37. Perjodohan

587 29 6
                                    


Army yang dibantu dengan yang lain membawa kado kado pemberian teman teman mereka untuknya. Sampai bagasi mobilnya dipenuhi dengan boneka, bunga dan lain sebagainya.

Iya mendengus melihat Panji dan Elisya tertinggal dibelakang yang terlihat sangat akrab. tak suka melihat orang yang dicintai sangat akrab dengan pria lain. Ingatkan, bahwa iya adalah orang yang tingkat cemburunya tinggi.

"Di rambut lo.. apa itu!!" Panji sengaja menampilkan ekspresi takut ketika menunjuk rambut Elisya.

"Apa kak?!!" Pekik Elisya. Sambil menepuk kepalanya agar yang dimaksud panji segera menghilang dari rambutnya.

"Ulat bulu Elis. Tuh jatoh dibaju lo" Panji dengan kejahilannya semakin menakut nakuti Elisya. Iya merasa senang melihat Elisya seperti ini. Karena cuma seperti inilah agar iya bisa berbicara lama dengan gadis yang membuat jantungnya berdebar.
Iya sudah mulai menerima jika Elisya itu adalah milik Army yang tidak boleh diganggunya. Iya berjanji didalam hati untuk menjaga Elisya dari kejauhan saja. Memantau Army, jika Army menyakiti Elisya barulah iya benar benar akan merebut Elisya dari Army. Walau persahabatannya yang menjadi taruhan.

"Mana kak!!.. bantuin..!!" Pekik Elisya sambil memukul sembarangan bajunya bermaksud untung menghilangkan ulat yang dimaksud Panji. Tidak sadar bahwa dirinya tengah dikerjai oleh Panji.

Panji menahan untuk tidak segera mengeluarkan tawanya. Iya masih ingin melihat Elisya melompat lompat seperti ini.

"Elis.. ulatnya gede banget dipunggung lo!!!.., gue cari kayu dulu buat ngelepas ulat itu dibaju lo"

"Cepetan.. aku takut" Elisya semakin menjerit. Jika Panji takut memegangnya itu berarti ulatnya besar. Elisya bergidig semakin ngeri dirasanya.

"Kak Panji dimana sih??" Tanyanya tak sabar. Takut ulat yang dimaksud Panji jalan naik keatas kembali. Saat menunggu Panji yang terlalu lama iya melihat Rian seniornya dari kejauhan.

"Kak Rian!!" Panggilnya lumayan keras. Untung ditempatnya cukup sepi hingga tidak mengundang orang orang dengan teriakannya yang lumayan besar. Rian yang mendengar namanya dipanggil segera menoleh mencari sumber suara yang menyebut namanya dan mendapati Elisya beberapa meter darinya melambaikan tangan mengajaknya.

"Ada apa?" Tanya Rian saat sudah berdiri dihadapan Elisya. Terlihat khawatir melihat Elisya ketakutan.

"Kak. Tolong liatin ulat yang ada dipumggungku" Rian menuruti perkataan Elisya mencari sosok ulat yang dimaksud dari Elisya. Hasilnya nihil.

"Gak ada"

"Masa sih?, lihat lebih teliti kak. Aku takut" cicit Elisya. Tidak berani meraba punggungnya.

Rian kembali meneliti punggung Elisya yang tak ditemukan apa apa olehnya. Karena Elisya kekeuh tidak percaya dengan ucapannya, Rian menepuk nepuk punggung Elisya agar iya mempercayainya.

"Kok gak ada sih?" Tanya Elisya masih ragu. Takut jika Rian tidak teliti dalam mencari ulat yang dimaksudnya.

"Atau jangan jangan kak Panji mengerjaiku?" Gumam Elisya yang didengar juga oleh Rian. Rian mengerutkan kening. Panji?. Panji siapa maksudnya? Atau panji sahabat Army. Karena penasaran Rian bertanya.

"Panji sia--" belum selesai pertanyaannya Panji datang langsung menerobos ditengah - tengah antara Elisya dan Rian dengan tidak tau malunya. Memisahkan antara Rian dan Elisya.

Rian dan Elisya secara kompak mendengus melihat kedatangan Panji. Elisya yang menyadari bahwa bisa saja Panji mengerjainya. langsung saja iya menarik rambut Panji dengan sekuat tenaga. Melampiaskan kekesalannya. Mengabaikan Panji yang sedari tadi mengadu meminta dilepaskan.

Rasa Yang Tak Wajar (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang