Di dalam sebuah kamar nampak seorang gadis cantik bak princess tengah sibuk memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Ia tak sendiri, bersama sang Ayah yang hanya memperhatikan tanpa mau membantu dirinya.
"Kamu serius mau pulang duluan?" tanya sang Ayah pada putrinya.
"Iya, Yah. Udah ngga ada yang harus Jinan kerjain lagi kan?" tanya gadis tersebut.
"Ngga ada sih. Yaudah kalo maunya gitu, Ayah cariin tiket buat besok ya."
"Jinan udah dapet kok. Tumben banget murah, Yah. Langsung sikat!"
"Mahal juga gapapa, Nan."
"Mending uangnya buat Jinan, Yah."
"Bisa-bisanya!" sang ayah mendelik pada Jinan yang hanya terkekeh.
Jinan melanjutkan aktivitas packing nya. Tak hanya pakaiannya, oleh-oleh titipan bunda dan adiknya juga tak ketinggalan.
"Oh iya Nan, udah pamit Devi?"
Jinan menatap ayahnya. Kepo sekali, pikirnya.
"Ngapain pamit?""Ya siapa tau."
Jinan hanya memutar bola matanya malas. Memanglah sang ayah ini lebih sering kepo daripada bundanya.
"Udah punya yang baru ya?"
"Apanya?"
"Pacar."
"Gaada."
"Padahal ya, Nan.."
Sang ayah menggantungkan kalimatnya membuat Jinan penasaran.
"Padahal apa?" tanya Jinan.
"Devi tuh calon mantu idaman Ayah."
"Yang bener aja calon mantu."
"Bener. Cangtip, baik, pinter. Duh idaman lah." jelas sang ayah bermaksud membuat anaknya gagal move on.
"Nah kalo si Cindy, itu calon mantu idaman Bunda kamu." lanjutnya.
"Apaan sih Ayah!" Jinan kesal juga lama-lama.
"Kata Bunda mah Cindy itu manis, pinter masak, sopan lagi." kata ayah Jinan lagi.
"Pokoknya Ayah sama Bunda maunya yang kayak Cindy atau engga Devi. Hehe." lanjut beliau terkekeh.
"Udaaahh! Jinan gamau denger lagi."
Jinan menutup kedua telinganya sambil menatap sang Ayah yang kini terbahak di depannya dan perlahan berjalan keluar dari kamar Jinan.
Sepeninggal ayahnya, Jinan merebahkan dirinya di kasur tanpa berniat melanjutkan kegiatan berkemasnya. Ia meraih ponselnya, kemudian membaca seluruh chat yang dikirim oleh Chika dan teman-teman yang lain.
Bicara tentang Chika, Jinan tak ingin menyalahkan gadis cantik itu sedikitpun. Karena dalam hal ini ia juga salah, bayangkan bagaimana perasaan Chika jika gadis itu tau kelakuannya selama di Bali bersama Devi? Ambyaaarr..
Perhatiannya teralihkan ketika ponselnya berdering. Chika. Gadis itu kembali menghubunginya. Entah sudah berapa puluh panggilan dari gadis itu yang tidak ia jawab. Bukan tak mau, hanya butuh waktu menenangkan diri.
"Kak Jinan." sapa Chika.
"Iya Chika." jawab Jinan.
"Chika mau ngomong, Kak."
"Iya ngomong aja."
"Jangan salah paham. Aku sama kak Vivi ngga ngapa-ngapain. Kita ngga ada apa-apa. Cuma sahabatan. Aku ngga bohong." jelas Chika.