Part. 7 - VVIP

31K 1.9K 103
                                    

WARNING : MATURE CONTENT (21+)
Written by. AndienWintarii

"Oh, shit."

Ayle menggerutu ketika mobil Neil berhenti persis di depan lobby apartemennya. Laki-laki itu menengok ke samping, mencoba mencermati ekspresi Ayle yang kembali berubah kecut.

Ayle melihat Neil dan menghela napas lelah. "Bisa kita puter balik?"

"Maksudnya?" tanya Neil tidak mengerti.

"Maksud gue lo bisa turunin gue di pintu belakang?"

"Kenapa harus di pintu belakang?"

"Lo bakal terimakasih sama gue setelah ini, jadi please, tolong puter balik."

"Kenapa saya harus terimakasih sama kamu? Saya enggak ketemu alasan yang tepat kenapa saya harus buang-buang bensin untuk puter balik dan nurunin kamu dari pintu belakang."

Ayle berhenti berbicara, dia menghela napas dan mencondongkan tubuhnya ke arah Neil. "Lo serius ngajak gue ribut di sini?"

Neil yang sama sekali tidak merasa goyah karena ancaman Ayle hanya bisa menatap gadis itu datar. "Saya enggak ngajak ribut kamu."

"Oh c'mon, Neil sayang, please, bantuin gue kali ini."

"Oh c'mon, Ayle, please, saya enggak mau."

"Fuck you."

Neil membalas perkataan Ayle dengan senyuman paling tulus yang bisa dia berikan. Setelahnya, Ayle bergerak keluar dari mobilnya tanpa berkata-kata lagi. Pandangan Neil mengekori Ayle yang berjalan dengan berjinjit sambil menenteng sepatu heels-nya yang patah.

Tetapi sebelum gadis itu sampai pada anak tangga pertama lobby apartemennya. Seorang lelaki tua merentangkan kedua tangan dan menghalangi jalan Ayle. Mata Neil menyipit saat melihat Ayle yang memasang wajah malas. Ada perdebatan panjang di antara mereka yang mampu menarik perhatian Neil.

"Papa, dia bukan pacar, Le. Dia atasan Le."

"Apa bedanya? Kamu bisa pinjam uang ke dia dulu. Papa butuh sekarang, Le. Buat bayar pajak mobil."

"Kemana uang yang minggu lalu Le kirim? Udah habis lagi?"

"Yaudah lah, gimana sih kamu. Pajak mobilkan tiga juta, sedangkan kamu cuma ngirim dua juta. Itu buat makan juga enggak cukup."

Hari ini semua orang membuatnya ingin marah dan mengamuk, Ayle mengepalkan sebelah tangannya yang bebas. Tidak pernah dalam hidupnya merasa semuak hari ini. Ayle juga tidak mengerti kenapa Neil tidak langsung pergi dan berlalu saat dia sudah keluar dari mobil laki-laki itu. Butuh berkali-kali baginya untuk memastikan Neil segera menginjak pedal gas mobilnya sampai laki-laki itu benar-benar melakukannya.

Pandangan Ayle sepenuhnya mengarah ke ayahnya, satu-satunya anggota keluarga yang dia punya, yang tidak pernah sekali pun berguna untuk Ayle. Ayle selalu berharap dalam hati bahwa bukan dari laki-laki itu lah dirinya dilahirkan.

"Ayle, kamu dengerin Papa enggak sih?"

"Nanti Ayle kirim ke Papa."

"Kapan? Papa butuh segera."

"Papa bisa sabar?! Le bukan atm berjalan, Pah."

"Masa kamu enggak punya simpanan sama sekali?"

Ayle menghela napasnya lagi, kali ini dia berusaha untuk tidak meledak meski kedua matanya sudah memanas. "Pah, nanti malam Le kirim. Oke?"

"Papa bener-bener tunggu ya. Awas jangan sampe enggak ngirim."

LAST MAN CALLING (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang