat mendengar suaranya lagi hari ini.
"Kak Jinan? Kamu disana?" tanyanya lagi karena tak kunjung mendapat jawaban.
"Devi?" akhirnya Jinan bersuara.
"Iya ini aku. Gimana kabar kamu?"
"Ini kamu? Aku ngga mimpi?"
"Engga."
"Aku kangen kamu Devi." ucap Jinan lirih.
"Kamu baik-baik aja?" Devi mengabaikan ucapan Jinan sebelumnya
"Engga setelah kamu pergi." jawab Jinan.
"Kak, aku mau ngomong."
"Iya Devi, ngomong aja."
"Sebelumnya aku minta maaf sama kamu kak."
"Dev... Kamu gapapa? Kamu nangis?"
"Iya. Tapi tolong dengerin aku dulu. Aku ngga punya banyak waktu."
"Iya Devi."
"Mungkin aku pernah cemburu karena kamu sama kak Cindy itu deket banget. Tapi kak, aku percaya kalo kalian cuma sahabat. Maaf aku ngga jujur dari awal, aku mau putus dari kamu bukan karena cemburu atau apapun."
Devi diam sejenak, ia tengah menata kalimat yang tepat untuk diucapkan pada Jinan. Serta mempersiapkan kemungkinan terburuk untuk hatinya.
"Devi? Jangan nangis." Ucap Jinan ketika dirinya mendengar isakan kecil dari seberang telepon.
"Bukan juga karena ada yang lain. Tapi karena kita beda. Aku sama kamu. Tuhan kita satu kak, aku percaya itu. Mungkin emang kita yang beda. Maaf kak Jinan."
Jinan mencoba tenang mendengar penuturan Devi. Apa yang paling ia takutkan dari hubungannya dengan Devi akhirnya terjadi juga. Berakhir. Bukan karena perasaan keduanya yang berakhir. Bukan karena ada orang lain diantara keduanya. Bukan.
Perbedaan. Perbedaan yang dulu mempertemukan keduanya. Perbedaan yang menumbuhkan rasa pada keduanya. Perbedaan yang menyatukan keduanya. Kini perbedaan itu juga yang memisahkan keduanya.
"Kamu ngga perlu minta maaf." ucap Jinan.
"Kamu ngga marah? Aku udah bohong sama kamu kak."
"Dari awal kita tau kita beda, kita juga tau apa konsekuensinya. Memang harusnya kamu ngga perlu bohong, tapi aku tau itu sulit. Aku tau saat kamu ngomong inipun kamu sulit. Aku ngerti."