Wattpad Original
Ada 6 bab gratis lagi

The #4 Cup

15K 2.1K 136
                                    

"Kak, ini sudah malam. Kakak, tidur, ya? Gambarnya dilanjut besok saja."

"Buatin Kakak kopi lagi, Dek," jawab Ananda tanpa memalingkan wajah dari kegiatan menggambarnya. Kurang dari sebelas jam lagi, ia harus menyerahkan hasil gambarnya kepada Sandjaya. Atau impiannya untuk mendapatkan golden ticket itu akan hancur.

Jika proyek dengan Sandjaya Groups gagal, kredibilitas perusahaan mereka akan menurun. Ananda tidak mau menghancurkan kerja keras Papa selama bertahun-tahun hanya karena kesalahan ini.

"Ini waktunya Kakak tidur. Bukan minum kopi. Kakak sudah habis dua cangkir."

Tidak ada waktu untuk tidur sebelum desain ini selesai. Ia menyesal menyerahkan proyek sebesar ini pada anak buahnya. Seharusnya sejak awal, ia menangani sendiri semuanya, sehingga kekacauan ini tidak terjadi. Ia bahkan sudah membuat Alexi kecewa saat pertemuan kedua mereka karena dirinya dan Ameera datang terlambat.

"Kamu aja sana tidur duluan. Kamu berisik tahu, nggak? Kakak butuh konsentrasi kerjain ini."

Sebelum ini, Ananda tidak pernah mengomel pada adiknya. Namun, sejak tadi Aidan terus mengoceh tentang perlunya ia tidur sekarang. Biasanya, Aidan tidak pernah menemaninya bekerja, tetapi malam ini entah kenapa adiknya itu tidak mau juga keluar dari ruang kerjanya.

"Aidan buatin kopi lagi buat Kakak." Aidan meraih cangkir kopinya dan keluar tanpa suara lagi.

Ananda menghela napas keras dan meletakkan pensil gambarnya. Seharusnya semua bisa selesai dengan mudah karena adanya kecanggihan teknologi. Tetapi, sejak awal Sandjaya menginginkan desain gambar asli buatan tangan. Setelah proyek ini selesai, ia benar-benar tidak akan memperpanjang kerja sama dengan Sandjaya Groups. Apalagi, dengan Alexi sebagai direkturnya.

"Tuh 'kan Kakak malah melamun. Tidur, gih. Besok lanjut lagi gambarnya."

Ananda merengut dan meraih cangkir kopinya. Ia mengerutkan kening saat meminumnya. "Kakak nggak mau dicampur susu." Ia meletakkan cangkir dengan setengah membantingnya.

"Kak, nggak baik minum kopi banyak-banyak. Kakak sudah ..."

"Adek bawel, deh!" Ananda bangkit dari duduknya dan mendorong Aidan keluar dari ruang kerjanya. "Kamu aja sana tidur. Jangan ganggu Kakak!"

Tidak ada bantahan lagi dari Aidan ketika Ananda sengaja menunggu di depan pintu sampai pria itu pergi. Ia menarik napas lega dan kembali duduk di depan meja gambar.

Tangannya kembali meraih kopi susu tadi dan mengernyit saat meminumnya. Aidan menambahkan terlalu banyak susu, hingga hampir tidak terasa kopinya. Namun ia terlalu malas untuk menggantinya. Sekali ini saja, ia akan minum, dan besok Ananda bisa balas dendam dengan meminum kopi sesuai seleranya.

Sudah sejak lama, Ananda jatuh cinta pada kopi. Meskipun tidak banyak wanita yang menyukai kopi, yakni kopi murni dan bukan kopi kekinian, ia tidak pernah terlalu memperdulikannya.

Ananda sudah menjelajah hampir seluruh kota di negara ini untuk meminum kopi-kopi tradisional khas Indonesia. Mulai dari kopi Gayo Aceh dengan aroma nikmat dan rasa pahit sangat kuat, hingga kopi Wamena yang harum dan ringan tanpa ampas.

Dan di rumah, selalu tersedia biji-biji kopi terbaik yang dibelinya dari setiap kunjungan, meskipun di rumah ini tidak ada orang, selain dirinya yang suka minum kopi.

Sejak dulu, Papa tidak suka kopi sejak dulu. Hal itu menurun pada Aidan. Adinda juga tidak menyukai si hitam itu. Aidan mungkin sesekali meminumnya saat harus menyelesaikan proyek, tetapi itu pun bisa dihitung jari.

Mama? Oh, jangan tanya. Citra Aulia hanya meminum teh berkualitas terbaik.

Saking cintanya pada kopi, Ananda selalu berangan-angan memiliki seseorang yang juga jatuh cinta setengah mati pada kopi. Akan tetapi, sampai hampir seperempat abad umurnya, ia belum pernah bertemu pria yang sesuai impiannya.

Pacar pertama dan terakhirnya malah alergi kopi. Setelahnya, ia tidak mencari lagi. Tidak akan ada pria di dunia ini yang jatuh cinta pada dirinya. Terlebih, pria yang mencintai kopi sepertinya. Mungkin Ananda ditakdirkan hidup sendiri. Mengelilingi dunia dan menikmati kopi sendiri, ia tidak pernah berencana untuk menikah.

Ananda tersenyum sendiri dan kembali meraih pensilnya. Tidak apa-apa. Ia akan sanggup menjalaninya. Ia hanya perlu mencari cara untuk menyakinkan Mama agar adik-adiknya bisa menikah lebih dulu. Itu saja.

*****

Hari sudah hampir siang saat Alexi sampai di kantor. Ia terlambat bangun karena tadi malam terlalu asyik menelepon Adrienne dan keponakan-keponakan kecilnya. Oh, Alexi begitu merindukan setan-setan kecil itu. Sudah hampir dua bulan ini, ia tidak pergi ke negara mana pun. Pekerjaan ini benar-benar membunuhnya.

"Sir, Miss Abimanyu sudah menunggu Anda di ruang rapat."

Alexi melihat jam tangannya. Pukul 09.15. "Sepagi ini?? Kami punya janji jam sepuluh."

"Beliau sudah datang sejak pukul tujuh."

Astaga! Sepagi itu Ananda sudah ada di sini?? Alexi pikir, Ananda tidak akan sanggup memenuhi deadline-nya.

"Pesankan aku double espresso sekarang."

Alexi bergegas ke ruangannya dengan sedikit menggerutu. Tadinya, ia ingin menikmati sarapan sebentar, minum kopi, dan baru akan mengurus pekerjaan lain, termasuk menemui Ananda.

Sebenarnya, Alexi berharap Ananda akan mundur. Membuat desain sebanyak itu dalam satu malam, hampir mustahil diselesaikan. Ia sudah kehilangan minat bekerja sama dengan Abimanyu Architeams karena kesalahan yang mereka buat.

Segera setelah kopinya datang, Alexi bergegas ke ruang rapat. Gara-gara Ananda, ia harus minum kopi dalam perut kosong lagi. Untung Mom ada di Bali dan bukan di Jakarta. Jika wanita itu di sini, Alexi pasti akan menerima pidato yang lebih panjang daripada artis pemenang piala Oscar.

"Anda datang lebih cepat," ucap Alexi saat memasuki ruang rapat.

Alexi menaikkan alis saat melihat gelas kopi di meja Ananda. Alisnya semakin naik lagi saat melihat kantung mata Ananda yang begitu besar. Apa gadis ini tidak tidur?

"Saya membawa apa yang Anda minta kemarin tanpa kesalahan."

Alexi kembali menaikkan alis. Tampaknya, Ananda sengaja datang lebih cepat agar pertemuan ini segera selesai. Oh, jangan harap, Anak Manis. Ia meraih gambar Ananda dan mengamatinya. Sempurna. Sangat sempurna. Desain ini terlihat digambar oleh arsitek profesional. Ia yakin, Ananda mendedikasikan seluruh kemampuannya untuk gambar ini.

"Tetapi berhubung meeting pertama kita sudah sangat lama, bisa Anda presentasikan lagi mengenai keseluruhan gambar ini? Saya sudah sedikit lupa. Maklum, banyak proyek yang harus kami kerjakan."

Ananda melotot, hingga membuat Alexi ingin tertawa. Gadis ini pasti kesal setengah mati karena impiannya untuk bisa pulang dan tidur, akan buyar.

"Bukankah Anda sendiri yang memiliki konsep pembangunan resorts ini? Semua sudah sesuai dengan apa yang Anda minta. Saya rasa, Anda bisa melihatnya sendiri dari gambar itu."

"Jadi Anda tidak mau mempresentasikannya? Proyek ini tidak terlalu berarti untuk perusahaan Anda?"

Pelototan mata gadis itu lagi-lagi membuat Alexi ingin tertawa. Ia sudah sangat sering membuat orang marah, tetapi melihat Ananda marah, rasanya seratus kali lebih menyenangkan. Oh, ia tidak akan membuat perusahaan itu memiliki golden ticket-nya dengan mudah.

Ananda meraih cangkir kopinya, meminum sampai tandas, dan sedikit membanting cangkir itu ke meja. "Baik, saya akan mempresentasikannya. Jika itu, yang ANDA MAU!" Ia meraih laptop dan menyalakannya.

Alexi tersenyum puas. Ia baru tahu mengerjai Ananda ternyata sangat menyenangkan.

Aku, Kamu, dan KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang