WARNING : MATURE CONTENT (21+)
Written by. AndienWintarii“Ay, lo serius pake baju begitu ke kantor?”
Perempuan berambut panjang itu menoleh, dia memandang teman sekamarnya dengan menyipitkan mata. “Apa yang salah? Kecuali gue telanjang ke kantor, baru lo boleh protes.”
Megan menggelengkan kepalanya, merasa percuma berbicara tentang norma kesopanan dalam berpakaian dengan Ayle Roseline. Tidak ada kata sopan di dalam kamus kehidupannya. Bahkan mengenakan dress yang hampir memamerkan bokongnya itu adalah standar definisi yang paling sopan menurut Ayle.
“Secara teknis, lo hampir telanjang, Ay.”
“Hampir berarti belum.” Ayle mengedipkan sebelah mata kepada Megan dan memulas lipstik merah darahnya untuk terakhir kali. “Udah ya, gue udah telat! Bye, Sweetheart.”
“Bye, Crazy Woman.”
Ayle melambaikan tangannya pada Megan sebagai salam perpisahan, sebelum dia tidak bisa melihat lagi gadis itu selama berbulan-bulan.
Tinggal seapartemen dengan Megan selalu bisa menyenangkan Ayle. Dia tidak perlu repot dengan drama perempuan yang sering terjadi. Megan khususnya sangat memahami Ayle lebih baik dari siapa pun. Dia sangat royal, tidak cerewet, tidak mudah tersinggung, tidak berlebihan dalam segala hal dan dia juga tidak pernah mempermasalahkan kebiasaan buruk Ayle yang sering mabuk.
Pekerjaannya sebagai pramugari membuat Megan memiliki banyak kesempatan untuk mengirimkan barang-barang branded dari luar negeri untuk Ayle dan tidak ada yang lebih penting dari pada itu di dalam hubungan persahabatan mereka.
Ayle menyukai gadis itu sama seperti dia menyukai lipstik merahnya hari ini. Dia mengambil sepatu hak tingginya yang berwarna hitam di rak sepatu dan berlari-lari kecil menuju pintu apartemen. Sedikit berharap di dalam hati, semoga hari ini menjadi hari yang cukup menyenangkan mengingat pekerjaannya di kantor cukup banyak.
“Oh, shit," gerutu Ayle saat tidak sengaja tersandung sesuatu yang membuat stocking-nya robek.
"Pertanda buruk," ucapnya kemudian sambil melepas stocking itu dari kaki jenjangnya dan membuangnya ke sembarang arah.
Menjadi cantik selalu butuh pengorbanan, tapi bagi Ayle pengorbanan semacam menghabiskan waktu lebih lama di depan cermin sebelum keluar apartemen, memakai setengah gajinya untuk perawatan di dokter ternama, dan berburu barang diskon bermerk di tanggal-tanggal merah merupakan sesuatu yang memang diperlukan.
Hidup ini perjuangan, setiap orang tanpa terkecuali memang hidup untuk itu. Kalau bagi orang lain perjuangan mengisi perut lebih penting daripada membuat mereka berpenampilan menarik, bagi Ayle justru sebaliknya. Perut yang lapar bisa ditahan, menjadi jelek di hadapan banyak orang merupakan kemustahilan.
Ayle melangkah percaya diri saat memasuki lobby kantornya. Tidak ada satu pun orang yang cukup membuat Ayle merasa takut dan terintimidasi, bahkan ketika dia baru bekerja enam bulan sebagai personal assistant untuk laki-laki berusia limapuluh tahun yang menempati posisi sebagai Direktur utama perusahaan ini. Selama bosnya tidak mengajukan keberatan apa-apa, maka semuanya aman.
Suara siulan menghalau pintu lift yang akan menutup, seseorang menahannya untuk membiarkan Ayle masuk. "Good morning, Ay."
"Good morning, Reno. Gimana semalem? Pulang dengan selamat?"
Reno mendekatkan bibirnya ke kuping Ayle. Membuat beberapa orang di sekitar mereka memasang kuping dan mata lekat-lekat. "Thanks for the blow job. Lo terbaik."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAST MAN CALLING (END)
RomanceWARNING : MATURE CONTENT 21+ In collaboration with Andien Wintari. ***** "Kalau ada yang nanya sama gue tentang apa yang membuat hidup ini berarti. Gue bakal jawab : Make up, baju branded, badan seksi, dan dipuja karena memiliki wajah cantik. But, w...