30. Bahagia Itu Sederhana

718 29 8
                                    


Malam ini Army benar - benar menepati janjinya tentang ajakan dinner kemarin pada Monica, dan setelah mengantar Monica pulang dengan selamat sekarang iya sudah berada ditengah jalan lebih tepatnya dilampu merah menuju pulang kerumah orang tuanya.

Sebenarnya iya berencana jika dirinya tidak lelah iya ingin segera mengerjakan revisi skripsinya yang minggu lalu masih ada coretan dari dosen pembimbingnya dan Army berharap setelah kali ini perbaikan, tidak ada lagi coretan dari kedua pembimbingnya agar dirinya segera mendaftar untuk sidang skripsi.

Iya menghela nafas. Memikirkan jalan hidupnya. Memikirkan cintanya yang tidak beruntung. Iya berfikir, kenapa dirinya bisa jatuh pada pesona adiknya sendiri yang sangat jelas haram hukumnya. Sekarang usianya tidak bisa lagi dikatakan remaja karena memang sekarang iya sudah dewasa yang mana dirinya pasti bisa bahkan mengetahui sangat tahu mana yang baik dan mana yang buruk.

Terhitung beberapa bulan lagi dirinya sudah mendapat gelar sarjana hukum ekonomi, tetapi iya masih bertingkah layaknya remaja labil yang masih mengutamakan cinta. Kembali Army meraup wajahnya frustasi. Iya menyadari dan sangat sadar dirinya begitu egois dalam mengambil tindakan mengenai cinta. Iya mempertahankan Monica karena dirinya begitu sadar iya tak bisa mendapatkan Elisya utuh. Walau cinta Elisya sudah iya genggam.

Tin...tin...tin....

Suara klakson kendaraan yang dibelakangnya menyadarkan dirinya dari lamunannya. Iya melihat kedepan yang ternyata sudah berwarna hijau, pantas saja kendaraan yang ada dibelakangnya sudah protes.

Sampai dirumah iya melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul sebelas lewat. Ternyata iya cukup lama bersama Monica. Setidaknya dengan begini iya tidak lagi merasa bersalah pada kekasihnya itu.

Saat kakinya masuk diruang tengah, Army mengernyit melihat gadisnya duduk dilantai dekat meja dengan kepala yang sudah berbaring diatas meja tersebut jangan lupakan kertas memenuhi meja. Iya segera menghampiri gadisnya yang iya duga sudah tertidur diatas meja itu.

Shitt!!

Army mengumpat, baru mengingat bahwa iya meminta tolong Elisya untuk memperbaiki skripsinya yang dicoret oleh pembimbing. Maklum Elisya lebih unggul merangkai kata dibanding dirinya sehingga iya meminta tolong pada Elisya sampai tertidur seperti ini.

Army merutuki dirinya yang membiarkan Elisya mengerjakan skripsi miliknya seorang diri yang seharusnya iya yang kerjakan karena ini merupakan karya ilmiah, malah Elisya yang kerjakan dan dirinya dengan santai bersenang senang Monica.

Army berjongkok disamping Elisya, menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya yang saat ini sedang tertidur pulas. Dengan hati hati iya mengangkat Elisya menggondangnya menuju kamar milik gadisnya itu. Iya membaringkan tubuh Elisya dengan pelan agar Elisya tidak terganggu tidurnya. Setelah meletakkan Elisya dengan posisi terlentang iya segera menarik selimut, menyelimuti Elisya. Sebelum meninggalkan kamar Elisya iya mencium keningnya cukup lama seakan memberitahukan Elisya bahwa apapun yang terjadi, apapun status mereka saat ini, Army begitu mencintai Elisya. Cinta yang tidak bisa diukur.

"Aku mencintaimu Elisya Quenna. Bahkan setiap hari, setiap jam, setiap menit, setiap detik dan setiap saat, aku selalu jatuh padamu. Selalu cinta kamu. Dan maaf sudah menyusahkanmu, tapi terima kasih sudah membantuku." Army mengucapkan tulus. Setelah itu iya mengusap lembut rambut gadisnya. Kemudian iya berbisik lirih. "Nice dream cantik" satu kecupan lagi iya daratkan dikening Elisya sebelum benar benar keluar dari kamar gadis yang dicintainya.

Tanpa menyadari bahwa semua ungkapan cintanya didengar oleh orang yang dianggapnya tidur.

Ternyata Elisya terbangun saat Army menggendongnya naik kelantai dua iya tidak tau harus melakukan apa sehingga iya memutuskan untuk pura pura tertidur. Dan beruntung Army tidak menyadarinya.

Rasa Yang Tak Wajar (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang