•°•°•°•°•°• 🎬 •°•°•°•°•°•
Aku terpaksa mengambil cuti lagi. Demamnya belum juga turun dan sayangnya, Ima enggan bertemu dokter. Aku sudah enam kali memesan makanan, tapi percuma. Semua yang sempat dikunyah tidak tertelan. Perutnya terus menolak untuk diisi.
Rasa cemasku bertambah begitu melihat Ima merosot di samping wastafel. Aku mendekat panik. Dia masih sadar saat kucoba membopongnya. Tiba-tiba dia menahan lenganku dan-
"Aku takut.. seperti ini," rintihnya menggetarkan hatiku. Seketika otot kakiku ikut melumpuh, semua pertahananku runtuh.
Bukan. Itu bukan takut karena demamnya. Aku paham perasaan itu. Bayangan saat hati kami hancur kehilangan kembali menyelimuti.
Aku tidak kuasa melihatnya seperti ini. Aku harus bisa menguatkannya. Aku memeluknya sepenuh hati. Melebur luka dan ketakutan kami.
"Tidak apa-apa," kataku.
Dulu, hal seperti ini memang pernah terjadi. Saat bayi pertama kami pernah tinggal di dalam rahimnya.
—Aqsha Abbasyi
KAMU SEDANG MEMBACA
It's A Secret for My Wife (On going)
General FictionIt's A Secret for My Wife (Diary Version) Ini bukan sesuatu yang layak diperbicangkan sebenarnya, tapi aku menjelaskannya agar kalian tidak berprasangka buruk padaku. Meski aku tidak pandai mengungkapkan sesuatu. Ini akan jadi jawaban dari buku hari...