Tiga orang pemuda baru saja memasuki gerbang salah satu sekolah ternama di kota Denpasar, Hogwarts High School.
Bukannya masuk ke kelas, ketiga pemuda tersebut malah duduk diatas motornya yang sudah berada di parkiran sambil sesekali menggoda siswi yang lewat.
Mereka adalah Dinan, Jaya, dan Chris. Tiga orang Most Wanted di HHS. Selain tampan, keterampilan mereka dalam bermain basket dan bermusik tak perlu diragukan. Namun sayang, julukan Bad Boy melekat erat pada mereka bertiga.
Sebuah mobil Honda Jazz berwarna putih berhenti di depan gerbang sekolah, dan keluarlah seorang gadis cantik bak peri dari negeri dongeng.
"Selamat pagi Devi." Sapa dua orang dari geng 'DJC' sambil tersenyum manis. Namun diabaikan oleh sang gadis.
"Wey, itu punya gue ya! Jangan lo godain!" Dinan menoyor kepala kedua temannya lalu mengejar gadis bernama Devi tersebut.
"Pagi sayang." Sapa Dinan yang telah berjalan di samping Devi.
"Soyang sayang! Nih sayang!" Devi mendelik sebal dan memukul Dinan dengan buku paket sejarah yang super tebal, kemudian meninggalkan Dinan.
"Pffftt...Hahaha mampus lo Nan!" Chris dan Jaya tergelak melihat nasib sang sahabat yang selalu diacuhkan oleh gebetannya.
"Yee jangan tawa-tawa lo pada!" Sewot Dinan. "Yaraab, jodoh gue makin cantik aja ya tiap hari. Jadi pengen cepet halalin Depi" Lanjutnya yang membuat Jaya dan Chris memutar bola matanya malas dan berlalu meninggalkan Dinan.
***
Sudah menjadi rutinitas Dinan, setiap hari Sabtu ia akan menyempatkan diri untuk ke toko buku. Untuk mengecek komik dan novel baru atau yang sedang ia inginkan.
Setelah menemukan komik yang ia inginkan, Dinan beralih ke rak yang berisi novel. Dinan meraih sebuah novel berjudul The Deadly Violin. Disaat yang bersamaan, ada tangan lain yang juga meraih novel tersebut.
"Ehh." Seru orang tersebut. Dinan menatap orang tersebut. "Wow cantik, mirip Jennie Blackpink!" Ucap Dinan.
"Hah?" Orang tadi menatap Dinan bingung.
"Hai, nama saya Dinan. Saya sekolah di SHS. Kalo kamu?" Dinan mengulurkan tangannya. Gercep bgt lo (-_-)
"A-aku Dea. Aku mahasiswi, semester 4" Jawab orang tersebut.
"Oh. Jadi saya panggil kak Dea ya? Boleh kan? Atau dipanggil sayang aja?" Ujar Dinan.
Blush. Pipi Dea mendadak merah mendengar ucapan seorang yang menurutnya masih bocah.
"A-ah iya kamu panggil kak aja."
"Kakak mau novel ini? Nih kakak ambil aja." Dinan menyerahkan novel tadi kepada Dea.
"Beneran? Makasih ya." Dea tersenyum.
"Ya ampun jangan senyum-senyum gitu kak, ambyar akutuh."
"Apaan sih kamu. Udah ya, aku bayar duluan." Dinan mengangguk. Dea segera meninggalkan makhluk kang gombal dihadapannya. Dia degdegan.
"Sampai ketemu lagi kakak cantik!" Dinan berseru ketika Dea akan keluar.
***
Trio DJC baru selesai mengikuti latihan basket untuk mempersiapkan final kejuaraan basket antar sekolah menengah melawan Voldemort High School.
Setelah mengganti pakaiannya mereka bersiap pulang."Eh, lo berdua duluan aja deh. Gue ada urusan." Ucap Dinan.
"Urusan apaan?" Tanya Jaya.
"Kaya ngga tau Dinan aja Lo Jay. Noh anak tari lagi pada latihan, jelaslah dia mau kesana liat si Depi." Chris menunjuk segerombolan siswi yang sedang menari di aula sekolah.
"Bucin lo Nan, ditolak mulu juga." Sahut Jaya. "Eh btw, si Cindy ikutan juga ngga ya? Lanjutnya.
"Yeuu tutup panci! Sama aja lo mah." Chris menjitak kepala Jaya.
"Haha, ngga usah ribut lo berdua. Ayo Jay, ikut aja kayanya ada si Cindy. Daripada nanti dia terpesona sama gue." Dinan mengompori.
"Mana ada, cungkring! Lagian si Cindy kan anak musik masa latihan nari. Ah bego lo mah!" Sewot Jaya pada Dinan.
"Ya Lo juga bego Jay, udah tau ngga ada Cindy pake nanya!" Ucap Chris.
"Udah sana lo pada balik, gue mau nyamperin jodoh dulu. Bye!" Dinan ngeloyor pergi.
Devi, gadis itu tengah beristirahat setelah menyelesaikan satu tariannya. Devi sangat mahir dalam modern maupun tradisional dance. Hal tersebut dibuktikan oleh banyaknya piagam dan piala yang ia peroleh semenjak TK.
"Hai calonnya Dinan." Dinan duduk di samping Devi.
"Ck, ngapain sih?!" Sewot devi. Devi gadis yang sangat lembut, kecuali saat didekat makhluk bernama Dinan.
"Galak banget sih, Dep. Jadi makin sayang kan akunya."
Devi diam, Dinan ini memang selalu menguji kesabarannya."Dep, capek ya. Keringetan banget." Dinan mengeluarkan saputangannya untuk menyeka keringat Devi.
"Iihh apaan sih Dinan! Bisa ngga sehari aja kamu ngga gangguin aku! Aku ngga mau deket sama anak nakal kaya kamu!" Sepertinya Devi benar-benar marah saat ini sampai sampai ia menghempaskan saputangan milik Dinan ke tanah.
Dinan melongo, baru kali ini ia melihat Devi semarah itu. Dan apa tadi? Devi tidak mau berdekatan dengan anak nakal seperti dirinya.
"Devi, aku minta maaf. Aku cuma pengen temenan sama kamu doang Dev, ya kalo bisa sih lebih." Ucap Dinan.
Devi hanya diam meredakan emosinya.
"Kenapa sih Dev, kamu mau berteman sama semua orang, sedangkan sama aku? Setiap aku ngedeket kamu langsung marah terus pergi. Aku tau aku nakal, tapi apa aku harus dijauhin banget ya Dev? Apa aku pernah buat salah sama kamu?" Dinan menatap Devi sendu, tetapi Devi masih diam.
"Yaudah Dev, sekali lagi aku minta maaf. Ini tadi aku beli minum buat kamu. Semangat latihannya ya Dev." Dinan meletakkan sebotol air mineral di samping Devi kemudian ia pergi.
***
Semenjak kejadian dirinya dibentak oleh Devi, Dinan berhenti mendekati Devi. Bukan karena dia sakit hati, tapi dia tidak ingin Devi merasa terganggu lagi. Padahal niat Dinan ingin membuat Devi tersenyum.
Kini Dinan berada di sebuah pantai. Dinan butuh ketenangan, melihat indahnya sunset dari tepi pantai mungkin akan sedikit membantu. Ia duduk dibawah pohon sambil menatap lurus kearah laut.
"Aku salah apa sih Dev, sama kamu sampai kamu sebegitu bencinya sama aku? Dari SMP kamu selalu ngejauhin aku. Aku tuh suka Dev sama kamu, tapi kamu ngga pernah peduli. Jangankan peduli, mungkin anggep aku ada aja engga." Gumam Dinan.
Devi adalah cinta monyet Dinan, eh tapi masa monyet sih? Maksudnya, cinta pertama Dinan, saat ia masuk SMP sampai sekarang ia sudah kelas dua SMA. Meskipun Dinan sering melipir dan godain sana sini, tetap saja Dinan kembalinya ke Devi. Tapi sayang, Devi tidak pernah sedikitpun melihat ke arah Dinan. Bagi Devi, Dinan hanya seorang anak nakal yang harus ia jauhi. Yah sebelah tangan doang :'(
"Ehm, Dinan." Seseorang menghampiri Dinan yang sedang meratapi nasibnya ditolak Devi.
"Eh, Waww bidadari..." Dinan berseru.
Hallo👋