Part. 10 - Bastard to the fullest

32.9K 2.2K 212
                                    

WARNING : MATURE CONTENT (21+)
Written by. Sheliu.

Jujur saja, ketika mendapati Ayle dalam keadaan terluka seperti itu, Neil cukup kaget dan tidak percaya. Dia yakin bahwa sebelum meluangkan waktu untuk merokok di atap gedung, kondisi Ayle masih baik-baik saja. Jika dirinya tidak salah menghitung, tidak sampai 15 menit dari sejak pertemuan mereka di lift.

Neil hanya ke lobby gedung untuk mengambil sebuah berkas yang dititipkan di resepsionis dan tidak sengaja melihat lelaki tua yang sempat dilihatnya bersama Ayle di lobby apartemen wanita itu.

“Siapa dia?” tanya Neil pada salah satu staff operator di posisi terjauh dari lelaki itu.

“Cariin ibu Ayle, Pak. Katanya itu bapaknya,” jawab operator itu.

Neil hanya mengangkat satu alis untuk memperhatikan lelaki tua itu sekali lagi, lalu menggelengkan kepala sambil berjalan meninggalkan lobby menuju atap gedung melalui lift belakang.

Satu batang rokoknya pun belum habis dihisap ketika mendengar ada kehadiran orang lain selain dirinya lewat suara pintu yang ditutup. Ayle yang tampak sedih dengan sudut bibir yang terluka. Juga, rambutnya yang sedikit berantakan meski tetap cantik.

Sudah pasti ada yang terjadi dalam waktu sesingkat itu antara Ayle dengan lelaki tua yang katanya adalah ayahnya. Tapi Neil tidak ingin ikut campur urusan pribadi orang lain, terlebih lagi jika Ayle tampak enggan untuk bercerita dan masih keras kepala dalam mempertahankan kesinisannya.

Belum lagi, keputusan singkat yang langsung dibuat Ayle soal tawarannya. Yaitu sebagai pemuas birahi, yang tadinya masih belum terpikirkan oleh Ayle di lift, tapi langsung menerimanya dengan meminta bayaran di muka.

Tapi itu bukan urusan gue, batinnya mengingatkan. Yang dia tahu adalah dia sudah membayar di muka dan Ayle sudah menjadi miliknya. Dia tidak perlu mencari wanita secara acak di klub atau kafe, dan sudah memiliki Ayle untuk memberinya kepuasan kapan saja.

“Sekarang?” tanya Ayle kaget, tampak tidak percaya dengan keinginan Neil yang tiba-tiba.

“Kenapa kaget? Sama kayak kamu yang minta bayaran di muka, harusnya nggak ada yang aneh kalau saya tiba-tiba minta,” jawab Neil datar.

Ayle merengut dan berdecak kesal sambil bergerak mendekatinya. Tangan Ayle sudah bergerak untuk mengelus milik Neil dengan gerakan naik turun, berusaha untuk membuatnya menegang.

Sialnya, bukan hasrat yang diinginkan Neil sebelumnya, melainkan rasa geram melihat sudut bibir Ayle yang terluka dan tampak begitu jelas saat berdiri begitu dekat dengannya sekarang. Sorot mata Ayle pun tidak seperti biasanya, tampak murung dan terlihat rapuh.

Spontan, tangan Neil bergerak untuk menghentikan Ayle yang hendak membuka celananya tanpa mengalihkan tatapan sedikit pun.

“Kenapa?” tanya Ayle dengan nada kesal.

“Sehabis ini, kamu masih ada kerjaan?” tanya Neil balik.

“Ini tuh masih jam 11, Frog. Apa lu perlu tanya kalo gue masih ada kerjaan atau nggak?” jawab Ayle bingung.

“Sekarang balik ke ruangan dan ambil barang kamu.”

“Lho? Katanya mau minta jatah, gimana sih?”

“Saya berubah pikiran. Nggak mau di sini.”

Hello, ini tuh masih jam segini, yah! Alasannya apa tiba-tiba gue minta pulang cepet? Mau kasih blow job ke CFO, gitu?” sewot Ayle.

Neil tersenyum miring sambil menatap Ayle remeh. “Saya yakin kamu punya alasan bagus buat ngomong ke Pak Renald. Setengah jam lagi, temui saya di basement. Nggak pake lama.”

LAST MAN CALLING (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang