9

5.7K 283 14
                                    


Kaila menutup pintu mobil dengan keras kemudian ia berlari menuju kamarnya dan kamar Arion. Ia mengunci pintu dan membanting tubuhnya diatas kasur, menenggelamkan wajahnya diatas bantal. Tangisnya yang ia tahan pecah seketika.

Kaila sakit ketika mengetahui fakta Arion masih menganggapnya sebagai orang asing. Kaila tidak mengetahui bahwa selama ini Arion tidak pernah di rumah karena ia bekerja sebagai sopir. Kaila merasa dirinya bukan istri yang baik hingga hal sebesar itu tidak ia ketahui.

Selama ini Kaila selalu berpikir Arion selalu bersama teman-temannya ketika laki-laki itu pulang larut malam. Tetapi kini ia mengetahui alasan itu.

"Bi... dengerin aku dulu."

Suara Arion terdengar lirih di luar kamar.

Kaila bangun dari tidurnya. Ia duduk ditepi kasur dan dengan kasar menghapus air matanya yang semakin deras. Ia tidak berniat membukakan pintu untuk Arion. Biarlah laki-laki itu tidur di kamar tamu.

"Bi, aku kerja buat jajan kamu, buat kebutuhan kamu juga," kata Arion lagi dengan nada suara yang belum pernah Kaila dengar.

"Aku ngga pernah minta itu dari kamu Arion," teriak Kaila dari dalam kamarnya.

Sejujurnya suara Kaila serak sehingga ia sedikit waswas Arion tidak mendengarnya.

"Aku yang minta kamu dari bunda kamu, Bi. Sekarang aku yang bertanggung jawab atas apa yang ada didiri kamu."

Kaila semakin sesenggukan setelah mendengar perkataan Arion. Laki-laki itu terlalu mengambil peran besar dihidupnya. Lagi pula uang bundanya dan uang kedua orang tua Arion tidak akan habis menanggung hidup Kaila dan Arion.

Suara bel rumah berbunyi.

"Aku turun bentar ya, ada tamu," kata Arion.

Keadaan semakin hening. Kaila masih menangis sesenggukan didalam kamarnya sedangkan Arion tengah membukakan pintu untuk seseorang yang bertamu dengan tidak tau waktu.

"Nana mana?"

Sayup-sayup Kaila mendengar suara ibu mertuanya yang menanyakan tentang dirinya.

Tiba-tiba terlintas dipikiran Kaila untuk meminta bantuan kepada kedua orang tua Arion. Ia berdiri dan mulai berjalan menuju ruang tamu tanpa peduli dengan keadaannya.

Setelah menuruni anak tangga, benar sekali disana mama, papa Arion tengah berada di dapur.

"Na, habis nangis?" tanya mama mertua Kaila.

Air mata Kaila yang sudah mengering kembali menggenang ketika mendengar pertanyaan itu. Ia berjalan menuju mama mertuanya dan memeluknya erat dengan tangis yang semakin menjadi.

"Ion, kamu apain istri kamu?"

Arion hanya mengacak rambutnya sekilas dan menatap papanya.

"Ma, pa bilangin Arion ngga usah kerja dulu.." kata Kaila ditengah-tengah tangisnya.

"Kamu ngga ngomongin masalah ini dengan Nana?"

Kali ini papanya yang mengajukan pertanyaan. Arion hanya diam ditempatnya. Kini mereka berempat sudah berada di ruang tamu dengan Mama yang duduk satu sofa dengan Kaila sedangkan Papa dan Arion duduk di single sofa yang berada di kanan kiri Kaila dan Mama.

"Papa tau kamu mau belajar mandiri, tapi setidaknya minta saran pada Nana yon. Jangan ambil keputusan sendiri. Sekarang kamu sudah hidup berdua dengan wanita pilihan kamu sendiri lho."

Perkataan Papa berhasil membuat Arion semakin menundukan kepalanya. Kini Arion tengah memijat keningnya yang terasa berdenyut.

"Kamu tau kan Nana khawatir dengan kuliah kamu?" tanya Papa pada Arion.

Arion mengangguk.

"Kamu tau kan Nana khawatir dengan kesehatan kamu?"

Arion mengangguk lagi dengan menatap Kaila yang tangisnya suda sedikit reda.

"Papa akui kamu hebat mau mengambil tanggung jawab sebesar ini, tapi ingat sejak awal bunda, papa dan mama sepakat untuk membiayai hidup kamu hingga kamu dan Nana lulus kuliah kan?"

"Arion yang minta Kaila dari bundanya, Pa. Kaila sepenuhnya tanggung jawab Arion. Kalian bisa gunain uang itu untuk kebutuhan kalian sendiri."

Arion dengan segala pemikirannya yang sulit untuk Kaila tebak semakin membuat hati Kaila sakit mendengarkan setiap perkataanya.

"Kalian berdua akan selamanya menjadi tanggung jawab Papa, Mama dan Bunda yon. Sudah menjadi tugas kita untuk membiayai pendidikan kalian hingga selesai, kamu harus tau itu."

"Ion... dengerin papa," kata Kaila dengan lembut.

Arion mengangkat kepalanya menatap Kaila yang sudah tidak menangis.

"Nanti kalau kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang layak, papa akan lepas tanggung jawab papa. Papa juga ngga akan maksa kamu untuk ngehandle perusahaan kalau kamu memilih membangun perusahaan impian kamu. Toh masih ada Arka yang akan papa paksa membantu papa."

Arka adalah kakak laki-laki Arion yang kini melanjutkan kuliahnya di luar negri. Umurnya tidak berbeda jauh dari Arion, hanya selisih 3 tahun.

"Papa selalu dibelakang kamu nak. Papa akan menangkap kamu ketika kamu jatuh, mengajak kamu berdiri dan berusaha mengajarkan kamu berjalan lagi. Mama juga dibelakang kamu menemani papa dan membantu papa untuk mendorong anak-anaknya pelan-pelan menuju garis sukses didepan. Sedangkan Kaila, dia disamping kamu nak, mengusap setiap keringat kamu, memijat bahu kamu, menemani kamu kemanapun kamu pergi. Nurut sama papa ya? Tanggung jawab papakan kurang sedikit."

Perkataan papa berhasil membuat hati Arion bergetar. Arion berjalan menuju papa ketika papa merentangkan tangannya untuk mengizinkan Arion memeluknya.

Kaila kembali menangis memeluk mama yang juga menangis setelah mendengar perkataan suaminya.

Setelah menangis bersama, papa dan mama pamit pulang. Arion dan Kaila mengantarkannya hingga samping mobil papa. Mereka melambaikan tangannya ketika mobil mulai berjalan.

Kaila memutuskan memasuki rumah terlebih dahulu meninggalkan Arion yang masih menatap kepergian kedua orang tuanya. Mungkin laki-laki itu masih memikirkan perkataan papanya.

"Bi.." panggil Arion yang baru saja menutup pintu.

Kaila sudah berada dianak tangga ketiga ketika Arion memanggilnya. Ia menghentikan langkahnya tanpa membalikan badannya. Rasanya terlalu malu untuk menatap Arion saat ini.

"Bikin baby yuk."



**


vote dan komennya dong teman-teman

Arion&KailaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang