Menjelang Patah Hati

254 11 19
                                    

Devi merebahkan dirinya di kasur kesayangannya setelah seharian full dengan jadwal kuliah dan rapat himpunannya. Lelah sekali rasanya, namun itu sudah menjadi kewajiban yang harus Devi laksanakan.

Ia mengecek ponselnya, hm sepi. Sebenarnya banyak notifikasi di ponsel Devi, namun sayang itu bukan dari orang yang sejak kemarin ia harapkan.

"Kemana sih dia?" Gumam Devi.

Ia memilih untuk membuka akun Instagram nya. Scroll scroll..
Devi terdiam melihat snapgram Cindy. Ia menghela nafasnya. Devi tak pernah bisa lepas dari bayang-bayang mantan Jinan tersebut. Meskipun berkali-kali Jinan mengatakan ia dan Cindy sekarang hanyalah sahabat, namun tetap saja. Perasaan manusia tidak ada yang tau.

Bukan, bukan Devi tak mempercayai Jinan. Hanya saja Devi kadang merasa aneh, entahlah cemburu mungkin. Ketika Jinan sedih ataupun senang, Cindy akan selalu jadi orang pertama yang memeluk Jinan. Devi ingin di posisi itu, sungguh. Tapi mau bagaimana, ia jauh.

Rasa sesak tiba-tiba menyerangnya. Kenapa? Devi sudah percaya dengan Jinan dan Cindy, tapi mengapa sekarang ia ragu lagi? Mengapa perasaan yang dulu itu hadir lagi? Perasaan bahwa dirinya hanyalah pelarian Jinan ketika tak ada Cindy.

Devi segera mengenyahkan pikiran buruknya. Ia percaya Jinan, begitupun sebaliknya. Ia beranjak dari kasur dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

30 menit berselang, Devi keluar dari kamar mandi. Ia segera berganti pakaian, lalu turun ke bawah untuk makan malam dengan keluarganya. Selesai makan malam Devi memilih bergabung dengan kakaknya menonton TV di ruang keluarga.

"Kak Dea." Panggil Devi, dan sang kakak menoleh.

"Apa?" Tanya Dea.

"Kak Jinan.." Devi memberi jeda pada ucapannya.

"Jinan kenapa?"

"Dia sama Kak Cindy." Ucap Devi lemah.

"HA? DIA SELINGKUH MAKSUD KAMU?"

"Ish, diem ih! Ngga gitu." Devi menggeplak tangan kakaknya.

"Ya terus?"

Devi menceritakan apa yang sedang ia rasakan tentang Jinan. Mulai dari ia rindu Jinan hingga kekhawatiran Devi tentang Jinan dan Cindy.

"Wajar kok, Dek." Dea mengelus pundak adiknya.

"Omongin baik-baik dulu." Nasihat Dea.

"Dia bahkan dari kemarin ngga ngabarin aku Kak."

" Ya mungkin dia sibuk. Kan lagi ada lagu baru. Kamu ngga coba hubungin duluan?"

"Ngga mau, biasanya juga dia."

"Egois itu namanya. Maunya dikabarin terus tapi sendirinya ngga mau ngabarin duluan."

Devi hanya berdehem. Mungkin benar apa yang dikatakan kakaknya, Devi egois. Tapi Devi sudah terbiasa dengan semuanya, selalu Jinan yang akan memulai segala sesuatu bahkan hanya soal chatting.

Fokus keduanya teralihkan dengan dering telepon rumah mereka. Dea menatap Devi, mengisyaratkan sang adik untuk mengangkat telepon tersebut. Devi dengan malas berjalan untuk mengangkat telepon tersebut.

"Halo, maaf dengan siapa?"

"Halo, dengan pacar Devi."

Yap! Devi tahu persis itu suara siapa. Jinan.

"Apaansih. Kenapa ngga nelpon ke nomer aku aja sih?"

"Udah nelpon sepuluh kali ngga diangkat."

FairytalesWhere stories live. Discover now