Wattpad Original
Ada 8 bab gratis lagi

The #2 Cup

17.2K 2.1K 112
                                    

"Konsep yang ingin dibangun oleh Sandjaya Groups adalah back to home. Jadi, kami menginginkan model resorts yang benar-benar membuat tamu kami seperti pulang ke rumah."

Jika meeting itu tidak begitu penting untuk prospek kelangsungan bisnis Abimanyu Architeams, Ananda pasti akan lebih memilih untuk memperhatikan wajah luar biasa tampan di hadapannya itu.

Ananda sudah sering mendengar tentang pengusaha perhotelan muda yang satu ini. Reynald Sandjaya terkenal sebagai pebisnis muda handal dan kompeten dalam memperluas jaringan bisnis Sandjaya Groups. Selain itu, pria itu juga terkenal sebagai seorang suami yang sangat mencintai istrinya, dan ayah yang sangat memuja anak-anaknya. Singkat kata, Reynald seorang pangeran dari negeri dongeng dalam wujud nyata.

"Bagi saya ini bukan rumah." Adik Reynald, Alexi, mendorong gambar rancangan Ananda kembali ke arahnya. "Konsep bangunan ini terlalu modern. Kalau hanya ingin tidur di kamar tidur modern seperti ini, untuk apa pergi berlibur? Di rumah pun ada. Lagipula, hotel kami yang lain sudah menggunakan konsep itu. Kami ingin sebuah konsep baru yang berbeda. Lebih orisinal dan natural."

Jika sang kakak adalah gambaran sempurna idaman kaum wanita, adiknya ini adalah gambaran setengah sempurna dari Reynald.

Alexi tampan, tentu saja. Tidak ada satupun klan Sandjaya yang berwajah biasa-biasa saja. Dan pria ini juga sama berbakatnya dengan sang kakak dalam mengembangkan bisnis. Hanya satu perbedaan mereka; Alexi terkenal bermulut sangat pedas.

Ananda menghelas napas dan meraih desain gambarnya. "Saya bisa memperbaikinya sesuai dengan permintaan Anda."

"Berapa lama lagi? Pembangunan harus segera dimulai," tutur Alexi. "Masih banyak arsitek lain yang bisa memberikan rancangan yang kami inginkan."

Ini memang salahnya. Ananda tahu apa yang diminta oleh mereka, tetapi Ananda sengaja tetap memakai lebih banyak konsep modern dalam gambarnya. Ia pikir konsep yang diminta Sandjaya itu terlalu kuno. Sekarang orang-orang lebih menyukai desain minimalis daripada etnik dan kuno.

"Sir..." Aidan menyela saat Ananda hendak membuka mulutnya. "Saya ada desain lain yang sudah disiapkan." Aidan meraih tas dan mengambil beberapa lembar kertas. "Hanya saja, saya belum sempat memperbaiki gambarnya."

Kening Ananda berkerut. Dari mana Aidan bisa memiliki desain pengganti? Papa baru meminta Aidan untuk menemaninya tadi malam dan tidak mungkin adiknya ini sudah bisa memiliki desain pengganti. Apalagi, Aidan bukanlah arsitek. Ia tidak bisa menggambar bangunan.

"Ini desain bangunan yang sama dengan yang kami tunjukkan tadi." Aidan meletakkan kertas pertama di hadapan Alexi. "Hanya saja, semua tembok bagian luar dan dalam akan dilapisi bambu berkualitas terbaik. Lantai akan diganti dengan kayu ulin kelas satu yang tahan terhadap segala perubahan cuaca. Bangunan ini sangat ramah lingkungan dan jelas sangat cocok dengan kondisi Pulau Bintan."

"Untuk atapnya? Saya tidak ingin desain atap lurus seperti ini," Alexi menunjuk gambar awal milik Ananda. "Terlalu modern."

Aidan tersenyum dan meletakkan kertas kedua. "Atap melengkung menggunakan sirap yang juga berasal dari kayu ulin dengan rangka bambu kokoh. Orang akan merasa seperti berada di rumah ibunya daripada di resorts berbintang."

Reynald Sandjaya tersenyum sementara adiknya hanya mengangkat bahu.

"Segera buat hard copy resminya dan kirimkan ke kantor. Oh, dan tolong perbaiki gambarnya. Itu jelek sekali seperti arsitek amatir. Kalian perusahaan besar, apa kalian tidak memiliki arsitek profesional yang gambarnya lebih bagus?"

Ananda menyembunyikan bibirnya yang cemberut dengan meminum airnya, sementara Reynald terbahak-bahak.

"Maafkan adikku ini. Dia memang Dirut paling kejam di Sandjaya Groups. Kalian tahu, dia belum menikah, jadi yah... belum jinak."

Alexi melotot pada kakaknya. "Aku tidak butuh diikat lehernya sepertimu dan Max."

"Nah 'kan?" Reynald menaikkan alisnya. "Dia masih galak dan butuh pawang."

Dalam hati, Ananda mencibir. Hanya wanita gila yang bisa tahan hidup dengan pria seperti ini. Urusan pekerjaan saja dia selalu meminta yang sempurna apalagi urusan rumah tangga.

"Sebenarnya, kami juga membutuhkan desainer interior. Apa kalian juga menyediakan jasa desainer interior? Atau ada rekomendasi desainer interior yang bagus? Aku dengar perusahaan kalian selalu memuaskan para klien, baik dengan desain bangunan maupun interiornya."

"Ada!" Ananda menjawab dengan antusias. Ia membuka tasnya dan mengulurkan sebuah kartu nama. "Ameera Wiranata, lulusan Academy Design of Australia. Kantor kami selalu memakai jasanya dan saya yakinkan, Anda tidak akan kecewa."

Reynald meraih kartu nama itu dan membacanya sekilas. "Nama belakangnya mirip nama istri saya. Stephanie Wiratama."

"Dan Anda pasti sangat mencintai istri Anda," ucap Aidan pelan.

"With all of my life."

Sial! Seharusnya Ananda bertemu lebih dulu dengan pria ini. Bahkan hanya dengan menyebut namanya saja, Ananda tahu bagaimana Reynald begitu mencintai istrinya.

"Saya dengar istri Anda sedang hamil anak ketiga kalian."

Reynald mengangguk dan menatap Ananda dengan wajah berseri-seri. "Dia menjadi sangat manja dan tidak mau lagi tinggal di Inggris. Karena itulah kami pulang dan aku harus mengurus pekerjaan anak ini." Reynald menunjuk Alexi dengan dagunya.

"Aku bukan anak-anak lagi, Kak!" Alexi melotot lagi pada kakaknya dan kembali menikmati makan malam.

Reynald terbahak. "Dia..." Suara Reynald terputus dan ia mengangkat ponselnya. "Ya, Sayang?"

Oh, lihatlah binar mata itu. Reynald sangat bahagia meskipun hanya bicara di telepon. Jelas, pria ini bucin istrinya. Ah, Ananda benar-benar iri dengan wanita bernama Stephanie itu.

"Maafkan aku. Aku harus pulang. Istriku sudah ingin tidur dan dia harus memelukku setiap tidur."

"Astaga, jam segini?"

"Kau belum pernah hamil, Alexi. Rasakan saja jika nanti istrimu hamil."

Alexi menggerutu, tetapi ikut bangkit dari duduknya. "Kirimkan hard copy-nya ke kantorku dua hari lagi. Dan bawa juga desainer interior itu. Jam dua siang. Jangan terlambat atau kami akan mencari arsitek lain."

"Senang bertemu kalian." Reynald mengulurkan tangannya. "Aku harap kerja sama kita akan berjalan lancar." Mereka berjabat tangan dengan mantap.

Dua kakak beradik itu berlalu, sementara Ananda menghempaskan dirinya di kursi dengan perasaan lega.

"Astaga, aku tidak percaya mereka kakak beradik."

"Kenapa kakak bilang begitu?" tanya Aidan sambil memakan steak-nya yang hampir dingin.

"Kamu nggak lihat perbedaan mereka, Dek?? Kakaknya ramah banget, adiknya kayak Godzilla! Ih, jangan sampai kakak punya cowok kayak dia nanti," ucap Ananda tanpa berpikir.

"Hati-hati kena tulah, Kak."

"Apaan, sih!" Ananda memukul bahu Aidan. "Nih, ya, meskipun dia seorang Sandjaya, kakak nggak mau jadi ceweknya. Catet itu!"

Aku, Kamu, dan KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang