BAB 19

210 22 0
                                    

Aurel terpaksa menuruti permintaan Shafa untuk ikut dengan Papanya. Aurel memandang lurus ke luar jendela.

Cewek itu tidak menanggapi apapun yang sedang Setiawan ceritakan padanya. Hatinya masih terlalu sakit.

"Nah, kita udah sampai kak," ucap Setiawan lalu tersenyum lebar. "Kamu sering ke sini kan sama sahabat-sahabat kamu?"

"Hm," balas Aurel.

Setiawan menghela napas sabar. Setiawan tahu, anaknya masih kecewa dengan apa yang sudah ia lakukan. "Ya udah yuk, turun."

Aurel berjalan terlebih dahulu masuk ke dalam restoran meninggalkan Setiawan yang masih berada di parkiran.

Setiawan menghela napas lalu berjalan masuk ke dalam restoran. Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan putri sulungnya.

Kedua sudut bibirnya tertarik ke atas melihat Aurel yang sudah duduk di salah satu kursi. "Udah pesen kak?"

"Belum," balas Aurel singkat.

"Mas..."

Aurel menoleh dan menatap tajam orang yang baru saja menghampiri meja mereka. Cewek itu berdiri dari duduknya dan hendak pergi tapi Setiawan mencekal pergelangan tangannya.

Setiawan menatap Aurel dengan tatapan memohon. "Biar Papa jelasin dulu kak, sebentar aja."

Widya mengernyitkan dahinya melihat Aurel bersama Setiawan. "Mas?"

Setiawan menoleh ke arah Widya. "Duduk dulu baru saya jelaskan."

"Lepas!" ucap Aurel dingin pada Setiawan yang masih mencekal pergelangan tangannya.

"Nggak. Nanti kamu kabur. Sebentar aja kak," ucap Setiawan lembut. Pria paruh baya itu lalu menatap Widya yang duduk di depannya.

"Begini Widya. Saya sadar apa yang kita lakukan selama ini salah. Saya mau kita tidak ada hubungan apapun lagi. Termasuk itu antara bos dan sekretarisnya. Saya minta maaf dan saya tidak akan mengganggu kamu lagi."

Kedua mata Widya berkaca-kaca. "Nggak Mas. Aku nggak mau. Aku cinta sama Mas. Aku nggak mau Mas ninggalin aku. Aku nggak mau Mas!"

Setiawan menghela napas. "Saya tidak bisa Widya. Apa yang kita lakukan selama ini salah. Saya seharusnya sadar kalau saya sudah mempunyai istri dan anak."

"Aku nggak masalah Mas--"

Setiawan memotong ucapan Widya. "Saya tidak bisa Widya. Saya tidak mau kehilangan istri dan kedua anak saya. Sekali lagi, saya minta maaf dan permisi," pamit Setiawan lalu pergi bersama Aurel.

Setiawan berhenti melangkah ketika mereka sudah sampai di parkiran. Ia membalikkan badan menatap putri sulungnya.

"Sekarang Aurel percaya kan sama Papa? Papa benar-benar menyesal, kak. Maafin Papa."

Aurel menatap kedua mata Papanya yang menunjukkan kesungguhan. Ya, seharusnya Aurel memberi kesempatan pada Papanya.

Aurel mengangguk. "Aurel maafin Papa tapi jangan ulangi kesalahan Papa lagi ya."

Setiawan tersenyum bahagia. Ia langsung memeluk putri sulungnya. "Makasih kak, Papa nggak akan mengulangi kesalahan Papa."

Setiawan membelalakkan kedua matanya melihat mobil melaju kencang ke arah mereka. Belum sempat menghindar, mobil itu sudah menabrak mereka.

Brak!

Tubuh mereka terguling di aspal. Aurel membuka kedua matanya. Tangan kanannya yang berlumuran darah berusaha meraih tangan Setiawan.

"Pa-pa..." lirihnya sebelum ia tak sadarkan diri.





🌿

Padahal baru aja baikan😭

Selamat membaca bab berikutnya
Terima kasih sudah membaca dan memberi suara😊

09-04-2020

Aurel Arjun✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang