Semenjak kejadian seminggu yang lalu dimana dirinya dan bang Badrun gelut, Jinan merasa hubungannya dengan Chika merenggang.
Chika tak pernah lagi membalas pesan ataupun mengangkat teleponnya. Beberapa kali Jinan datang ke rumah Chika, namun gadis tersebut sama sekali tak mau menemui Jinan.
Seperti sekarang saat break latihan, biasanya Chika mau mengobrol dengan Jinan. Tapi sekarang gadis itu lebih memilih menyendiri dan sibuk pada ponselnya.
"Kok jadi gini? Lusa gue harus ke Bali. Gue harus nembak dia secepatnya.." gumam Jinan sambil memandangi Chika.
"Sebelum perasaan gue berbalik lagi." lanjutnya.
Sampai latihan selesai pun, Chika sama sekali tak menganggap Jinan ada, bahkan ketika Jinan mengajak dirinya untuk pulang bersama, Chika menolaknya.
***
"Chika kenapa?" tanya seorang pria paruh baya yang tak lain adalah papa Chika.
Chika yang sedari tadi duduk melamun di teras rumahnya, menoleh ketika mendengar pertanyaan sang papa.
"Chika gapapa, Pa." Chika tersenyum.
"Galau ya? Beberapa hari ini ngga pernah bareng Jinan. Kemarin dia dateng juga gamau nemuin. Lagi berantem?" selidik papa Chika.
"Engga kok."
"Ah yang bener? Apa udah putus? Cepet amat pacarannya."
"Siapa yg pacaran sama dia sih, Pa?"
"Loh bukannya Jinan.."
"Engga, Pa." Chika memotong ucapan sang papa.
Flashback on
"Siang, Om, Tante." sapa Jinan ramah.
"Siang Jinan, silahkan duduk." balas mama Chika, papa Chika pun mengangguk.
"Tante panggil Chika sebentar ya."
"Ehm sebentar, Tan. Boleh Jinan ngomong sama Tante sama Om?" Jinan terlihat gugup.
Mama Chika mengangguk, lalu kembali ke tempat duduknya.
"Hari ini Jinan mau ajak Chika ke puncak. Jinan janji ngga pulang terlalu malam. Apa boleh?" tanya Jinan.
Kedua orangtua Chika kompak mengangguk dan tersenyum. Jinan sedikit bernafas lega. Namun, ia kembali menarik napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.
"Maaf Om dan Tante, Jinan suka sama Chika. Apa boleh saya jadiin dia pacar?" jantung Jinan berdegup lebih cepat.
Perempuan dan pria paruh baya tersebut saling pandang. Dan tak lama keduanya tertawa sambil menatap Jinan. Membuat ia yang awalnya gugup setengah mati menjadi bingung.
"Lucu banget kalian." Mama Chika masih tertawa.
"Kalo Chika mau, ya boleh dong. Kenapa engga?" jawab Papa Chika.
Jinan tersenyum sebentar. "Tapi saya sama Chika beda. Saya ngga ibadah di gereja. Om dan Tante ngga masalah?" ucapnya serius.