11. Meet Him

23 4 0
                                    

Ayn sedang duduk di halaman belakang rumahnya sambil mencelupkan sebagian kakinya di dalam kolam.  Ia sedang termenung karna semua masalah yang ia hadapi belakangan ini.

Ia menengadahkan wajahnya sambil memejamkan mata. Membiarkan sinar matahari mengenai wajahnya.
"Ma, Ayn kangen Mama. Ayn mau ikut mama" ia bergumam lirih
Air mata menetes dari pelupuk matanya, dadanya terasa sesak akibat rasa sakit yang ia rasakan. Tak terasa isakan kecil mulai terdengar dari cela bibirnya yang tertutup.

"Kalo dengan menangis bisa membuat beban dihati kamu sedikit memudar, jangan ditahan" sebuah suara mengintrupsi kegiatan Ayn.  Ia kaget dan segera menoleh kesumber suara tersebut.

Ayn membelalakan matanya kala ia melihat disampingnya duduk seorang pria bersetelan kemeja navi yang digulung sampai siku dan ia membiarkan kakinya yang berbalut celana dasar hitam yang digulung sampai tumit telah ditenggelamkan di kolam yang sama dengan Ayn. Wajah aristorat dengan rahang tegas dan hidung mancung serta mata sipit dengan bulu mata panjang.

Ayn mengerjapkan matanya dan mendapatkan kesadaranya

"Lo..? Ngapain lo disini?" Ayn menaikkan suaranya satu oktaf saat tau bahwa pria yang disamping itu pria asing yang tidak ia kenal. "Lo siapa berani-beraninya masuk rumah orang sembarangan"

Pria di sampingnya terkekeh dan menoleh ke Ayn sambil menaikan sebelah alisnya
"Kamu lupa sama saya?"

"Gue gak kenal sama lo, mending lo pergi dari sini"
Ayn beranjak dari duduknya dan saat ia akan membalikkan badannya tangannya telah digenggam pria tersebut.

Pria itu berdiri bersejajar dengan Ayn yang tingginya tidak sampai bahunya

"Jangan pergi, aku disini buat kamu Yin" ia menatap manik mata Ayn dan tersenyum teduh sambil tangannya memegang kedua bahu Ayn

*Bulshing* ia merasa pipinya memanas, lalu Ayn menepisnya demi menutupi itu
"Jangan gila lo.  Mending pergi sekarang"

"Hahaha ok ok maaf Aralyn, perkenalkan saya Bara. Bara Hafidzar Shagufta calon suami kamu" ia tersenyum sambil mengukurkan tangannya.

Ayn hanya melihat ulurannya tanpa berniat menyambut. "Bener-bener ya lo, kayaknya emang gangguan."

Ayn melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Bara namun sekali lagi di tahan.

"Jangan pergi, ok maaf mbak. Saya serius kali ini, saya orang yang diminta Papa anda untuk membantu anda"

"Bantu gue? Sorry nih mas. Gue gak merasa ada masalah jadi makasih tawarannya tapi mending lo pulang sekarang atau-"

"Saya tau, kalo gitu saya mau jadi teman mbak aja. Boleh kan?"

Ayn kehilangan kesabarannya menghadapi pria didepannya, ia maju dan menginjak kaki Bara lalu pergi berlari meninggalkan Bara yang teriak kesakitan.

"MBAK. Astaga sakit ini kaki saya"

"MAMPUS LO" lalu Ayn melenggangkan badannya masuk kerumah meninggalkan Bara yang jelas sewot dengan perlakuan yang ia dapat.

"Tu cewek tenaganya kuat banget, sialan sakit banget ini kaki gue.  Awas aja gak bakal gue lepasin lo" ia mendengus dan berusaha mentralkan emosinya untuk lanjut menyusul Ayn di dalam.

***

Ayn masuk kedalam rumah dengan tujuan menemui Papanya dengan perasaan campur aduk antara marah, kecewa dan terluka.  Ia benci ada yang ikut campur dengan urusannya.
Lalu ia melihat disana Papa tengah bercengkrama dengan Naura.

Ia menghampiri Papanya dan memandang Papanya dengan amarah yang memuncak

"Papa apa-apaan sih, aku kan udah bilang Papa gak usah ikut campur hidup aku.  Aku gak butuh bantuan siapapun, aku nyaman dengan hidup aku yang sekarang dan gak mau ngerubah apapun.  Papa kenapa masih sok-sokan minta dia sih?"

"Yin, Papa ngelakuin ini demi kamu, buat kamu.  Buat Anak Papa sendiri. Papa peduli sama kamu nak." Zardi terlihat lelah. Ia tentu marah dengan sikap Ayn yang kurang sopan. Tapi ia cukup jernih untuk tidak ikut memperkeruh suasana hati Ayn

"PEDULI? PEDULI APA PA? Gak ada yang bisa Papa Lakuin lagi.  Udah telat" tanpa terasa air mata Ayn menetes saat semua luka itu menguap dan membuat Ayn kembali teringat masa lalunya.

Naura yang sejak tadi diam berusaha mencari jalan keluar untuk kakaknya. "Kak, Papa sayang sama kakak. Kakak coba ngertiin posisi Papa" Naura mendekati kakaknya berniat membuat amarah Ayn redup namun naas saat ia ingin memegang lengan Ayn. Ayn segera menepisnya dan karna posisi Naura yang tidak seimbang membuat kakinya terkilir dan ia terjatuh hingga sudut kepalanya mengenai ujung meja yang sedikit tajam hingga berdarah

Ayn jelas kaget dan merasa bersalah namun suara bentakan Papanya cukup untuk mengurungkan niat baik Ayn untuk membantu Naura.

"CUKUP AYN, APA-APAAN KAMU. Papa gak pernah ngajarin kamu kasar" Zardi sudah tidak bisa menahan amarahnya lagi

"Aku gak ngapa-ngapain dia Pa.  Papa kan bisa lihat.  Apa aku sengaja? Papa gak buta kan?"

Plakk...,
Suara tamparan dan rasa panas serta perih yang kini bersarang di pipi kirinya menjadi bukti jika Papanya pelaku yang membuat Pipinya kini berdenyut nyeri.

Ayn semakin terisak.  Tak menyangka jika ia akan mendapatkan sebuah tamparan dari kesalahan yang ia sendiri tidak lakukan.

"Makasih Pa" setelah mengucapkan itu Ayn berlari menaiki tangga dan membanting pintu kamarnya. Sedangkan Zardi termenung menatap tangan kanannya yang tadi telah melukai anak gadis kesayangannya.  Air matanya luruh menyusuri pipi dan wajah tirusnya yang mulai dihiasi keriput halus tak kasat mata.

Naura bangkit dengan sisa kekuatan yang ia punya menghampiri Papanya.
"Papa kenapa lakuin itu ke kak Ayn, kakak gak salah.  Aku aja yang gak bisa berdiri dengan baik." Naura memeluk Papanya. Ia tau Papanya kini sedang menyesal atas semua perbuatannya tadi ke Ayn.

Sedang di sudat ruangan sana.  Seorang pria tengah berdiri setelah menyaksikan semua kejadian tadi.
Ia menarik nafas lelah.  Lalu melangkahkan kakinya mendekati Zardi.

"Hemg.., maaf pak jika saya lancang. Bukan maksud saya menguping pembicaraan bapak.  Tapi alangkah baiknya jika lain kali bapak lebih bisa mengontrol emosi bapak. Demi kesembuhan Ayn pak"

"Ah iya dok maaf jika dokter harus menyaksikan adegan yang tidak sepantasnya dokter lihat" Zardi tampak menyesali setiap perbuatannya.

Bara kembali menghela nafas agar tidak memaki pria didepannya karna berhasil membuat pekerjaannya menghadapi Ayn menjadi lebih sulit.

"Pak jika diizinkan.  Saya ingin menyusul Ayn dikamar.  Saya takut ia melakukan hal yang nekat"

"Tentu dokter. Silahkan kamarnya di sebelah kiri tangga dengan pintu bercat coklat dengan dok"

"Kalau begitu saya permisi sebentar dok"

Tanpa membuang waktu, Bara segera menuju kamar Ayn demi memastikan keadaanya.

***

Setibanya di depan kamar Ayn, Bara mendengar suara gaduh yang berasal dari kamar gadis itu. Ia mengetuk pintu bercat coklat itu namun tidak ada jawaban dari sang empunya kamar.

Samar-samar ia mendengar isakan dari dalam kamar, ia menghela nafas berat.

"Mbak Ayn saya masuk ya" Bara melangkahkan kakinya untuk masuk ke kamar gadis itu.

TBC

-D.H.26.7.20-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HEAL ME [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang